REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan, ada empat titik rawan korupsi dalam penanganan virus Covid-19. Hal tersebut diungkapkannya dalam rapat kerja dengan Tim Pengawasan DPR RI.
Titik rawan pertama terdapat pada sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dari situ berpotensi munculnya penggelembungan atau mark up dana dalam penanganan virus corona.
"Kami melakukan kegiatan koordinasi dengan LKPP dan BPKP, begitu pertama kali lakukan kami meliputi kegiatan pengawasan barang jasa dengan Kemenkes dan kementerian lain," ujar Firli, Rabu (20/5).
KPK juga sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) KPK Nomor 8 Tahun 2020. Di mana di dalamnya tertuang delapan rambu-rambu untuk mencegah korupsi dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ), di tengah pandemi Covid-19.
Titik rawan kedua adalah dari sumbangan pihak ketiga. KPK disebutnya selalu melakukan pendataan terkait hal ini, agar tak timbul penyalahgunaan donasi penanganan Covid-19. "Diawasi mekanisme menerima, mekanisme penyaluran, semua harus dibukukan dengan tertib dan dipertanggungjawabkan," ujar Firli.
Selanjutnya, titik rawan korupsi terdapat pada penggunaan realokasi APBN dan APBD dalam penanganan Covid-19. KPK juga sudah melakukan pengawasan terhadap hak tersebut, agar penggunaan anggaran tidak diselewengkan oleh oknum tertentu.
Terakhir, titik rawan korupsi terdapat pada penyaluran bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Koordinasi sudah dilakukan KPK dengan Kementerian Sosial dalam mengawasi penyelenggaraannya.
"Bansos kita awasi, penganggaran kita awasi, bantuan pihak ketiga juga kita awasi, dan untuk itu tentu karena kita baca ada kerawanan-kerawanan," ujar Firli.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajarannya memangkas prosedur pembagian bansos bisa dipercepat. Ia memandang prosedur pembagian bantuan sosial di lapangan masih berbelit, sehingga masih ada keluarga penerima manfaat (KPM) yang belum tersentuh bantuan.
"Sekali lagi ini butuh kecepatan, oleh sebab itu saya minta aturan itu dibuat sesimpel mungkin, sesederhana mungkin tanpa mengurangi akuntabilitas sehingga pelaksanaan di lapangan bisa fleksibel," tegas Jokowi dalam pembukaan rapat terbatas, Selasa (19/5).
Namun, Presiden mengingatkan, penyederhanaan aturan tidak boleh meninggalkan akuntabilitas. Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana praktik di lapangan bisa menunjukkan percepatan pembagian bansos. Jokowi juga meminta perbaikan data segera dilaksanakan dengan melibatkan RT/RW atau kepala desa. Pengumpulan data harus dilakukan secara terbuka.