Kamis 11 Jun 2020 18:02 WIB

Memastikan Protokol Kesehatan Bertransportasi Terpatuhi

Pemerintah termasuk diminta atur operator agar patuhi protokol kesehatan.

Petugas melakukan pemeriksaan berkas kepada calon penumpang yang akan melakukan perjalanan menggunakan armada bus di Terminal Induk Rajabasa Bandar Lampung, Lampung, Kamis (11/6/2020). Terminal Induk Rajabasa mulai melayani perjalanan rute Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dengan penerapan tatanan normal baru dan persyaratan protokol kesehatan
Foto: Antara/Ardiansyah
Petugas melakukan pemeriksaan berkas kepada calon penumpang yang akan melakukan perjalanan menggunakan armada bus di Terminal Induk Rajabasa Bandar Lampung, Lampung, Kamis (11/6/2020). Terminal Induk Rajabasa mulai melayani perjalanan rute Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dengan penerapan tatanan normal baru dan persyaratan protokol kesehatan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Antara

Pelonggaran bertransportasi di era new normal telah diatur oleh pemerintah. Menggunakan kembali transportasi publik seperti bus, kereta, kapal, atau pesawat udara akan sangat berubah pascapandemi Covid-19.

Baca Juga

Studi sebelumnya sudah membuktikan bahwa kondisi transportasi publik yang padat penumpang menyebabkan penggunanya lebih mudah terpapar penyakit seperti flu. Karena itu pemerintah dipandang harus tegas menjamin aspek kesehatan dalam transportasi publik.

Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, meminta pemerintah menanggung aspek kesehatan dalam bertransportasi. "Rapid test gratis, penyediaan hand sanitizer, face shield, agar penumpang tidak lagi terbebani,” katanya, Rabu (10/6).

 

Djoko mengatakan selama ini operator transportasi juga dibebani dengan penambahan biaya untuk menjamin kesehatan calon penumpang. Di sisi lain, pemerintah juga tidak kunjung memberikan subsidi.

“Setidaknya bus-bus di terminal itu disemprot disinfektan, seperti di Semarang, Dishub yang menyemprotkan. Kita kan tidak tahu kapan operator melakukan itu atau tidak,” katanya.

Namun, ia juga menekankan kepada masyarakat untuk patuh dan melaksanakan protokol kesehatan di masa normal baru ini. Tanpa kepatuhan akan sulit bisa menekan angka kasus positif Covid-19.

Tak hanya menekankan aspek kesehatan, Joko menyarankan kepada pemerintah untuk mengatur pola kegiatan terutama yang berkaitan dengan transportasi perkotaan. Caranya, dengan mengatur pola kerja kerja dari rumah atau work from home (WFH) dan work from office (WFO) dapat dipadukan, penjadwalan jam kerja, atau menambah kapasitas bus antar jemput di kementerian, lembaga pemerintah dan BUMN dapat dilakukan.

“Menyediakan angkutan bagi karyawan/pegawai bekerja sama dengan perusahaan transportasi umum dapat membantu bisnis perusahaan transportasi umum yang sedang alami menuju titik nadir bisnisnya,” katanya.

Dia menambahkan yang rasional sebenarnya adalah agar bagaimana aktivitas atau kegiatan publik pada masa normal baru dapat dikendalikan intensitasnya tidak sama seperti pada massa sebelum pandemi. “Hal ini sebenarnya yang menjadi substansi utama dari Keputusan Menteri Kesehatan terkait pedoman untuk masa new normal. Namun seberapa paham dan konsisten publik terhadap ketentuan ini?” ujarnya.

Epidemiolog UGM, Riris Andono Ahmad, mengatakan selalu ada risiko dari pelonggaran aturan terkait Covid-19. Terutama bila melihat pada faktor sulitnya pengendalian.

Ia melihat, selama masa pandemi ini media penularan banyak terjadi di pasar, pertokoan, pusat keramaian dan transportasi. Sehingga, sangat berisiko bila dilonggarkan dan masyarakat tidak disiplin menerapkan pencegahan penularan.

Dari laporan jumlah Gugus Covid Nasional, Riris menuturkan, angka PDP dan ODP secara keseluruhan memang bertambah dari hari ke hari. Tapi, beberapa daerah saat ini mengalami kecenderungan penurunan penularan Covid-19.

Meski begitu, banyak pula daerah-daerah yang justru mengalami sebaliknya karena jumlahnya semakin bertambah. Ia berpendapat, kondisi seperti ini tergantung wilayah-wilayah di Indonesia.

"Ada yang mulai turun, ada yang belum," ujar Riris.

Riris menekankan, bila pemerintah berencana terapkan new normal, pelaksanaan protokol kesehatan ketat di lapangan sangat diperlukan. Sebab, masyarakat belum sepenuhnya patuh dan mau mengikuti prosedur kesehatan pencegahan. Mulai dari menjaga jarak lewat, menggunakan masker dan sering mencuci tangan bila memegang sesuatu.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE 11 Tahun 2020 Tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Transportasi Darat Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Untuk Mencegah Penyebaran Covid-19 sebagai pedoman berkendara bagi masyarkat di era normal baru. SE 11 Tahun 2020 itu merupakan turunan dari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

“Dengan adanya PM 41/2020 tersebut, maka untuk mengatur penyelenggaraan transportasi darat pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru ini, diterbitkan SE Nomor 11/2020 yang akan membahas lebih detil mengenai pedoman dan petunjuk teknis penyelenggaraan transportasi darat. Dalam SE Nomor 11/2020 ini diharapkan dapat membantu pemangku kepentingan dan petugas untuk melindungi pengguna jasa dalam memcegah penyebaran Covid-19,” jelas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (11/6).

Ia menjelaskan bahwa dalam SE 11/2020 tersebut berlaku bagi sarana dan prasarana bidang lalu lintas dan angkutan jalan, serta sarana dan prasarana bidang transportasi sungai, danau, dan penyeberangan.

“Sesuai dengan arahan Pak Menhub bahwa dalam masa sekarang ini maka aktivitas ekonomi masyarakat mulai kembali berjalan dan memungkinkan akan terjadi peningkatan perjalanan orang dengan transportasi. Maka melalui SE 11/2020 ini diharapkan baik operator maupun masyarakat dapat menaatinya agar tetap aman, nyaman, selamat, dan juga memenuhi protokol kesehatan,” katanya.

Dalam SE 11/2020 tersebut dituliskan bahwa khusus untuk Perusahaan Angkutan Umum diwajibkan untuk mensterilisasi sarana transportasi melalui penyemprotan disinfektan paling sedikit 1 kali sehari; menjual tiket secara daring (online) atau transaksi non tunai; menurunkan penumpang pada tempat yang telah ditentukan; memastikan penumpang dan awak kendaraan bermotor umum dinyatakan sehat oleh instansi kesehatan atau dokter yang berwenang (Rapid Test).

Kemudian, memastikan awak kendaraan bermotor umum dilengkapi dengan masker, sarung tangan, jaket lengan panjang, hand sanitizer; memastikan penumpang mematuhi protokol kesehatan dan menggunakan masker; memastikan penumpang dinyatakan sehat diperbolehkan masuk ke dalam kendaraan; memastikan penerapan jaga jarak fisik; dan menghimbau kepada penumpang untuk tidak berbicara selama perjalanan dengan kendaraan bermotor umum.

“Sementara untuk penumpang angkutan umum diimbau untuk tidak melakukan perjalanan jika dalam kondisi tidak sehat, juga menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker dan mencuci tangan atau setidaknya pakai hand sanitizer. Dalam SE tersebut juga kami minta penumpang untuk menerapkan jaga jarak selama perjalanan dengan kendaraan bermotor umum,” katanya.

Untuk kendaraan bermotor perseorangan, bagi pengguna mobil dianjurkan untuk menyemprot disinfektan pada bagian luar dan interior kendaraan.

Penumpang yang akan bepergian harus dalam kondisi sehat dan telah mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer serta tetap menerapkan jaga jarak fisik dan memakai masker.

“Jika mobil digunakan bersama dengan orang lain yang berasal dari zona merah dan oranye maka maksimum kapasitasnya 50 persen. Sementara jika berasal dari zona kuning dan hijau, maksimal kapasitasnya 75 persen. Kapasitas 100 persen diizinkan bila mobil akan digunakan berasal dari rumah yang sama,” tambah Dirjen Budi.

Sementara bagi pengguna sepeda motor pribadi, harus melakukan penyemprotan disinfektan di sepeda motor dan mencuci tangan dengan hand sanitizer/sabun. Sepeda motor dapat membawa penumpang bila berasal dari rumah yang sama namun sepeda motor hanya dapat digunakan untuk satu orang dan tidak boleh membawa penumpang dari luar rumah jika untuk di zona merah dan zona oranye.

Jika untuk zona kuning dan zona hijau maka sepeda motor dapat membawa penumpang yang berasal dari rumah yang berbeda. Sedangkan ketentuan untuk ojek daring atau yang dalam SE 11/2020 disebut sebagai Sepeda Motor Dengan Aplikasi Berbasis Teknologi Informasi diimbau bagi Perusahaan Aplikasi agar menyediakan pos kesehatan di beberapa tempat dengan menyediakan disinfektan, hand sanitizer, dan pengukur suhu.

“Dalam aturan ini juga kami minta Perusahaan Aplikasi untuk menyediakan penyekat antara penumpang dan pengemudi serta menyediakan tutup kepala (haircap) jika helm dari pengemudi. Meskipun demikian, penumpang disarankan membawa helm sendiri serta tetap melaksanakan protokol kesehatan lainnya. Untuk pengemudi harus menggunakan masker, sarung tangan, jaket lengan panjang, dan hand sanitizer,” katanya.

Sementara itu untuk pengujian kendaraan bermotor, Pemeriksaan Fisik Rancang Bangun Kendaraan Bermotor, Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), Terminal, dan Fasilitas Pendukung dan Integrasi Moda secara umum petugas wajib menerapkan physical distancing serta menyediakan peralatan kesehatan seperti thermal gun yang digunakan untuk mengecek suhu tubuh petugas maupun pengunjung serta menjaga kebersihan hand sanitizer atau sabun cuci tangan.

“Untuk menjamin kesehatan di prasarana. Misalnya untuk petugas kami minta selain menggunakan masker, face shield dan sarung tangan juga harus dikenakan bila berhubungan langsung dengan masyarakat. Untuk di terminal bus pun pembelian tiket dianjurkan secara online,” kata Dirjen Budi.

photo
Protokol Kesehatan - (Republika/Kurnia Fakhrini)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement