Kamis 18 Jun 2020 12:20 WIB

BPJS Kesehatan Butuh Dukungan Stakeholder Jalankan JKN-KIS

Seluruh stakeholders BPJS Kesehatan harus terkoneksi dalam sebuah sistem IT.

Rep: Laeny Sulistyawati/ Red: Hiru Muhammad
BPJS Kesehatan Kantor Cabang Bekasi memberlakukan physical distancing sebagai bentuk upaya optimalisasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk pencegahan di tengah merebaknya wabah pandemi virus Covid-19.
Foto: BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan Kantor Cabang Bekasi memberlakukan physical distancing sebagai bentuk upaya optimalisasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk pencegahan di tengah merebaknya wabah pandemi virus Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebagai pengelola program jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami banyak dinamika sepanjang hampir tujuh tahun menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Untuk memberikan pelayanan kepada lebih dari 220 juta penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan perlu dukungan dan kerja sama dengan begitu banyak pemangku kepentingan (stakeholder) yang disebut sebagai ekosistem JKN-KIS. 

"Seluruh stakeholders BPJS Kesehatan harus terkoneksi dalam sebuah sistem IT,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam web seminar bersama anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Iene Muliati dan pakar jaminan kesehatan masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Budi Hidayat, Kamis (18/6).

Fachmi menjelaskan, tata kelola dalam ekosistem JKN mencakup tiga hal besar, yakni pelayanan, keuangan, dan pemerintah. Di sisi pelayanan, terdapat fasilitas kesehatan, organisasi profesi, dan asosiasi profesi. Dari sisi keuangan, terdapat mitra perbankan, Payment Point Online Banking (PPOB), dan lembaga keuangan lainnya. Sementara, di sisi pemerintah, terdapat sejumlah kementerian/lembaga dan instansi yang memiliki andil besar dalam penyelenggaraan JKN-KIS.

Kinerja BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat juga diawasi langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan lembaga sejenis lainnya.

“Dari mulai kepesertaan, pelayanan, hingga pembayaran klaim, prosesnya berkaitan satu sama lain dan tanpa terputus melibatkan banyak stakeholder. Semua sistem yang kami kembangkan terintegrasi satu sama lain hingga akhirnya menghasilkan big data,” kata Fachmi.

Menurutnya, ekosistem Program JKN-KIS yang sehat akan tercipta apabila peran serta tugas pokok dan fungsi stakeholder sesuai dengan regulasi, serta ada komunikasi dan koordinasi yang baik dari seluruh stakeholder.

“Misalnya dari segi regulator, apakah regulasi yang dikeluarkan instansi terkait mendorong terjadinya pelayanan yang seharusnya, misalnya ada standar pelayanan yang sama dari masing-masing jenis pelayanan kedokteran. Lalu dari segi data, bagaimana ekosistem akan membuat data itu verified dan valid, serta hal-hal lainnya,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan bahwa peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam membangun ekosistem ini juga penting, antara lain meliputi pendaftaran peserta, pembayaran iuran, dan peningkatan mutu layanan. Dari BPJS Kesehatan, bagaimana membangun layanan yang memudahkan peserta dan memastikan peserta terlayani dengan baik. Yang tidak kalah penting juga yaitu kesadaran masyarakat membayar iuran karena ini pun termasuk ekosistem. "Jadi program ini bisa optimal manakala semua ekosistem bisa terbentuk dengan baik,” katanya.

Di sisi lain, tata kelola yang baik berhasil membawa BPJS Kesehatan meraih opini Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) secara berturut-turut sejak tahun 2016 sampai dengan 2019. Selain itu, BPJS Kesehatan juga memperoleh predikat sangat baik melalui assesment oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 2018.

Tak hanya itu, BPJS Kesehatan pun menjadi salah satu dari 50 instansi paling patuh 100 persen dalam hal penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2020. Fachmi juga menyebut, pihaknya secara aktif melakukan berbagai upaya deteksi dan pencegahan tindakan kecurangan (fraud), antara lain dengan membangun kerja sama dengan KPK dan Kementerian Kesehatan membentuk Tim Bersama Penanganan Kecurangan JKN sejak tahun 2017 dan mengeluarkan Peraturan BPJS Kesehatan No 7 Tahun 2016 yang mengatur tentang sistem pencegahan kecurangan.

Di samping itu, BPJS Kesehatan juga terus mengembangkan sistem teknologi informasi yang dapat mencegah dan mendeteksi berbagai indikasi potensi kecurangan, membentuk unit kerja bidang Manajemen Utilisasi dan Anti Fraud, membentuk Tim Pencegahan Kecurangan di seluruh cabang, serta mendorong Dinas Kesehatan kabupaten/kota, fasilitas kesehatan untuk membentuk tim pencegahan kecurangan.

Selain bekerja sama dengan lembaga yang concern terhadap pencegahan kecuranganan, pihaknya juga mendorong partisipasi masyarakat untuk turut mengawasi pelaksanaan Program JKN-KIS. 

"Jangan segan laporkan kepada kami apabila masyarakat mendapati temuan di lapangan yang terindikasi mengarah pada praktik kecurangan. Mari kita kawal penyelenggaraan Program JKN-KIS yang bersih,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement