REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memperluas penerapan modifikasi cuaca di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Tujuannya, mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan skala besar seperti yang sempat terjadi pada 2015 dan 2019 lalu. Apalagi, tantangan yang ada pada tahun ini tak sekadar karhutla, tetapi juga pengendalian Covid-19 yang masih berlangsung.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, ada korelasi antara kebakaran hutan dan lahan dan penyakit yang disebabkan virus corona tersebut. Menurutnya, asap pekat yang disebabkan karhutla bisa memperparah kondisi penderita Covid-19.
"Karena hampir pasti lahan gambut yang terbakar akan timbulkan asap pekat. Asap pekat inilah bisa timbulkan ancaman kesehatan bagi masyarakat, terutama mereka yang miliki asma atau ISPA. Dampaknya adalah berbahya bagi mereka yang menderita penyakit asma ini apabila terpapar Covid-19," jelas Doni usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (23/6).
Menindaklanjuti hal itu, Presiden Jokowi telah memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menggencarkan langkah mitigasi. Salah satunya, dengan cara memperluas modifikasi cuaca.
"Sehingga kerja keras dari berbagai komponen masyarakat di daerah utuk lakukan pencegahan ini sangat penting. Kita hindari asap agar kita juga bisa selamat dari bahaya Covid-19," kata Doni.
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menjelaskan, ledakan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) biasanya terjadi pada pekan kedua Agustus sampai pekan pertama September setiap tahunnya. Wilayah yang paling rawan di antaranya adalah Sumatra bagian utara meliputi Riau, Sumatra Utara, dan Aceh.
Kemarau di wilayah itu pun terjadi dalam dua gelombang. Fase pertama, kemarau mulai masuk April lalu. Pada fase ini, pemerintah sudah melakukan modifikasi cuaca hingga 31 Mei 2020 lalu. Hasilnya, wilayah Sumatra masih terpantau kondusif dari kebakaran hutan dan lahan. Belajar dari fase pertama ini, pemerintah akan memperluas modifikasi cuaca hingga fase kedua kemarau di Sumatra dan Kalimantan.
Fase kedua sendiri akan dimulai pada Juni-Juli ini, dengan puncak kemarau pada akhir Agustus sampai awal September 2020. Kemarau pada fase kedua inilah yang memang menjadi puncak kejadian karhutla di tahun 2019 dan 2015 lalu.