REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebaran kali ini sungguh berbeda. Larangan mudik oleh pemerintah membuat jutaan orang bertahan di perantauan. Kendati banyak yang menyesalkan kondisi ini, tapi menahan diri untuk tak mudik justru menjadi bentuk kasih sayang bagi keluarga tercinta di rumah.
Seperti yang dilakukan oleh Silvia Jannatul (29 tahun), seorang dosen muda Institut Teknologi Bandung (ITB). Silvi terpaksa membatalkan rencana mudiknya ke Jambi demi mencegah meluasnya penularan Covid-19. Padahal baginya, Lebaran menjadi satu-satunya momen untuk bisa bertemu keluarga besarnya di kampung halaman.
"Keluarga sempat memaksa untuk pulang. Barangkali kalau saya cari-cari celah, bisa saja pulang ke Jambi. Tapi itu tidak saya lakukan. Ditahan dulu rindunya, nanti bertemu pas sudah aman," ujar Silvi, Senin (25/5).
Tapi nihilnya aktivitas mudik tak lantas membuat silaturahim terputus. Pandemi Covid-19 seolah memopulerkan fasilitas video panggilan melalui berbagai aplikasi yang tersedia. Mulai dari WhatsApp, Zoom, Google Meet, atau platform lainnya. Layanan panggilan video ini pula yang dimanfaatkan Silvi untuk menyapa keluarganya.
"Yang penting masih bisa bertatap muka dengan keluarga, meski secara fisik kami berjauhan. Kepuasannya beda sih, tapi ini masih lebih baik daripada tidak sama sekali," ujar Silvi.
Apa yang dialami Silvi barangkali juga dialami oleh banyak perantau lain yang masih bertanan di kotanya tempat bekerja. Kemajuan teknologi informasi membuat apa yang sebenarnya jauh, terasa dekat. Esensi dari silaturahim pun terwujud berkat layanan video-panggilan yang kini semakin luas digunakan masyarakat.
Wabah ini tak hanya mengubah tradisi mudik seperti yang dialami Silvi. Di tengah-tengah masyarakat, kebiasaan silaturahim dengan cara berkunjung ke rumah tetangga pun ikut bergeser.
Seperti yang terjadi di Pejambon, Gambir, Jakarta Pusat di hari pertama dan kedua Lebaran ini. Bila biasanya warga mulai saling kunjung seusai sholat Idul Fitri, maka yang terjadi kini berbeda. Warga lebih memilih saling sapa di depan rumah sambil saling mengucapkan selamat hari raya.
Bermaaf-maafan pun dilakukan tanpa harus saling bersalaman. "Yang penting silaturahim-nya tetap ada. Kami di sini juga tidak sholat id di lapangan, nurut sama pemerintah," ujar Lilul (55 tahun), seorang warga Pejambon.
Ketua RT 04/ RW 01 Gambir, Itin, mengaku sudah menyampaikan imbauan kepada warga setempat untuk patuh pada anjuran pemerintah. Ia pun meminta warga untuk menjalankan protokol kesehatan saat bersilaturahim dengan sanak saudara atau tetangga.