Sabtu 23 May 2020 17:11 WIB
Komunis

100 Tahun PKI: Meletusnya Pemberontakan Kaoem Merah 1926

Meletusnya Pemberontakan Kaoem Merah 1926

Asisten residen mengunjungi kantor pos yang dirusak saat pemberontakan di Batavia.
Foto:

12 November 1926, menjelang pemberontakan, di Desa Bama, digelar pertemuan yang dihadiri massa dan dipimpin oleh Kiyai Moekri dan Kiyai Ilyas. Pertemuan itu juga dilakukan ‘Sembahyang Perang.’ Kain putih dilaporkan banyak terjual. Banyak orang berpuasa. Di Desa Pasirlama, dekat Caringin, di hadapan 700 orang, Haji Moestapha memberikan penjelasan untuk menyerang aissten wedana Cening. Sementara di Pandeglang dan Serang massa juga berkumpul.

 

Tengah malam pemberontakan dimulai. Di Labuan, Asisten Wedana, Mas Wiriadikoesoemah dan keluargaya ditangkap. Seorang polisi yang menjaga tewas dan dua lainnya terluka. Sebagian dari kelompok massa ini kemudian menyasar jalanan Labuan mencari polisi. Tiga orang polisi tewas, sedangkan Mas Mohammed Dahlan, seorang pegawai yang menjadi informan polisi terluka serius. Di Menes, pemberontakan melibatkan 300-400 orang. Wedana Raden Partadinata dan pengawas rel lokal, Benjamin dibunuh. Benjamin dibunuh kemudian dimutilasi. Di Desa Cening, dianara Menes dan Labuan, seorang polisi dan Wedana ditembak dan terluka. Namun pemberontakan di Labuan ini menemui kegagalan ketika mereka terlambat memutuskan sambungan telepon. otoritas di Batavia kemudian mengirimkan 100 tentara dipimpin Kapten Becking dan menuju Banten. Pasukan ini kemudian berhasil membebaskan Asisten Wedana, Mas Wiriadikoesoemah.

 

Gambar 2.3 Salah satu pemberitaan di Haagsche Courant tentang pemberontakan di Banten. Sumber foto Haagsche Courant, 20 November 1926
Gambar 2.3 Salah satu pemberitaan di Haagsche Courant tentang pemberontakan di Banten. Sumber foto Haagsche Courant, 20 November 1926

 

Gerakan pemberontakan kemudian berpusat di Desa Bama, pinggir Labuan. 14 November, ratusan orang berkumpul dpimpin oleh Kiyai Moekri. Ia menyerukan untuk menyerang orang Belanda di Labuan. Upaya Kiyai Moekri yang mengajak Tubagus Emed terbentur penolakan Kiyai Asnawi, yang tak lain ayah dari Tubagus Emed. Meski begitu mereka tetap menyerang ke Labuan. Upaya siang hari gagal karena dihadang patroli. Malamnya, upaya menyerang kembali gagal disertai kematian beberapa pemimpin mereka. Gelombang bantuan dari pusat pemerintahan kolonial menumpas sisa gerakan tersebut.

Di Petir, Serang, yang menjadi basis pendukung PKI perlawnan tak berlangsung lama. 13 November, massa dipimpin Kiyai Emed, Haji Soeeb dan lainnya mencoba menyerang asisten Wedana Petir. Namun Patroli militer Belanda berhasil melumpuhkan gerakan itu. Pada 17 November 1926 seluruh gerakan sudah habis. Hingga Desember 1926, sekitar 1300 orang ditangkap. 99 orang dibuang ke Digul, 27 diantaranya Haji dan 11 diantaranya Kiyai.

 

 

 

Gambar 2.4 Penangkapan orang-orang yang dituduh terlibat pemberontakan di Banten. Sumber foto: De Telegraaf, 14 Desember 1926
Gambar 2.4 Penangkapan orang-orang yang dituduh terlibat pemberontakan di Banten. Sumber foto: De Telegraaf, 14 Desember 1926

 

 

 

Pemberontakan terhadap pemerintah kolonial di Banten, meski ‘berbendera’ PKI namun lebih kental nuansa jihad. Lebih kental seruan anti pemerintah kafir, ketimbang perlawanan kelas. PKI meski menganut paham netral agama, nyatanya tak bisa menolak godaan untuk memakai agama sebagai motivasi perlawanan masyarakat Banten. Hal yang sama juga kita akan temui di Sumatera Barat, tempat terjadinya pemberontakan di tahun1927, yang juga didominasi oleh semangat perlawanan berlandaskan agama.

 

Oleh: Beggy Rizkiyansyah – Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement