REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai akibat dari keadaan luar biasa yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, Dewan International Maritime Organization (IMO) menggelar Informal Session IMO Council Extraordinary atau Sesi Informal 1 Sidang Council Luar Biasa ke-32 secara virtual pada Selasa (26/5). Sesi diskusi informal ini merupakan yang pertama dari 3 (tiga) sesi diskusi informal yang telah disepakati untuk digelar guna memfasilitasi pertukaran pandangan yang lebih baik tekait penyelenggaraan Sidang Dewan IMO Luar Biasa ke-32 yang disepakati akan digelar melalui korespondensi mulai dari 4 Mei hingga 17 Juli 2020.
“Ini adalah sesi diskusi informal secara virtual yang pertama, selanjutnya masih akan ada sesi diskusi informal lagi yang akan diselenggarakan pada tanggal 25 Juni dan 3 Juli 2020,” demikian disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha, Ketua Delegasi Indonesia pada pertemuan dimaksud, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (27/5).
Arif menjelaskan, melalui diskusi ini para delegasi dapat melakukan pertukaran pandangan secara informal untuk memfasilitasi pencapaian konsesus untuk semua item agenda Sidang Dewan IMO Luar Biasa ke-32. Adapun untuk sesi pertama diskusi informal secara virtual ini item agenda yang akan dibahas adalah item Agenda 1 - 4 yakni Adopsi Agenda, Pengabaian Aturan dan Prosedur atau Rules and Procedures (ROP), Prioritas dan Rekonstruksi Jadwal Pertemuan IMO, serta Proposal untuk Memfasilitasi Kegiatan Pelayaran Selama Pandemi Covid-19.
“Kami telah menyampaikan dukungan Indonesia terhadap agenda kedua, yakni Pengabaian Aturan dan Prosedur, dan agar Dewan mengaktifkan Aturan 55 dari ROP-nya, serta mengesampingkan Aturan 2, 3, 14, dan 25 untuk keperluan sesi luar biasa selama keadaan luar biasa ini,” ujar Arif.
Aturan 55 dalam ROP Dewan IMO menetapkan, bahwa Aturan dan Prosedur dapat ditangguhkan oleh keputusan Dewan yang diambil oleh mayoritas anggota yang hadir dan memberikan suara, dengan ketentuan bahwa pemberitahuan tentang proposal penangguhan tersebut telah diberikan dua puluh empat jam sebelumnya. Pemberitahuan ini dapat dicabut jika tidak ada anggota yang keberatan.
Arif menambahkan, pihaknya juga telah menyampaikan dukungan Indonesia terhadap Proposal Uni Emirat Arab untuk memeriksa apakah ada beberapa aturan dalam ROP Komite IMO yang perlu dihapuskan, terutama terkait pemilihan Ketua dan Wakil Ketua untuk Komite-Komite Teknis di bawah IMO tahun 2021.
“Untuk pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Komite-Komite Teknis di bawah IMO Tahun 2021 ini menurut kami ada dua kemungkinan, yakni menyesuaikan aturan teknis pemilihan bagi negara-negara anggota atau menangguhkan pemilihan ketua dan wakil ketua,” terangnya.
Sedangkan terkait Agenda Item 4 tentang Fasilitasi Kegiatan Pelayaran selama Pandemi Covid-19, Indonesia, menurut Arif, memiliki pandangan yang sama dengan Anggota Dewan lainnya, bahwa selama pandemi COVID-19 ini, negara-negara harus memastikan lalu lintas laut dapat berjalan dengan lancar, khususnya terkait rantai pasokan global yang membawa komponen medis yang diperlukan dalam perang melawan pandemi.
“Selain itu, kita sampaikan juga komitmen dan prioritas Indonesia terhadap perlindungan bagi pelaut yang bekerja di atas kapal,” tukas Arif.
Pihaknya juga telah menyampaikan tentang pentingnya upaya lebih dari negara-negara anggota dan perusahaan pelayaran untuk memastikan percepatan proses repatriasi pelaut, dengan tetap memperhatikan hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam Maritime Labour Convention (MLC) 2006 serta Surat Edaran IMO No. 4204/Add.14 tentang Coronavirus (Covid-19) – Protokol Kerangka Kerja yang Direkomendasikan untuk Memastikan Pergantian dan Perjalanan Awak Kapal yang Aman Selama Pandemi Coronavirus (Covid-19).
Dikatakan Arif, Sekretaris Jenderal IMO menempatkan penekanan khusus pada peran pelaut dalam perang global melawan pandemi dengan membentuk Tim Aksi Krisis Pelaut (SCAT) di dalam Sekretariat IMO untuk turut serta dalam kasus-kasus khusus mengenai pergantian awak, repatriasi, akses ke perawatan medis dan/atau penelantaran, di mana resolusi di tingkat PBB/diplomatik diperlukan.
Sekretariat IMO sangat aktif bekerja sama dengan badan-badan dan badan-badan PBB lainnya dalam mengatasi pandemi. Khususnya WHO, ILO, ICAO, WCO, IOM dan UNGC. Selain itu, Sekretariat juga secara aktif berpartisipasi dalam pertemuan mingguan Kelompok Strategi Korona yang dipimpin ICS, yang terdiri dari sejumlah besar industri dan asosiasi perkapalan, serta IMO, WHO dan ILO.
Untuk itu, tambah Arif, Indonesia menyampaikan perhargaan terhadap inisiatif yang diambil oleh Sekretariat IMO dalam menangani dampak pandemi terhadap pelaut. Salah satunya, dengan pembentukan SCAT, yang berfungsi sebagai platform koordinasi untuk semua pemangku kepentingan terkait maritim dalam menangani masalah-masalah seperti kesejahteraan awak, fasilitasi pergantian awak kapal, panduan tentang penggunaan APD, serta penelantaran pelaut.
“Adapun terkait permasalahan repatriasi Pelaut, per tanggal 22 Mei 2020, Indonesia telah memfasilitasi proses repatriasi sebanyak 2.317 orang Warga Negara Indonesia (WNI), baik itu Pekerja Migran Indonesia (PMI) maupun dan Anak Buah Kapal (ABK) dari 12 kapal pesiar asing untuk Kembali ke Indonesia melalui jalur laut,” ujar Arif.