Kamis 04 Jun 2020 17:40 WIB

Mengejar Target 30 Ribu Uji Spesimen PCR Tiap Hari

Kemampuan uji spesimen PCR Indonesia tergolong rendah di dunia.

Warga mengikuti test swab COVID-19 menggunakan mobil tes polymerase chain reaction (PCR) atau Mobile Combat COVID-19 di RSUD Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (28/5/2020). Swab test dengan Mobil tes polymerase chain reaction (PCR) atau Mobile Combat COVID-19 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 tersebut bertujuan untuk mempercepat pengujian secara lebih masif dan spesimen swab di lapangan.
Foto: Antara/Umarul Faruq
Warga mengikuti test swab COVID-19 menggunakan mobil tes polymerase chain reaction (PCR) atau Mobile Combat COVID-19 di RSUD Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (28/5/2020). Swab test dengan Mobil tes polymerase chain reaction (PCR) atau Mobile Combat COVID-19 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 tersebut bertujuan untuk mempercepat pengujian secara lebih masif dan spesimen swab di lapangan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Kemampuan menguji spesimen menjadi elemen penting dalam penanganan virus corona jenis baru atau Covid-19. Menuju pemberlakuan new normal, Indonesia juga terus berusaha meningkatkan kemampuan uji spesimennya. Pasalnya, semakin mampu Indonesia melakukan uji spesimen dalam jumlah besar, maka akan makin cepat penanganannya.

Baca Juga

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah menargetkan uji spesimen Covid-19 dapat meningkat. Target pemerintah adalah mencapai 30 ribu tes per hari dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

"Presiden meminta agar ada peningkatan target, yaitu menjadi 20 ribu per hari, bahkan dengan peralatan yang sekarang jumlahnya 120 unit di seluruh Indonesia, mestinya bisa mencapai 30 ribu (tes), tapi nanti kami dan Ketua Gugus Tugas serta Kemenkes akan mempercepat 20 ribu dan bergerak untuk mencapai 30 ribu seperti hitungan Presiden," kata Muhadjir di kantornya di Jakarta, Kamis (4/6).

Muhadjir menyampaikan hal tersebut seusai mengikut rapat terbatas (ratas) dengan tema "Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19" melalui "video conference" yang dipimpin Presiden Jokowi. Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan untuk mendukungnya diperlukan 'tracing' masif dengan mengerahkan sukarelawan, terutama mahasiswa S2 dari jurusan Biologi

Menurut Muhadjir, Presiden Jokowi setuju untuk melakukan rekrutmen sukarelawan besar-besaran agar ada kerja bergantian dengan pemberian pelatihan sebelumnya. "Targetnya yang paling maksimal atau yang betul-betul bisa memenuhi standar WHO ya 30 ribu, karena perhitungan rasio jumlah penduduk dan yang dites itu sekitar 30 ribu," ungkap Muhadjir.

Sukarelawan tersebut rencananya terdiri dari mahasiswa semester akhir jurusan Kebidanan, Keperawatan, Kesehatan Masyarakat untuk melakukan pelacakan. Sedangkan untuk melakukan tes masif relawan berasal dari mahasiswa S2 jurusan mikrobiologi maupun Kesehatan Masyarakat.

"Kita berharap mesin-mesin PCR yang ada bisa kita optimalkan jam kerjanya dan mesin itu membutuhkan tenaga (manusia) yang dapat digilir, sehingga meski tidak 24 jam, ya 22 jam lah alat-alat itu bisa bekerja optimal dan kemungkinan kesalahan akibat 'overload' beban kerjanya bisa dikurangi," tambah Muhadjir.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka rapat terbatas percepatan penanganan pandemi Covid-19 menegaskan pentingnya penambahan kemampuan uji spesimen. “Untuk pengujian spesimennya, saya kira saya mengucapkan terimakasih bahwa target pengujian spesimen yang dulu saya targetkan 10 ribu ini sudah terlampaui, dan saya harapkan target berikutnya ke depan adalah 20 ribu per hari. Ini harus mulai kita rancang untuk ke sana,” kata dia.

Karena itu, ia pun meminta agar pelacakan secara agresif lebih ditingkatkan. Jokowi mengatakan, pelacakan dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan sistem teknologi telekomunikasi.

“Saya minta untuk pelacakan secara agresif dilakukan lebih agresif lagi dengan menggunakan bantuan sistem teknologi telekomunikasi dan bukan dengan cara-cara konvensional lagi,” ucap dia.

Ia mencontohkan negara lain yang telah menggunakan sistem teknologi telekomunikasi dalam melakukan pelacakan yakni seperti di Selandia Baru yang menggunakan digital diary dan di Korea Selatan yang mengembangkan mobile GPS sehingga data pelacakan pun termonitor dengan baik.

Presiden Jokowi menyoroti pula harga tes PCR untuk keperluan bepergian masyarakat yang harganya cukup memberatkan. Ia meminta standarisasi harga tes PCR baik bagi masyarakat maupun petugas kesehatan sebagai syarat untuk bepergian.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dalam konferensi pers mengatakan ada 148 laboratorium yang dapat menguji spesimen Covid-19.

"Akan dilakukan penyederhanaan merek mesin PCR. Selama ini sebagian masih menggunakan mesin lama, secara bertahap akan ada peremajaan. Diharapkan mesin-mesin yang akan kita siapkan ini memiliki kualitas yang lebih baik, bisa lebih cepat dan lebih banyak dalam melakukan pemeriksaan, karena beberapa mesin ini memiliki waktu yang cukup lama, bahkan beberapa daerah harus mengantre lebih dari 2-3 hari," katanya.

Selain peremajaan mesin dan penambahan sumber daya manusia, swasta juga masih diajak untuk terus terlibat dalam pelaksanaan tes PCR. "Pelibatan swasta ini nantinya bisa menambah kapasitas pemeriksaan, yang penting semua terintegrasi melalui Dinas Kesehatan provinsi, masalah keamanan menjadi atensi karena risiko yang dihadapi oleh para pekerja laboratorium ini tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi para dokter dan perawat," tegas Doni.

Terkait ketersediaan reagen untuk PCR, menurut Doni, tahap pertama masih tersedia sekitar 1,1 juta reagen. Termasuk ketersediaan viral transport medium (VTM) dan ekstraksi RNA.

Reagen adalah zat atau senyawa yang digunakan ke sistem saat pengetesan yang menyebabkan reaksi kimia untuk melihat apakah terjadi reaksi. Komponen lain yang dibutuhkan adalah VTM atau media pembawa virus dan ekstrak RNA atau pemurnian asam nukleat rantai tunggal yang merupakan hasil translasi dari DNA.

"Mungkin dalam beberapa minggu ke depan stoknya sudah mulai berkurang, tetapi tetap ada kerja sama dengan beberapa negara. Sewaktu-waktu kita membutuhkan reagen, maka stok yang ada ini bisa kita datangkan, demikian juga beberapa swasta sudah berusaha untuk mendapatkan reagen, sehingga bisa melakukan kombinasi," ungkap Doni.

Sebaran tes PCR nanti akan ditambah tergantung dari tingkat kasus terkonfirmasi positif yang dilaporkan. "Sekarang kita memperbanyak mobile laboratorium BSL (bio savety level) 2, artinya ketika nanti suatu daerah mengalami penurunan, kendaraan itu bisa kita geser, bisa kita pindahkan ke kabupaten atau provinsi lain yang membutuhkan, sehingga akan lebih efisien," ucapnya.

Tim gabungan dari Kementerian Kesehatan dan gugus tugas masih merancang kira-kira seberapa besar anggaran yang dibutuhkan untuk menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan pemeriksaan. Pengujian spesimen Covid-19 di Indonesia hingga 3 Juni 2020 sudah mencapai 246.433 spesimen dengan kasus negatif 218.200, sehingga didapat kasus positif 28.233.

Menurut situs worldmeters.info, dengan jumlah pengujian tersebut, artinya ada 1.297 pengujian dibanding 1 juta penduduk atau masih lebih rendah dibanding pengujian Kamboja (1.308: 1 juta penduduk), Vietnam (2.828: 1 juta penduduk), Filipina (3.456: 1 juta penduduk), Thailand (6.206: 1 juta penduduk), Malaysia (17.342: 1 juta penduduk), Singapura (69.865: 1 juta penduduk).

Beberapa waktu lalu, perwakilan WHO di Indonesia N. Paranietharan, mengatakan wabah Covid-19 merupakan sesuatu belum pernah ditemui sebelumnya oleh Indonesia dan negara-negara lain di dunia. Karena itu, dia melanjutkan, pentingnya memiliki kekuatan di unsur tes PCR dan laboratoriumnya.

Ia menegaskan laboratorium yang menguji spesimen menggunakan PCR adalah gold standard dan ini menjadi respons efektif pandemi ini. "Laboratorium ini menguji suspect (terinfeksi Covid-19) dan menilainya lebih awal dan menyelamatkan nyawa mereka," ujarnya.

Kemudian di waktu bersamaan, dia melanjutkan, pemerintah juga bisa melacak identifikasi kontak siapa saja orang yang terinfeksi virus dan mengkarantinanya tepat waktu. Ia menambahkan, jika pengujian spesimen terus dilakukan dan mengimplentasikan physical distancing serta cuci tangan maka Indonesia dan negara-negara secara global bisa menang melawan virus ini.

Bukan kemampuan uji spesimen yang perlu ditingkatkan, perubahan perilaku juga sangat penting di era new normal. Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja mengatakan budaya perilaku masyarakat perlu berubah menjelang era normal baru untuk hidup berdampingan dengan adanya risiko penularan Covid-19.

Menurut dia, langkah yang harus diambil untuk tetap hidup produktif di tengah pandemi adalah melakukan komunikasi risiko. Tujuannya agar muncul pemahaman menyeluruh soal penyakit di masyarakat, hidup bersih dan sehat, menjaga jarak dan penggunaan masker.

"Empat hal pertama ini lebih mengubah budaya perilaku kita. Jadi kalau kita mau berhasil untuk hidup dengan risiko dengan Covid-19, empat hal ini menjadi perilaku kita yang baru," kata Wisnu dalam diskusi normal baru yang diadakan Polri di Jakarta, Kamis.

Jika tidak melakukan perubahan perilaku dalam normal baru, kata dia, maka individu tersebut akan memiliki risiko yang lebih tinggi ketika beraktivitas saat pandemi masih berlangsung. Selain perubahan perilaku, tindakan medis, seperti pengetesan, pelacakan dan pengisolasian serta perawatan untuk kasus positif Covid-19 juga merupakan bagian penting, namun Wisnu menegaskan bahwa tenaga medis adalah garda terakhir dalam pilihan tindakan dalam perang melawan Covid-19.

Mengenai pelonggaran pembatasan kegiatan di beberapa daerah, Wisnu menegaskan bahwa hal itu dilakukan harus melalui beberapa tahap dan tidak bisa dilakukan secara serentak di semua daerah di Indonesia. Untuk saat ini, kata dia, yang bisa melakukan pembukaan secara bertahap adalah 102 daerah yang masuk dalam zona hijau atau wilayah yang dengan angka risiko infeksi rendah, baru selanjutnya menyusul daerah lain. "Tetapi timing-nya tergantung pada kesiapan daerah," kata dia.

Menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sampai dengan 30 Mei 2020, 102 daerah masuk zona hijau, 138 kabupaten/kota ada di zona kuning atau berisiko rendah, 166 kabupaten/kota dalam zona oranye atau berisiko sedang dan 108 kabupaten/kota masuk zona merah atau berisiko tinggi.

Berdasarkan data pemerintah hingga Kamis (4/6), terdapat penambahan 585 kasus positif. Kini total jumlah pasien positif di Indonesia adalah 28.818 orang.

Jumlah pasien sembuh bertambah 486 orang. Pasien dinyatakan sembuh setelah dua kali dinyatakan negatif dalam pemeriksaan laboratorium PCR. Totalnya ada 8.892 pasien sembuh.

Sedangkan untuk pasien ada tambahan 23 orang. Total kasus meninggal dunia akibat Covid-19 adalah 1.721 orang.

photo
New Normal di Sekolah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement