Selasa 16 Jun 2020 10:33 WIB

Guru Besar UGM: Ketegasan TNI/Polri Dibutuhkan Tata BUMN

Dalam perombakan, BUMN menunjuk komisaris dari anggota TNI dan Polri.

Menteri BUMN Erick Thohir.
Foto: Prayogi/Republika
Menteri BUMN Erick Thohir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembenahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus dilakukan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia. Dari perampingan jumlah, melakukan restrkturisasi, reorganisasi dan perombakkan management di perusahana plat merah.

Saat ini masyarakat tengah menyoroti penunjukkan komisaris dari anggota TNI Polri. Penunjukkan yang dilakukan oleh Kementerian BUMN disinyalir tidak sesuai dengan aturan dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI dan UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri.

Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Prof Edward Omar Sharif Hiariej, penunjukan anggota TNI Polri untuk menduduki jabatan komisaris di perusahaan BUMN tidak perlu dibesar-besarkan. Sebab anggota TNI Polri ditunjuk untuk mewakili negara.

“Memang kalau merujuk pada UU TNI dan Polri dilarang rangkap jabatan. Dalam UU itu juga dijelaskan mengenai rangkap jabatan yang diperboleh dilakukan oleh anggota TNI Polri pada jabatan sipil," kata dia.

Ia berpendapat, di perusahaan BUMN ada kepemilikian negara dan pejabat TNI Polri menduduki jabatan komisaris sebagai perwakilan negara. "Menurut saya itu tak menjadi soal. UU 34 tahun 2004 tentang TNI dan UU no 2 tahun 2002 tentang Polri, masih debatebel,” ucap Eddy.

Karena masih debatebel menurut Eddy bisa saja anggota TNI Polri menduduki jabatan komisaris di BUMN. Eddy berkata, saat ini rangkap jabatan juga dilakukan oleh pejabat sipil. Ada pejabat sipil yang saat ini memegang jabatan sebagai komisaris di perusahaan BUMN. Hingga kini rangkap jabatan di sipil juga masih tetap berlangsung.

Menurut Eddy masih bolehnya pejabat sipil menjadi komisaris di perusahaan BUMN disebabkan ada kepemilikan negara di perusahaan tersebut. “Sehingga keberadaan dia sebagai komisaris itu dianggap mewakili pemerintah. Itu bisa diberlakukan kepada anggota TNI Polri yang saat ini menjabat komisaris di perusahhaan BUMN. Kita jangan membaca UU secara leterlek saja. Tetapi harus dilihat alasannya kenapa Meneg BUMN menunjuk putra terbaik dari TNI Polri untuk menduduki jabatan tersebut. Kita harus mendengar alasan dari Meneg BUMN mengenai penunjukkan tersebut,” papar Eddy.

Jika alasan Meneg BUMN untuk memilih pejabat TNI Polri tersebut lebih banyak untungnya untuk perkembangan perusahaan BUMN, menurut Eddy polemik tersebut tak perlu dibesar-besarkan. Banyak manfaat yang bisa diambil dengan keberadaan anggota TNI Polri di perusahaan BUMN. Contohnya anggota TNI Polri selalu bekerja disiplin dan sesuai dengan garis komando.

“Mungkin Meneg BUMN melihat garis komando saat ini dibutuhkan untuk menata perusahaan plat merah. Sehingga instruksi dan arah yang diinginkan oleh negara dapat tercapai. Itu pola kerja TNI Polri yang nungkin saat ini dibutuhkan di BUMN. Memang penunjukkan tersebut akan menjadi kontervesi jika melihat UU TNI Polri,” kata Eddy.

Jika memang keberadaan anggota TNI Polri tersebut memberikan manfaat yang baik bagi perubahaan BUMN, menurut Eddy polemik tersebut segera dihentikan. Agar pembenahan BUMN yang dilakukan oleh Menteri Erick Thohir dapat berjalan dengan baik, Eddy mengusulkan agar para anggota TNI Polri yang menduduku jabatan di perusahaan BUMN dapat non aktif untuk sementara waktu.

Eddy mengakui saat ini masyarakat masih trauma tentang keberadaan TNI Polri di era Orde Baru. Namun saat ini TNI Polri kan sudah berubah. Saat ini keberadaan anggota TNI Polri sangat dibutuhkan untuk menata kembali dan menjaga perusahaan BUMN. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement