REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ventilator hasil pengembangan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB), lolos uji fungsi dan ketahanan dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan RI pada 11 Mei 2020.
Alat bantu pernapasan berbasis Ambu-Bag Airgency tersebut selanjutnya akan diuji secara klinis. Biro Humas ITB dalam siaran persnya, Selasa (19/5), menyatakan Airgency adalah alat medis ventilator bertipe BVM (bag valve mask) dengan fungsi resuscitator.
Intinya adalah suatu kantong udara (bag) yang ditekan oleh dua capit (clamp) otomatis yang dikontrol dengan saksama, hingga dapat mencapai semua parameter ventilasi yang dibutuhkan pasien.
Airgency versi 5.0 ini telah disempurnakan untuk dapat bekerja dengan andal, dengan tetap memperhatikan portabilitas, estetika, dan kemudahan dalam manufaktur. Ventilator portabel berdimensi 22x24x37 sentimeter (cm) untuk pasien Covid-19 ini menggunakan teknologi ambu-bag (kantong udara) yang diotomatisasi.
Sehingga tidak perlu lagi dipompa secara manual sebagaimana alat pada umumnya dan inovasi ini diperuntukkan bagi pasien yang berada dalam tahap tiga atau tahap paling kritis di mana pasien telah mengalami disfungsi paru-paru yang menyebabkan pasien tidak dapat bernapas dan membutuhkan alat bantu pernapasan.
Saat ini Airgency telah melewati tiga jenis uji wajib bagi suatu peralatan medis baru, yakni uji fungsi untuk mengecek fitur yang ada dalam system, uji keamanan sudut untuk memastikan alat dan fungsinya tidak membahayakan tenaga kesehatan dan pasien (seperti adanya sudut tajam), dan uji ketahanan (endurance), yaitu apakah bisa alat dioperasikan selama dua hari tanpa dimatikan.
Uji yang wajib dilakukan selanjutnya adalah uji klinis. Tim yang mengembangkan alat tersebut, di antaranya dari FTMD, yaitu Yazdi I Jenie, Djarot Widagdo, Christian Reyner, Khairul Ummah, dan dari FSRD Muhammad Ihsan.
Dalam proses perancangannya, tim bekerja sama dengan PT BETA (Bentara Tabang Nusantara) dan melakukan koordinasi dengan tim dokter dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Untuk tahap pengujian alat, tim juga berkoordinasi dengan dr Reza Widianto Sudjud dan dr Ike Sri Rejeki dari Fakultas Kedokteran Unpad.
Dosen FTMD ITB, Christian Reyner, menjelaskan, fungsi utama Ventilator Airgency adalah menggantikan alat yang sebelumnya dioperasikan manual. Keunggulan alat ini adalah memiliki sistem yang sederhana, dapat dioperasikan dengan mudah, dan biaya produksinya juga rendah.
"Harapan kami setelah lolos uji klinis, sudah mendapat izin edar, kita bisa segera memproduksi alat ini dan mengedarkannya ke rumah sakit," ujarnya.
Christian mengatakan, alat tersebut memiliki parameter untuk mengatur seberapa besar oksigen yang masuk ke dalam paru-paru pasien. Sebab, dijelaskan Reyner, setiap orang memiliki pola pernapasan dan kebutuhan oksigen yang berbeda sehingga dengan Ventilator Airgency, dokter bisa mengatur sesuai kondisi pasien.
Pengaturan lainnya adalah inspiratory dan respiratory, yaitu rasio antara jumlah oksigen yang diterima dan dikeluarkan.