REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengatakan DPR harus mengkaji lebih dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). ICMI mengatakan, RUU HIP harus mempertimbangkan beragam aspek.
"Penyusunan RUU HIP harus mempeftimbangkan aspek historis, filosofis, yuridis, dan sosiologis dari pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan ideologi yang disusun para pendiri bangsa," jelas pernyataan resmi ICMI yang ditandatandangi Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie, Senin (15/6).
ICMI mengatakan, berdasarkan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, kedudukan TAP MPR berada di atas UU. Maka, Ketetapan MPRS XXV/1966 sebagai roh hierarkis, harus menjadi landasan dalam pembentukan RUU HIP.
"Materi Pancasila jangan setback kembali ke narasi 1 Juni 1945, tetap lurus sesuai konsensus yang resmi yaitu 18 Agustus 1945.
ICMI juga mengatakan RUU HIP tidak menjadikan ruang lingkup Pancasila menjadi sempit. Selain itu, menurut ICMI hal yang lebih penting daripada RUU HIP adalah amandemen terhadap UUD 45 dengan memasukkan satu klausul atau pasal tentang kewajiban tiap warga negara melindungi ideologi pancasila sebagai dasar negara.
ICMI beranggapan, perumusan RUU HIP harus disertai tingkat partisipasi publik yang lebih terbuka dengan mengikutsertakan segenap elemen masyarakat. ICMI juga meminta pembahasan RUU HIP ini ditunda karena dinilai tergesa-gesa dan menambah beban masyarakat di tengah pendemi Covid-19.
"Di tengah fokus dan konsentrasi bangsa yang terkuras ke pandemi covid-19, pembahasan RUU HIP yang tergesa-gesa akan kontra produktif, menimbulkan resistensi, dan menambah beban masyarakat. Maka, ICMI meminta DPR RI untuk menunda pembahasan RUU HIP sampai situasi kondusif," tutup ICMI.