Selasa 23 Jun 2020 02:21 WIB

Pesantren di Antara Keselamatan Agama dan Keselamatan Jiwa

Kemenag menerbitkan panduan belajar untuk pesantren di masa pandemi corona.

Petugas keamanan melakukan pengecekan suhu tubuh orang yang akan masuk ke kawasan Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (16/6/2020). Pondok Pesantren Tebuireng dan Bahrul Ulum Tambakberas menjadi percontohan pesantren tangguh tanggap COVID-19 di Kabupaten Jombang untuk menghadapi era normal baru
Foto:

Saat membuka rapat koordinasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia tentang kesiapan pesantren dan satuan pendidikan berbasis asrama dalam penerapan normal baru melalui telekonferensi, Kamis (11/6), Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin menyebut ada 1.851 anak Indonesia yang telah menjadi korban keganasan Covid-19.

Kiai Ma'ruf memastikan persoalan itu akan menjadi perhatian pemerintah. Sebab, data tersebut merupakan peringatan bahwa perhatian dan perspektif perlindungan kepada anak perlu menjadi bagian dari kebijakan pemerintah dalam memasuki normal baru.

Dalam konteks ini, dukungan pemerintah dan pemda kepada pesantren yang bersiap atau telah mengembalikan santri dan memulai pembelajaran menjadi relevan. Yakni menyelamatkan bangsa dari kerugian moral lebih besar, juga memastikan agar pesantren tak menjadi pemicu klaster penularan baru.

Apalagi, sebagaimana diakui Menag Fachrul Razi, sebelum menerbitkan panduan, banyak pesantren yang telah mengembalikan santri dan memulai aktivitas pembelajaran. Dengan kata lain, lebih dari sekadar mem berikan penilaian dan menerbitkan (selembar) surat keterangan aman Covid-19, GTPPC perlu terus memonitor upaya pemenuhan protokol kesehatan di pesantren. Selain itu, memberikan masukan ke pemerintah dan pemda terkait dukungan kebijakan dan sarana yang masih dibutuhkan pesantren dalam pemenuhan protokol kesehatan.

Pada saat sama, pengasuh dan penge lola pesantren juga harus bersikap realistis. Mereka harus punya fleksibilitas dan memilih santri mana yang akan diundang masuk terlebih dahulu sesuai kapasitas yang dimiliki dengan merujuk protokol kesehatan yang ditetapkan GTPPC. Dengan cara itu, ancaman "defisit moral" akibat kevakuman aktivitas di pesantren dapat dikurangi tanpa harus menjerumuskan pesantren sebagai klaster penularan baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement