Selasa 26 May 2020 23:57 WIB

KPAI: Banyak Daerah tak Keluarkan Juknis PPDB Masa Pandemi

KPAI baru menerima juknis PPDB dari Jabar, DKI Jakarta, NTB dan Sumut

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti. Retno mengatakan hingga 20 Mei 2020 banyak daerah yang belum mengeluarkan surat edaran dan petunjuk teknis (Juknis) pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di masa pandemi COVID-19.
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti. Retno mengatakan hingga 20 Mei 2020 banyak daerah yang belum mengeluarkan surat edaran dan petunjuk teknis (Juknis) pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di masa pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan hingga 20 Mei 2020 banyak daerah yang belum mengeluarkan surat edaran dan petunjuk teknis (Juknis) pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di masa pandemi COVID-19.

"Padahal pelaksanaan PPDB tinggal menghitung hari," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan pers di Jakarta, Selasa (26/5).

Ia mengatakan hingga 20 Mei 2020, KPAI baru mendapatkan surat edaran juknis PPDB dari Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sumatera Utara.

Namun, yang baru ditandatangani di antara surat edaran itu hanya Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sementara provinsi lain seperti NTB dan Sumatera Utara masih dalam bentuk draft, bahkan banyak daerah seperti Bengkulu baru tahap Dinas Pendidikannya yang meminta daya tampung sekolah.

"Kalau juknis saja masih draft apalagi belum dibuat, lalu kapan sosialisasi ke pihak sekolah, masyarakat atau ke para orangtua calon peserta didik baru," katanya.

Selain Juknis di level provinsi yang kewenangannya untuk SMA, SMK dan SLB, KPAI juga mendapatkan juknis dari Dinas Pendidikan kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kota Padang yang kewenangannya untuk jenjang pendidikan TK, SD dan SMP/sederajat.

Provinsi Jawa Barat, kata Retno, paling siap melaksanakan PPDB daring. Dari pantauan KPAI, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sudah melakukan berbagai persiapan PPDB seperti menyiapkan buku manual aplikasi sekolah yang sistematis dan terstruktur sehingga mudah dipahami langkah demi langkah oleh operator sekolah, juga menyiapkan bahan paparan PPDB dalam bentuk powerpoint yang isinya menjelaskan juknis PPDB, bahkan Disdik Jawa Barat juga sudah melakukan sosialisasi kepada Kepala Cabang Dinas (KCB) Pendidikan se-Jawa Barat yang berisi 13 KCB untuk 27 kabupaten/kota.

Sosialisasi juga dilakukan terhadap para pengawas, kemudian para pengawas mensosialisasikan kepada para kepala sekolah. Selanjutnya para kepala sekolah bertugas mensosialisasikan kepada para guru dan para orangtua siswa kelas IX SMP.

"Semua dilakukan secara daring, termasuk kepada para orangtua siswa calon pendaftar," katanya.

Jawa Barat bahkan menyiapkan pengaduan PPDB untuk membantu para pendaftar di mana setiap KCD punya call center dengan nomor telepon yang bisa digunakan para pengadu.

Semua sekolah dan KCD diharuskan punya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi ( PPID) dan dibuat berdasarkan SK Kepsek dan SK KCD.

"Mereka bertanggung jawab terhadap pengaduan di levelnya masing-masing. Nomor-nomor pengaduan PPDB juga ada dalam paparan sosialisasi dan juknis," kata Retno lebih lanjut.

Kemudian, menurut hasil pengawasan KPAI, ada penetapan zonasi yang tidak sesuai dengan ketentuan penetapan jalur zonasi sebesar 50 persen dari Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang PPDB, yaitu penetapan jalur zonasi di DKI Jakarta yang hanya 40 persen.

"Artinya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta berpotensi kuat melanggar Permendikbud tersebut karena hanya menetapkan jalur zonasi sebanyak 40 persen.

Padahal pada Permendikbud di pasal 11 ayat (2) dengan sangat jelas disebutkan jalur zonasi paling sedikit 50 persen. Angka itu saja, kata dia, sudah diturunkan dari PPDB 2019 yang jalur zonasi murni sebanyak 80 persen.

“Dalam masa pandemi COVID-19 seperti ini, kita semua baru sadar bahwa andaikan zonasi murni sudah diterapkan sejak dulu oleh semua daerah, maka para siswa yang tidak terjangkau akses digital dapat mudah dihubungi dan dikunjungi agar tetap terlayani pendidikannya. Jadi seharusnya zonasi murni tidak dikurangi dari 50 persen. Malah harusnya ditambah," ujar Retno.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement