Rabu 10 Jun 2020 12:13 WIB

Klaim Fadjroel dan Fakta 1.043 Kasus Baru Covid di Indonesia

Kasus baru positif Covid-19 pada Selasa menembus rekor di atas 1.000 kasus per hari.

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Puti Almas

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman pada Senin (8/6) mengeluarkan pernyataan bahwa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19. Menurut Fadjoel, pemerintah juga mampu menciptakan keamanan, baik di bidang kesehatan, sosial, maupun ekonomi, di tengah pandemi.

Baca Juga

Fadjroel mengatakan, keberhasilan kepemimpinan Jokowi ini dibuktikan melalui kinerja tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. "Hal ini menunjukkan bahwa sistem responsif pandemi yang dibangun Presiden Joko Widodo benar-benar bekerja dalam menciptakan keamanan dalam dimensi kesehatan, sosial, dan ekonomi," kata Fadjroel dikutip dari siaran pers yang diterima, Senin (8/6).

Fadjroel menjelaskan, dalam situasi pandemi Covid-19, Presiden Jokowi berupaya membangun sistem responsif terhadap pandemi. Salah satu yang dibentuk dari sistem responsif ini adalah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid.

"Presiden membentuk sistem pengorganisasian Gugas Covid-19 yang melibatkan BNPB, seluruh kementerian/lembaga, Polri, TNI, dan pemerintahan daerah," ujarnya.

Ia juga menyebut, keberhasilan kepemimpinan Jokowi terlihat dari hasil survei yang dikeluarkan oleh Indikator. Berdasarkan survei tersebut, keberhasilan kepemimpinan Jokowi ini juga dilihat dari tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja tim gugus tugas yang menunjukkan tingkat responden sangat puas dan cukup puas sebanyak 63,7 persen.

Ia menyampaikan, Presiden Jokowi menghargai kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahannya. Hal ini akan menjadi modal bagi Jokowi dalam bekerja. Selain itu, Jokowi menyampaikan apresiasinya terhadap sikap gotong royong kemanusiaan yang dilakukan oleh masyarakat selama pandemi.

Benarkah klaim yang diutarakan Fadjroel soal keberhasilan kepemimpinan Jokowi mengendalikan penyebaran Covid-19? Sehari setelah pernyataan Fadjroel itu, penambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia justru memecahkan rekor baru.

Sejak Senin (8/6) sampai Selasa (9/6) tercatat ada penambahan kasus baru sebanyak 1.043 orang. Angka ini menjadi yang tertinggi sejak kasus Covid-19 di Tanah Air dirilis pertama kali pada awal Maret lalu. Rekor tertinggi sebelumnya tercatat pada 6 Juni lalu, dengan penambahan kasus baru sebanyak 993 orang.

Dengan penambahan itu, total kasus positif Covid-19 sampai saat ini tercatat sebanyak 33.076 orang. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan, penularan Covid-19 masih terjadi di masyarakat.

"Ini gambaran bahwa penularan masih terjadi. Di tengah masyarakat masih ada positif Covid-19 tanpa gejala yang menjadi sumber penularan," kata Yuri, Selasa (9/6).

DKI Jakarta kembali menjadi provinsi dengan penyumbang penambahan kasus tertinggi di Indonesia dengan 232 kasus. Ibu Kota diikuti Jawa Timur dengan 220 kasus baru, Sulawesi Selatan dengan 180 kasus baru, Kalimantan Selatan dengan 91 kasus baru, dan provinsi lain dengan angka kasus baru yang lebih rendah.

Yuri menambahkan, penambahan kasus yang kembali tinggi ini disebabkan perilaku masyarakat yang belum menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Celah itu membuat virus corona kembali menginfeksi orang-orang yang beraktivitas.

"Masih ada perilaku masyrakat yang rentan tertular sehingga menjadi tertular. Ini menjadi catatan kita yang sama-sama bisa kita atasi. Kami mohon untuk tetap ikuti informasi yang benar," katanya.

Selain penambahan kasus positif, ada juga penambahan kasus sembuh sebanyak 510 hingga kemarin sehingga jumlah pasien sembuh sebanyak 11.414 orang. Selain itu, terdapat penambahan pasien meninggal dunia sebanyak 40 orang sehingga totalnya 1.923 pasien Covid-19 meninggal dunia.

Sisi positifnya, Yurianto menjelaskan, ada 17 provinsi di Indonesia yang mencatatkan penambahan kasus baru Covid-19 kurang dari 10 orang dalam 24 jam terakhir. Bahkan, ada tujuh provinsi dengan penambahan nol kasus baru.

Perinciannya, tujuh provinsi yang tidak ada kasus baru Covid-19 adalah Aceh, Bengkulu, Jambi, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, provinsi lain dengan penambahan kasus antara 1 dan 10 orang adalah DI Yogyakarta dengan 2 kasus baru, Kalimantan Utara dengan 1 kasus baru, Nusa Tenggara Barat dengan 8 kasus baru, Sulawei Tenggara dengan 4 kasus baru, Lampung dengan 3 kasus baru, Riau dengan 2 kasus baru, Maluku Utara dengan 4 kasus baru, Maluku dengan 8 kasus baru, Papua Barat dengan 4 kasus baru, dan Gorontalo dengan 5 kasus baru.

"Dengan penambahan kasus sembuh seperti Jawa Timur dengan 220 kasus baru dan 85 sembuh. Sulawesi Selatan 180 kasus dan 31 sembuh. Kalimantan Selatan melaporkan 91 kasus baru dan 1 sembuh. Sulawesi Utara 41 kasus baru dan nol sembuh," kata Yuri.

 

Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menganalisis lonjakan kasus positif Covid-19 menjadi 1.043 kasus per Selasa (9/6) atas beberapa kemungkinan. Menurut Wakil Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi, kasus positif Covid-19 menembus rekor di atas 1.000 kasus per hari ini bukan karena kebijakan tatanan kehidupan kenormalan baru (new normal).

"Karena masa inkubasi (infeksi Covid-19) kan butuh waktu selama dua pekan, sedangkan new normal kan baru berlaku kemarin. Itu ada faktor-faktor seperti kemampuan pengujian yang ditambah, penambahan jumlah spesimen yang diperiksa, atau efek Lebaran dan arus balik," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (9/6).

Karena itu, ia meminta pemerintah memperhatikan hal ini dan melakukan surveilans tracing contact peningkatan kasus-kasus positif Covid-19 terjadi di wilayah-wilayah mana saja. Ia menambahkan, kalau peningkatan kasus terjadi di wilayah masyarakat yang baru balik dari kampung halaman, misalnya Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), berarti ada efek dari Lebaran atau arus balik dan selepas Lebaran karena masih adanya masyarakat bersilaturahim di tempat mudik.

"Yang jelas sebulan pasca-Lebaran dan arus balik perlu ada antisipasi," katanya.

Ia juga menganalisis potensi kemungkinan terjadinya kenaikan kasus Covid-19 saat kebijakan new normal berlaku. Ia menilai peningkatan kasus ini baru bisa dilihat dalam dua pekan mendatang. Karena itu, ia menyarankan pemerintah melakukan evaluasi setiap dua pekan.

"(New normal) ini harus dievaluasi lebih ketat dan protokol kesehatan harus diterapkan lebih tegas karena bukan tidak mungkin kasus positif bisa  meningkat," katanya.

Jika memang terjadi lonjakan kasus ke depannya, dia menyarankan pemerintah kembali memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pada Selasa (9/6), Pemerintah Indonesia kembali mengumumkan adanya penambahan kasus baru Covid-19.

Sebuah survei dan penelitian yang dilakukan Deep Knowledge Group, sebuah konsorsium perusahaan dan organisasi nirlaba yang dimiliki oleh Deep Knowledge Ventures, perusahaan investasi yang didirikan pada 2014 di Hong Kong, melaporkan 100 negara yang dianggap paling aman di dunia dari infeksi Covid-19. Dalam daftar tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-97.

Dilansir Forbes, Swiss menjadi negara yang dianggap paling aman dari Covid-19 di dunia untuk saat ini, dengan menempati urutan pertama. Sementara itu, Sudan Selatan menjadi negara paling berbahaya, dengan risiko penularan wabah penyakit baru ini yang sangat tinggi.

Laporan didasarkan pada 130 parameter kuantitatif dan kualitatif. Selain itu, terdaoat lebih dari 11.400 titik data dalam kategori seperti efisiensi karantina, pemantauan dan deteksi, kesiapan kesehatan, serta efisiensi pemerintah negara masing-masing. Satu hal yang menarik ditemukan adalah perubahan signifikan dalam peringkat keamanan selama bulan-bulan pandemi.

Awalnya, negara-negara yang bisa bereaksi cepat terhadap krisis dan memiliki tingkat kesiapsiagaan darurat yang tinggi menempati peringkat teratas dalam daftar teraman. Namun, saat ini negara-negara dengan ekonomi tangguh berada di peringkat yang lebih tinggi.

 

"Swiss dan Jerman mencapai posisi 1 dan 2 dalam studi kasus terbaru ini secara khusus karena ketahanan ekonomi mereka serta karena cara hati-hati, di mana mereka berusaha untuk melonggarkan pembatasan dan mandat pembekuan ekonomi dalam sebuah fakta dan berbasis ilmu pengetahuan, tanpa mengorbankan kesehatan dan keselamatan masyarakat," kata laporan dalam penelitian dari Deep Knowledge Group.

photo
Presiden Joko Widodo dan New Normal (Ilustrasi) - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement