Selasa 16 Jun 2020 15:03 WIB

Syarief Hasan Minta Pembahasan RUU HIP tak Dilanjutkan

Prinsip dasar Pancasila dalam RUU HIP berbeda dengan Pembukaan UUD NRI 1945.

Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan
Foto: dok istimewa
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan meminta DPR RI tidak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan mengeluarkan RUU tersebut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Sebab, ia menyatakan, RUU HIP memiliki banyak masalah di dalam muatannya.

Menurut dia, masalah yang paling mendasar dari RUU HIP adalah prinsip dasar Pancasila dalam RUU HIP yang berbeda dengan prinsip dasar yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945. "Bagaimana tidak, prinsip dasar yang disebutkan di dalam Pasal 3 RUU HIP tidak utuh dan berbeda secara tekstual dengan Pembukaan UUD NRI 1945," kata Syarief dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/6).

Baca Juga

Perbedaan itu, menurut dia, akan berpotensi menimbulkan multitafsir, kontestasi, reduksi. Bahkan, distorsi prinsip Pancasila sehingga dapat menjadi jalan masuk ideologi lain ke dalam Pancasila.

Syarief menegaskan tidak dimasukkannya TAP MPRS No. XXV tahun 1966 dalam konsideran RUU HIP ditambah banyaknya muatan yang bermasalah, multitafsir, dan terkesan tendensius telah memicu penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Kalangan yang menolak di antaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Forkom Purnawirawan TNI-Polri, dan mantan Kepala BPIP.

Politikus Partai Demokrat itu menilai prinsip pertama dalam RUU HIP hanya menyebut Ketuhanan yang akan membuka corong masuknya politeisme yang bertentangan dengan sila pertama Pancasila. "Prinsip kedua hanya menyebut Kemanusiaan yang berbeda dengan sila kedua Pancasila sebab mengabaikan keadilan dan keberadaban sehingga dapat mendistorsi Pancasila," ujarnya.

Prinsip ketiga, menurut dia, berbunyi Kesatuan yang berpotensi menghilangkan perbedaan latar belakang masyarakat yang harusnya menjadi kekayaan budaya Indonesia. Frasa itu, menurut Syarief, juga memiliki makna yang jauh berbeda dengan Persatuan Indonesia yang lebih mengakomodasi perbedaan dalam bingkai keindonesiaan.

"Prinsip keempat menyebut demokrasi yang tidak pernah ada dalam sila Pancasila dan berbeda dengan nilai musyawarah. Serta prinsip kelima yang hanya menyebut keadilan sosial yang mengabaikan kalimat bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga berpotensi multitafsir," katanya.

Syarief Hasan juga menyoroti Pasal 5 RUU HIP menyatakan bahwa sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial. Menurut dia, tentu tidak dapat dipungkiri bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan salah satu sila dari Pancasila, tetapi menyendirikan keadilan sosial sebagai sendi pokok seperti dalam ketentuan tersebut telah mereduksi makna Pancasila secara keseluruhan sebagai satu kesatuan, dan membuka peluang tafsiran Pancasila berdasarkan ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement