Sabtu 30 May 2020 17:44 WIB

Fenomena Gelombang Tinggi, Pushidrosal Beri Penjelasan

Pemanasan global menyebabkan suhu muka air laut tidak merata.

Warga mengamati bangunan kafe yang rusak akibat diterjang gelombang air laut di kawasan Pantai Jimbaran, Badung, Bali, Kamis (28/5/2020). Gelombang tinggi dan pasang air laut yang terjadi di kawasan perairan tersebut sejak Rabu (27/5), merusak sejumlah bangunan kafe serta mengakibatkan nelayan setempat tidak dapat melaut
Foto: ANTARA/FIKRI YUSUF
Warga mengamati bangunan kafe yang rusak akibat diterjang gelombang air laut di kawasan Pantai Jimbaran, Badung, Bali, Kamis (28/5/2020). Gelombang tinggi dan pasang air laut yang terjadi di kawasan perairan tersebut sejak Rabu (27/5), merusak sejumlah bangunan kafe serta mengakibatkan nelayan setempat tidak dapat melaut

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal), menjelaskan fenomena gelombang tinggi yang ramai dan menjadi viral di media sosial dalam sepekan ini.  Menurut Kepala Pusat Hidrologi dan Oceanografi, Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro, gelombang tinggi yang viral adalah fenomena alam biasa.  

Pemicunya adalah adanya siklon tropis di selatan Samudra Hindia, yaitu topan Ampha dan Topan Mangga, pada saat bersamaan terjadi spring tide dimana tunggang air naik tinggi sebagai fenomena pasang laut yang puncaknya pada 28 Mei lalu dan viral di media sosial.

"Jadi saat pasang sedang tinggi karena purnama, dihembus oleh angin kencang topan di selatan Samudra Hindia dengan kecepatan 50 knot, yang bisa menyebabkan gelombang tinggi 5-7 meter," ujar perwira tinggi AL bintang dua ini.

Menurut data real time yang dimiliki oleh Pushidrosal, saat kejadian di pesisir Benoa Bali dan Pantai Lembar Lombok, pasang naik saat itu berketinggian 1,5 meter di Benoa dan Pantai Lembar setinggi 1,2 meter.

Siklon tropis Topan Amphan di Samudra  Hindia Barat Laut Bengkulu, dengan pergerakan dari perairan selatan semenanjung Kerala India, bergerak ke arah timur laut dan luruh di daratan Bangladesh.

Siklon tropis dengan kecepatan hingga 50 knot ini masih mempertahankan kekuatannya saat mencapai pantai barat Sumatera hingga 25-30 knot. Pada 20 Mei 2020 gelombang akibat Siklon ini menimbulkan tinggi gelombang hingga 7 meter dan di pantai barat  Sumatera mencapai 5 meter.

Sementara pada periode yang sama, Topan Mangga yang terbentuk pada area sebelah tenggara dari awal kemunculan topan Amphan atau di Barat Daya Bengkulu, siklon tropis ini bergerak ke arah Timur-Tenggara dan meluruh di daratan Australia. 

Kecepatan angin yang ditimbulkan mencapai 30-40 knot serta membangkitkan gelombang laut 5-6 meter, di pesisir selatan Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara.

Laksamana Muda Harjo menjelaskan bahwa siklon tropis yang belakangan lebih sering terjadi, karena pemanasan global (global warming) menyebabkan suhu muka air laut yang tidak merata.  Jika ada tekanan rendah, akan menjadi titik energi angin berkumpul dari kawasan bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah yang menyebabkan topan, karena kekuatan energi tidak sama, menyebabkan topan itu bergerak.

Harjo Susmoro menjelaskan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan fenomena alam ini.  Hanya saja, dalam situasi pasang tinggi, warga sekitar pantai hendaknya menjauhi pesisir.  Pasang tinggi ini di pantai utara Jawa sering disebut rob, seperti di pesisir Jabodetabek, pesisir Semarang, Jawa Tengah hingga ke Pantai Jepara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement