Sabtu 13 Jun 2020 13:37 WIB

PPP Ungkap Alasan RUU HIP Dituding Ditunggangi Komunisme

Sekjen PPP nilai wajar RUU HIP dituding ditunggangi komunisme.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Arsul Sani
Foto: Republika/Mimi Kartika
Arsul Sani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuai penolakan dari berbagai pihak. Selain itu, sejumlah pihak menuding RUU HIP dikhawatiran disusupi oleh paham komunisme.

Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Asrul Sani mengatakan, adanya tudingan jika RUU HIP disusupi paham komunisme karena tidak dicantumkannya TAP MPRS No. XXV Tahun 1996. Seharusnya TAP MPRS tentang pembubaran PKI dijadikan konsideran di dalam RUU HIP.

Baca Juga

"PPP melihat bahwa adanya prasangka bahwa RUU HIP ini ditunggangi elemen-elemen berpaham komunis atau kiri adalah berawal dari sikap pengusul yang keberatan dengan dimasukkannya TAP MPRS XXV/1966 ke dalam konsideran RUU tersebut," ujar Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul, saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (13/6).

Asrul menegaskan, jika saja tidak ada keberatan maka isu ditunggangi komunisme ini tak akan berkembang. Oleh karena itu, PPP sejumlah fraksi lainnya akan memperjuangkan dengan tegas dalam pembahasan nanti, bahwa TAP MPRS XXV/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme ini harus masuk untuk meredam isu ditunggangi paham komunis tersebut.

Arsul melanjutkan, akan banyak lagi pihak yang menolak RUU HIP jika isinya seperti yang ada saat ini. Namun jika DPR RI terbuka untuk menerima masukan terutama dari berbagai ormas keagamaan terkait materi muatan UU-nya, maka penolakan itu tentu tidak akan terus menggelinding. 

Karena itulah PPP menekankan bahwa DPR RI maupun Pemerintah harus mendengar aspirasi yang berkembang Menurut Anggota Komisi III DPR RI itu, RUU HIP ini diusulkan oleh beberapa anggota Fraksi PDI Perjuangan dan tentu itu merupakan hak konstitusional masing-masing anggota DPR RI untuk mengusulkan sebuah RUU yang harus dihormati. 

"Kemudian jika ada kesan terburu-terburu juga bisa dimaklumi, karena memang sebelum diajukan kepada Baleg DPR RI, para pengusulnya tidak membuka ruang publik untuk mendapatkan respon masyarakat," ungkap Arsul.

Namun, Arsul menegaskan, bagi fraksi-fraksi lain termasuk PPP, pembahasannya tetap harus mendengarkan masukan dan aspirasi dari masyarakat luas. Bahkan, sambungnya, hal ini yang menjadi catatan dan syarat PPP beserta beberapa fraksi lainnya ketika menyetujui RUU ini untuk jadi inisiatif DPR RI. 

"PPP melihat point penting dalam ruang pembahasan adalah terbukanya aspirasi masyarakat untuk diakomodasi," ucap Arsul Sani. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement