Senin 22 Jun 2020 18:56 WIB

Beban Tinggi Covid-19 Jatim dan Kematian Tenaga Medis

Pelonggaran PSBB di Jatim menjadi tantangan bagi tenaga medis dalam bekerja.

Petugas kesehatan mengenakan APD saat tes diagnostik cepat (Rapid Test) COVID-19 massal di kawasan Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/6/2020). Kasus Covid-19 yang masih tinggi di Jatim berdampak ke tenaga medis seperti dokter dan perawat. Sejumlah tenaga medis telah meninggal akibat Covid-19 di Jatim.
Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan mengenakan APD saat tes diagnostik cepat (Rapid Test) COVID-19 massal di kawasan Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/6/2020). Kasus Covid-19 yang masih tinggi di Jatim berdampak ke tenaga medis seperti dokter dan perawat. Sejumlah tenaga medis telah meninggal akibat Covid-19 di Jatim.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Antara

Jawa Timur (Jatim) sedang menjadi kawasan dengan angka Covid-19 yang terus tinggi selama beberapa hari terakhir di Indonesia. Tingginya angka kasus baru Covid-19 di Jatim lantas diiringi dengan jatuhnya korban tenaga medis perawat pasien Covid-19.  

Baca Juga

Ketua Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, Nursalam, mengungkapkan adanya 110 perawat di wilayah setempat yang terpapar Covid-19. Nursalam memgungkapkan, dari 110 perawat yang terpapar Covid-19 tersebut, tujuh di antaranya meninggal dunia. Lima perawat yang meninggal di antaranya berasal dari Surabaya.

Dari data PPNI Jatim, kata dia, Surabaya masih menempati peringkat pertama dengan 49 perawat yang terpapar Covid-19. Disusul Sidoarjo dengan catatan sembilan perawat, Tulungagung tujuh perawat, serta Probolinggo dan Jombang, masing-masing empat perawat.

"Kemudian Madiun, Malang, Banyuwangi dan Sumenep masing-masing dua perawat. Terakhir di Kediri ada satu perawat," kata dia di Surabaya, Senin (22/6).

Nursalam mengatakan, salah satu penyebab terus bertambahnya perawat yang terpapar Covid-19 adalah beban kerja yang tinggi. Sehingga imun tubuh para perawat tersebut menurun, dan mengakibatkan mudah diserang virus. Dia pun mengimbau para perawat untuk dapat menjaga asupan nutrisi, vitamin, dan istirah yang cukup

"Dilonggarkannya PSBB ini menjadi tantangan bagi para perawat untuk terus maju dan jangan menyerah memberikan pelayanan yang terbaik dan profesional," ujarnya.

Selain itu dia berharap agar masyarakat mau jujur saat ditangani petugas medis. Tujuannya agar perawat yang merawat bisa melakukan antisipasi berlipat dalam menghindari penularan Covid-19. Sehingga diharapkan, jumlah perawat yang terpapar Covid-19 tidak terus bertambah.

Akhir pekan lalu, Sabtu (20/6), seorang dokter yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo meninggal dunia setelah menjalani perawatan di ruang isolasi. Ia meninggal karena terinfeksi virus corona.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Syaf Satriawarman pada Sabtu (20/6) mengatakan dr Gatot P menjalani perawatan di rumah sakit pada 17 Juni 2020 setelah menderita demam dan muntah-muntah. Pada 18 Juni, ia melanjutkan, hasil pemeriksaan menunjukkan dokter penderita diabetes melitus itu positif terserang Covid-19.

Dokter Gatot meninggal dunia pada Jumat (19/6) sore. Ia sebelumnya masuk hari ketiga menjalani perawatan di rumah sakit.

Syaf menjelaskan sudah ada tiga petugas kesehatan yang meninggal dunia akibat Covid-19 di Sidoarjo. "Total yang terpapar 59 orang, dan yang meninggal dunia sudah tiga orang, dua perawat dan satu dokter," katanya.

Berdasarkan data hingga 16 Juni 2020, Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, Kohar Hari Santoso mengungkapkan, ada 175 tenaga medis di wilayah setempat yang terpapar Covid-19. "Sebanyak enam orang meninggal atau 3 persen dari total kasus, 119 orang atau 68 persen sembuh dan 50 orang atau 29 persen sisanya masih dirawat," kata Kohar di Surabaya, Selasa (16/6).

Kohar merinci, dari total tenaga medis yang terpapar, 45 orang di antaranya bertugas di Surabaya. Kemudian 19 tenaga medis di Kabupaten Lamongan, 12 di Kabupaten Pasuruan, 12 di Sidoarjo, 8 di Kabupaten Tulungagung, 8 di Kota Malang, dan 6 di Kabupaten Probolinggo.

Selanjutnya, lima tenaga medis terpapr di Kabupaten Gresik, lima di Lumajang, lima di Tuban, empat di Kabupaten Malang, empat di Ponorogo, dan empat di Kota Probolinggo. Kemudian tiga tenaga medis masing-masing di Kabupaten Blitar, Jember, Bangkalan, Jombang, Kediri, Madiun, Mojokerto, Nganjuk, Pamekasan dan Kota Mojokerto.

Lalu ada dua tenaga medis yang terpapar di Kota Kediri, dua di Pasuruan, dan sisanya tenaga medis di Bojonegoro, Bondowoso, Magetan, dan Trenggalek. Kohar menegaskan, data tersebut merupakan hasil tracing yang dilakukan timnya. Mereka yang terpapar terdiri dari dokter, perawat, bidan, apoteker, admin rumah sakit, petugas laborat, cleaning service kamar, hingga sopir ambulans.

Berdasarkan data terkini, 4.628 orang terkonfirmasi positif Covid-19. Sebanyak 2.678 masih dalam perawatan, 1.595 sudah sembuh, dan 355 meninggal dunia.

Dalam pengumuman kasus Covid-19 di Tanah Air hari ini oleh Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, disebut Jatim kembali menduduki posisi dengan jumlah penambahan kasus terbanyak. Yakni sebanyak 315. Posisi Jatim disusul DKI Jakarta dengan 127 kasus, Sulawesi Selatan 111 kasus, Kalimantan Selatan 89 kasus, dan Sumatra Selatan 60 kasus.

Masih tingginya angka Covid-19 seharusnya membuat masyarakat Jatim lebih patuh pada protokol kesehatan dan tetap waspada. Pasalnya PSBB dinilai perlu dilonggarkan demi alasan ekonomi.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur Sutrisno menilai, Surabaya Raya tidak perlu menerapkan PSBB lanjutan meski kasus Covid-19 belum bisa dikendalikan. Menurutnya, yang lebih penting dari PSBB adalah mendisiplinkan masyarakat dalam menerapkan protokol pencegahan penularan Covid-19.

"Jadi menurut saya yang paling penting adalah kedisiplinan masyarakat. Walaupun ada PSBB tapi masyarakat tidak disiplin protokol kesehatan ya sama saja," kata Sutrisno dikonfirmasi Ahad (21/6).

Sutrisno melanjutkan, dari hasil evaluasi epidemiolog, kepolisian dan kalangan independen menunjukkan, tingkat kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan di Surabaya Raya masih rendah. Menurutnya, hal itu lah yang membuat kasus Covid-19 di wilayah setempat terus meningkat.

Selain pendisiplinan protokol kesehatan, Sutrisno juga meminta pemerintah daerah lebih lebih masif melakukan tes, baik rapid test maupun tes PCR (Polymerase Chain Reaction). Menurutnya, cara tersebut juga bisa menjadi solusi tepat menekan penularan Covid-19, ketimbang PSBB.

"Kuratif dan perawatannya juga harus bagus, serta tracing (penelusuran) yang efisien dan tepat. Dengan itu nanti baru bisa mengatasi angka kasus yang terus naik. Jadi bukan PSBB nya," ujarnya.

Pemerintah daerah, lanjut Sutrisno juga harus memaksimalkan peran kampung tangguh yang menurutnya akan sangat efektif untuk mengedukasi masyarakat jika digerakkan secara optimal. Menurutnya, gerakkan dari unit terkecil, mulai RT, RW, dan kampung, jika diefektifkan akan mampu memotong mata rantai penyebaran Covid-19.

"Para tokoh lokal mau berani fokus kepada warganya, mendisiplinkan warga dan melarang orang luar keluar masuk dengan bebas terutama pada jam malam dan melarang kumpul-kumpul," kata dia.

Selain itu, yang menurutnya tak kalah penting adalah pengawasan terhadap masyarakat yang sedang melakukan isolasi mandiri. "Isolasi mandiri harus betul-betul diawasi dan kalau perlu juga dibantu kebutuhan hidupnya. Kampung tangguh ini harus diutamakan untuk penerapan disiplin protokol kesehatan itu," ujarnya.

photo
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement