Selasa 09 Jun 2020 16:54 WIB

Pengamat: Penerapan New Normal Cegah Bencana Selanjutnya

Pada new normal, salah satu sektor yang harus dihidupkan kembali adalah perekonomian.

Pengendara melintasi mural new normal di Jalan T.B Simatupang, Jakarta. Penerapan normal baru harus segera dilakukan untuk mencegah bencana selanjutnya yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara melintasi mural new normal di Jalan T.B Simatupang, Jakarta. Penerapan normal baru harus segera dilakukan untuk mencegah bencana selanjutnya yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pengamat Sosiologi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Nurhadi mengatakan penerapan normal baru harus segera dilakukan untuk mencegah bencana selanjutnya yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Dalam studi kebencanaan, situasi normal baru dapat diistilahkan sebagai pemulihan kembali. 

"Jadi setelah terjadi bencana masyarakat harus kembali memulihkan kondisi kehidupannya," katanya di Solo, Selasa (9/6).

Baca Juga

Ia mengatakan salah satu sektor yang harus dihidupkan kembali adalah perekonomian mengingat sektor ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, diharapkan tidak timbul permasalahan lain seperti kemiskinan.

Penerapan normal baru ini harus didasarkan pada studi masyarakat sehingga tidak hanya berpatokan pada data kuantitatif. Apalagi, dikatakannya, setiap daerah memiliki kondisi yang berbeda.

"Ada daerah yang mengalami kondisi sangat buruk tetapi daerah lain bisa jadi cenderung membaik. Oleh karena itu, pentingnya asesmen secara mendalam terhadap kondisi pada tingkat lokal mulai dari unit terkecil, yaitu rukun tetangga," katanya.

Menurut dia, asesmen sangat penting karena kesiapan menghadapi normal baru bukan hanya menyangkut kesiapan kawasan tetapi juga kesiapan masyarakat secara sosiologis. "Kita hanya mengandalkan data yang bersifat kuantitatif, misal di suatu daerah kurvanya menurun kemudian disiapkan untuk normal baru. Padahal belum dilakukan asesmen mendalam terhadap ada atau tidaknya perubahan perilaku masyarakat yang adaptif dengan pandemi," katanya.

Sementara itu, dia mengatakan, normal baru akan mudah diterapkan jika ada perubahan perilaku yang signifikan di kalangan masyarakat. "Mulai dari kebiasaan mencuci tangan, menggunakan masker saat bepergian, mengurangi kerumunan, dan rajin berolahraga. Selain itu, juga harus ditinjau dari segi fasilitas yang tersedia di tempat-tempat umum seperti sekolah, tempat industri, maupun pusat perbelanjaan," katanya.

Menurut dia, jika normal baru diterapkan tanpa dibarengi dengan perubahan perilaku dikhawatirkan justru berdampak pada pandemi gelombang kedua, ketiga, dan seterusnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement