REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA--Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kalimantan Tengah Suhaemi menilai rancangan Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi menimbulkan masalah jika diterapkan di wilayah setempat. Saat ini Omnibus Law Cipta Kerja sedang dibahas antara pemerintah dengan DPR.
Suhaemi menambahkan, potensi masalah itu karena dari luas keseluruhan wilayah Kalteng, sekitar 70 persen masuk dalam kawasan hutan. "Bukan hanya dapat menimbulkan masalah jika diterapkan di Kalteng, tapi kami melihat RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu juga dapat merugikan masyarakat," kata dia, saat mengikuti reses Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang melalui daring, Kamis (4/6).
Kerugian bagi masyarakat itu bisa dilihat dari, tidak ada lagi kewajiban perusahaan perkebunan menyediakan kebun seluas 20 persen dari luas lahan yang diusahakan untuk diberikan kepada masyarakat. "Kami melihat, kalimatnya sekarang ini perusahaan hanya wajib memfasilitasi perkebunan masyarakat. Kalimat ini sebenarnya berisiko," kata Suhaemi.
Keberadaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu juga membuat seluruh pemberian izin menjadi kewenangan pemerintah pusat. Bahkan, sektor pertambangan dan perkebunan yang selama ini ditangani pemerintah daerah, diambil alih oleh pemerintah pusat.
Dia mengatakan dalam reses Ketua Komite I DPD RI ini, apabila diperkenankan, ingin menyampaikan saran kepada pemerintah pusat terkait perizinan. Di mana perlu dibuat aplikasi perizinan berbasis elektronik.
"Aplikasi itu terintegrasi dari tingkat pusat dan provinsi hingga kabupaten/kota se-Indonesia. Ini beberapa pandangan dan saran kami terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja," tutur Suhaemi.