Senin 08 Jun 2020 10:34 WIB

Di Balik Alasan Risma Usulkan Penghentian PSBB Surabaya

Surabaya janji memperketat protokol kesehatan jika PSBB dihentikan.

Rambu Jogo Jarak terpasang di halte bus di Jalan Panglima Sudirman, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (6/6/2020). Pemerintah Kota Surabaya memasang rambu-rambu bertuliskan Wajib Pakai Masker dan Jaga Jarak itu di sejumlah ruas jalan dan tempat kumpul warga untuk meningkatkan kesadaran warga mematuhi protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.
Foto: Antara/Didik Suhartono
Rambu Jogo Jarak terpasang di halte bus di Jalan Panglima Sudirman, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (6/6/2020). Pemerintah Kota Surabaya memasang rambu-rambu bertuliskan Wajib Pakai Masker dan Jaga Jarak itu di sejumlah ruas jalan dan tempat kumpul warga untuk meningkatkan kesadaran warga mematuhi protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Antara

Kepala BPB dan Linmas Kota Surabaya, Irvan Widyanto, menegaskan tetap mengusulkan tidak memperpanjang penerapan pembatasan sosial berskala sosial (PSBB) di Surabaya. Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya tersebut menyatakan, usulan tersebut telah disampaikan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pada rapat evaluasi PSBB Surabaya Raya jilid III, yang berlangsung di Grahadi pada Ahad (7/6) malam hingga Senin (8/6) dini hari.

Baca Juga

"Yang jelas tadi sudah kami sampaikan amanat dari Bu Wali Kota (Risma) bahwa jelas Ibu Wali mengusulkan dan mengajukan permohonan kepada Bu Gubernur (Khofifah) agar PSBB ini tidak diperpanjang lagi," kata Irvan, Senin (8/6).

Irvan mengatakan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengusulkan untuk menyudahi PSBB bukan tanpa alasan. Menurut dia, Risma telah menyiapkan antisipasi penyebaran Covid-19 meski PSBB dihentikan, yaitu berupa protokol kesehatan yang lebih ketat di semua lini dan semua aspek kehidupan.

Irvan mengatakan, meski nantinya PSBB Surabaya Raya tidak berlanjut, pos pemeriksaan atau check point di perbatasan-perbatasan akan tetap dioperasikan. Pasalnya, menurut dia, hal itu merupakan salah satu rekomendasi WHO untuk menjamin tidak adanya transmisi Covid-19, baik dari luar daerah maupun lokal.

"Dan juga seperti yang disampaikan oleh Pak Kapolrestabes (Surabaya) bahwa ketika kita sudah bisa mengamankan ini, tapi kita juga harus menjaga supaya tidak ada transmisi dari luar, terutama lokal," ujar Irvan.

Ditanya mengenai persiapan menyambut era kenormalan baru (new normal), Irvan mengaku, Risma sudah memerintahkan seluruh kepala OPD untuk membuat forum diskusi dengan mengundang praktisi, pakar, dan akademisi, terutama dari aspek kesehatan. Tidak menutup kemungkinan, menurut Irvan, hasil diskusi tersebut nantinya akan dituangkan menjadi perwali sebagai acuan penerapan new normal di Kota Pahlawan.

Irvan menambahkan, Risma juga telah berkoordinasi dengan Kapolrestabes Surabaya dan jajaran Forkopimda terkait penerapan era kenormalan baru. Irvan mengaku, semu pihak berkomitmen membantu Pemkot Surabaya memperketat penerapan protokol kesehatan di masyarakat, utamanya ketika memasuki era new normal.

"Makanya nanti akan ada penajaman dalam penerapan protokol kesehatan. Salah satunya dengan sosialisasi yang lebih masif dan diikat dengan Perwali sehingga mengikat kepada semua orang dan memiliki sanksi. Jadi, nanti akan ada sanksi," kata dia.

Kemarin Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan alasan PSBB tak lagi diperpanjang. Salah satunya karena faktor ekonomi.

Jika PSBB diperpanjang, Risma khawatir akan berdampak buruk ke sektor perhotelan, restoran, mal, hingga pertokoan, yang juga bisa berdampak buruk pada karyawannya. Risma tak ingin warganya tersebut kehilangan mata pencahariannya karena berhenti bekerja lebih lama.

"Karena ini ada permasalahan, masalah ekonomi dan sebagainya, mereka harus bisa nyari makan. Saya khawatir hotel, restoran, kalau tidak bisa mulai dihidupkan kan mereka nanti pegawainya diberhentikan dan sebagainya. Kan karena tidak mungkin membayar orang terus dalam posisi menganggur dan mereka tidak punya pemasukan," ujar Risma.

Risma menegaskan, meski nantinya PSBB di Surabaya tak diperpanjang, bukan berarti ada pelonggaran protokol kesehatan. Dia menegaskan, masyarakat tetap harus menjalankan protokol kesehatan. Risma bahkan mengaku tengah menyusun protokol lanjutan. Ia berharap nantinya masyarakat bisa disiplin mematuhinnya.

"Terus terang protokolnya saya detailkan, lebih kita detailkan. Nantinya kalau misalnya itu dilonggarkan, PSBB dicabut, protokolnya justru lebih ketat karena supaya kita disiplin karena kita belum bebas 100 persen," kata Risma.

Protokol tersebut, menurut dia, akan mengatur segala hal yang harus dijalani masyarakat ketika berkunjung atau beraktivitas di restoran, warung, atau di tempat-tempat umum lainnya, misalnya soal mekanisme transaksi menggunakan uang tunai. Risma mengatakan, hal itu akan diatur dengan ketat demi meminimalisasi penularan Covid-19.

"Jadi, artinya kita harus lakukan protokol yang ketat, mulai nanti bagaimana di restoran, di warung. Bahkan, kita juga atur pembayarannya, cara membayar menggunakan uang, itu cara menerimanya bagaimana," kata Risma.

Tadi malam, Pemprov Jawa Timur (Jatim) memanggil Pemkot Surabaya, Pemkab Sidoarjo, serta Pemkab Gresik untuk mengevaluasi penerapan PSBB Surabaya Raya jilid ketiga. Pada rapat tersebut, Kabupaten Gresik diwakili langsung oleh Bupati Gresik Sambari Halim Radianto. Kabupaten Sidoarjo diwakili langsung oleh Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifudin. Hanya Pemkot Surabaya yang mewakilkan rapat evaluasi tersebut kepada Kepala BPB Linmas, Irvan Widyanto.

Sekdaprov Jatim, yang juga dipercaya menjadi koordinator PSBB Jatim, Heru Tjahjono, mengatakan, rapat yang figelar hanya dimaksudkan untuk mendengarkan apa yang diinginkan kabupaten maupun kota terkait kelanjutan PSBB Surabaya Raya, tentunya dengan mempertimbangkan hal-hal secara epidemiologi dan sosiologi. Artinya, belum ada keputusan apakah PSBB diperpanjang atau disudahi.

"Keputusan tidak berlanjutnya atau berlanjutnya PSBB akan disampaikan siang, yang dimediatori oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bersama Forkopimda Provinsi Jatim," ujar Heru, Senin (8/6).

Namun demikian, Heru mengatakan, keputusan diperpanjang atau tidaknya PSBB Surabaya Raya semuanya dikembalikan kepada kabupaten maupun kota yang bersangkutan. Ketiga pemerintah daerah pun diminta menyiapkan perbup dan perwali terkait keputusan apakah PSBB Surabaya Raya akan diperpanjang atau tidak.

"Jadi, Gubernur sebagai mediator, memediasi. Keputusan akan diambil oleh kabupaten dan kota. Mereka juga harus sudah membawa peraturan wali kota maupun peraturan bupati untuk mendasari berlanjut atau tidaknya PSBB tersebut dalam rangka mengambil langkah dan tindakan di lapangan," ujar Heru.

Jika dilihat dari usulan yang disampaikan perwakilan tiga daerah pada rapat evaluasi, kemungkinan PSBB Surabaya Raya tidak diperpanjang. Pasalnya, ketiga daerah sama-sama menginginkan PSBB Surabaya Raya disudahi. Jika keputusan tersebut yang diambil, menurut Heru, akan ada masa transisi dari PSBB ke era kenormalan baru atau new normal.

"Tadi sudah disampaikan kalau new normal itu ada masa transisi. Seperti yang disampaikan oleh dr Windhu (ketua tim epidemologi), salah satunya adalah bisa mengontrol perkembangan Covif-19 hingga 50 atau 30 persen serta kesiapan fasilitas kesehatan (harus mencukupi)," ujar Heru.

Bupati Gresik Sambari Halim Radianto setelah memaparkan evaluasi penerapan PSBB tahap I hingga III di wilayahnya mengemukakan usul untuk mengakhiri pelaksanaan kebijakan tersebut. "Kami juga komitmen untuk meningkatkan protokol kesehatan. Meski tidak ada PSBB, tapi tetap ada aturan yang akan kami terapkan demi memutus mata rantai Covid-19," kata Sambari.

Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifudin setelah memaparkan hasil evaluasi pelaksanaan PSBB di wilayahnya juga mengusulkan penghentian pelaksanaan kebijakan tersebut. "Kami memiliki rekomendasi kebijakan pasca-PSBB tahap III di wilayah Kabupaten Sidoarjo, yaitu usulan pencabutan PSBB, kemudian menerapkan masa transisi new normal (normal baru)," katanya.

Pejabat yang biasa disapa Cak Nur itu mengatakan, meski menginginkan penghentian PSBB, pemerintah daerah tidak akan melonggarkan penerapan protokol pencegahan Covid-19 serta upaya-upaya untuk menanggulangi penularan penyakit tersebut.

Di Jatim berdasarkan data kemarin, Ahad (7/6), terdapat tambahan 105 pasien positif Covid-19. Total pasien positif Covid-19 di wilayah setempat mencapai 5.940 orang dengan 3.875 orang atau 65,25 persen di antaranya masih menjalani perawatan.

"Ada tambahan yang positif baru ada 105 orang sehingga total yang terkonfirmasi positif di Jawa Timur ada 5.940 orang," ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawangsa.

Tambahan pasien positif Covid-19 yang masih tinggi tersebut diimbangi tingginya angka kesembuhan. Kemarin ada tambahan 90 pasien positif Covid-19 yang terkonversi negatif atau sembuh sehingga total pasien sembuh di Jatim sebanyak 1.449 orang atau setara 25,24 persen dari total kasus.

"(Sebanyak) 1.499 pasien positif Covid-19 di jawa timur yang sudah dinyatakam sembuh. Setara dengan 25,24 persen. Hari ini tambahan yang sembuh ada 90 orang," ujar Khofifah, Ahad (7/6).

Khofifah juga mengungkapkan adanya tambahan 19 pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia sehingga total pasien positif Covid-19 yang meninggal di Jatim sebanyak 502 orang atau setara 8,49 persen dari total kasus. Perinciannya, 11 pasien dari Surabaya, 3 pasien dari Bangkalan, dan satu pasien masing-masing dari Kabupaten Pasuruan, Pamekasan, Sidoarjo, Kabupaten Malang, dan Jombang.

Kemudian, PDP bertambah menjadi 7.343 orang. Yang saat ini masih diawasi sebanyak 3.437 pasien atau setara 46,81 persen dari total PDP. Jumlah orang dalam pemantauan atau ODP kini sebanyak 25.516 orang, sementara yang masih dalam pantauan sebanyak 3.956 orang atau 15,50 persen dari total ODP.

photo
New Normal di Tempat Makan - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement