Kamis 21 May 2020 13:03 WIB

Pasien Hemodialisa Terbantu dengan Program JKN KIS

Manfaat yang didapatkan jauh dibandingkan dengan iuran BPJS yang dibayarkan.

 Sipon (55 tahun), pria asli kelahiran Lumajang Jawa Timur saat berada di Hemodialisa Room salah satu RS Kabupaten Lumajang.
Foto: BPJS Kesehatan
Sipon (55 tahun), pria asli kelahiran Lumajang Jawa Timur saat berada di Hemodialisa Room salah satu RS Kabupaten Lumajang.

REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- “3 tahun saya menjalani HD yang dijamin oleh BPJS Kesehatan melalui program JKN-KIS. Entah apa yang terjadi, mungkin kami yang disini sudah tutup usia sejak kami tak sanggup membiayai sendiri untuk pengobatan penyakit gagal ginjal,” ungkap Sipon (55 tahun), pria asli kelahiran Lumajang Jawa Timur saat berada di Hemodialisa Room salah satu RS Kabupaten Lumajang.

Di ruang Hemodialisa Room tersebut Sipon membagikan cerita dan perjuangannya melawan penyakit gagal ginjal yang dideritanya kurang lebih 4 tahun silam. Penyakit yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya ternyata tumbuh ada dalam diri Sipon.

Baca Juga

“Selama kurang lebih 1 tahun sebelum saya menjadi peserta JKN-KIS, saya berobat dengan biaya pribadi. Awal-awal saya rutin HD satu minggu 3 kali, biaya yang dikeluarkan tiap kali HD (Hemodialisa) bisa Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta lebih sekali pengobatan HD. Bahkan sampai jual sawah dikampung agar saya tetap bisa berobat,” cerita bapak satu orang anak ini.

Sipon yang saat itu bekerja wiraswasta ternyata hampir saja putus asa ketika sudah tidak ada lagi harta yang dijual untuk biaya berobat rutin HD-nya. Namun ketika ada saudaranya menjenguk Sipon, menyarankan untuk segera mendaftar menjadi peserta JKN-KIS. Beberapa hari kemudian Sipon bersama sang istripun pergi ke Kantor BPJS Kesehatan terdekat untuk mendaftar menjadi peserta JKN-KIS pada segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau biasa dikenal peserta mandiri di kelas 1.

“Saat daftar itu pelayanan yang diberikan baik sekali, kami diberikan informasi dengan sangat jelas dan bahkan disini saya tersadar ketika petugas memberikan informasi bahwa premi yang dibayarkan ini berdasarkan gotorng-royong. Wah, malu saya mbak. kenapa tidak saat sebelum sakit saja saya mendaftar? Berarti nanti saya berobat selain dari iuran saya dan keluarga, saya dibantu oleh iuran peserta lainya,” terang Sipon sambil terbaring di ranjang HD.

Diakui Sipon, selama 4 tahun mendapatkan pelayanan HD perbaikan pelayanan dan juga peningkatan pelayanan baik dari pihak BPJS Kesehatan maupun Fasilitas Kesehatan mitra BPJS Kesehatan sangat dirasakan. Apa lagi dengan adanya sistem pemangkasan atau simplifikasi pelayanan HD yang hanya cukup dengan pendaftaran finger print diloket pendaftaran tanpa memperbaruhi rujukan 3 bulan sekali dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

“Makin memudahkan pasien, apa lagi kalau jarak rumah jauh ya. Kalau begini, HD sudah terjadwal tinggal datang aja ke RS terus sidik jari sudah, tidak perlu ada rujukan berulang. Pelayanan baik, manfaat yang didapatkan jauh dibandingkan dengan iuran yang kita bayarkan. Semoga Program JKN terus ada dan memberikan pelayanan terbaiknya,” tutup Sipon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement