Selama berabad-abad penyakit menular merupakan momok yang menakutkan sebagai penyebab kematian terbesar dalam suatu wilayah terlebih ketika epidemi berkembang menjadi pandemi.
Dalam sejarah manusia, kejadian pandemi pes pertama kali terjadi di daerah Mediterania timur mulai dari Mesir hingga Konstantinopel pada tahun 540- 590. Korbannya mencapai 10.000 orang per hari. Di Eropa wabah pes sohor dengan sebutan Black Death pada abad pertengahan.
Kejadian itu memberikan dampak pada berkurangnya hampir dua pertiga jumlah penduduk Eropa.
Memasuki abad ke-20 wabah pes mulai melanda Cina hingga sebagian wilayah di Asia Tenggara. Pada September 1910 pemerintah Hindia Belanda memberlakukan impor beras dalam rangka persiapan memasuki bulan Ramadan. Negara yang dipilih untuk mengimpor beras yaitu Burma (sekarang Myanmar), British India (sekarang India) dan Cina. Padahal di wilayah tersebut wabah pes sedang berkecamuk.
- Keterangan foto: Seorang yang warga pembuat alat pertanian yang bernama Tinsmith berdiri depan bengkel kerjanya di Malang tahun 1910
Dari muatan beras yang dibawa tidak sengaja terbawa pula host atau tubuh induk pembawa penyakit pes yaitu tikus. Bakteri Yersinia pestis hidup dalam tubuh kutu tikus yang terjangkiti pes. Ketika tikus mati, maka kutu atau pijal bisa berpindah ke manusia atau binatang lain dan menggigit mereka. Melalui gigitan itulah, bakteri pes berpindah dari kutu tikus ke manusia.
Adapun jenis penyakit pes yang mewabah di Hindia Belanda adalah bubonic pes atau pes kelenjar (bisul) dengan tanda-tanda awal demam, sakit kepala, dan bengkak atau bisul pada kelenjar getah bening yang menyakitkan, biasanya terdapat di ketiak, selangkangan atau belakang telinga. Jenis ini dapat mematikan manusia dalam hitungan dua-tiga hari saja.
Pes bisul merupakan penyakit yang biasanya muncul menjelang musim hujan. Faktor cuaca sangat mempengaruhi terjadinya epidemi penyakit ini. Perubahan musim merupakan faktor penentu kekebalan bakteri pes dan tipe penyakit yang ada pada manusia. Pes pneumonic atau pes paru jarang muncul pada daerah dengan temperatur rendah dan kelembapan tinggi yang konstan.
Pada awalnya tidak ada yang mengira penyakit pes akan muncul dan memakan korban di Hindia Belanda. Penderita yang meninggal pada waktu itu diduga menderita tifus atau malaria yang disertaidengan pembengkakan kelenjar getah bening atau bisul (Pewarta Soerabaja, 2 April 1911).
Namun, ada gejala yang tidak umum karena semua penderita penyakit tersebut akan meninggal dalam waktu 48 jam setelah ditemukan bisul di daerah leher, ketiak, atau daerah persendian lainnya. Kecurigaan bahwa penyakit yang beredar di masyarakat adalah jenis penyakit baru disampaikan oleh DokterWydenes Spaans, kepala dinas kesehatan Surabaya, kepada Geneeskundige Laboratorium(laboratorium kedokteran) di Weltevreden,Batavia berdasarkan sampel darah milik Raden Adjeng Moerko,istri seorang guru Pribumi di sisi wilayah Distrik Penanggoengan, Malang pada Maret 1911 .
Berdasarkan temuan itu dan penelitian awal yang dilakukan oleh Dokter De Vogel, maka pada 5 April 1911 pem erintah melalui Direktur Burgerlijk Geneeskundig Dienst (Dinas Kesehatan Sipil) Dokter De Haan mengumumkan bahwa AfdeelingMalang ditetapkan sebagai wilayah yang te rinfeksi pes.
Pola persebaran wabah pes di Malang dan sekitarnya diperkirakan dibawa melalui tiga jenis vector(perantara) berupa pijal/kutu Xenopsylla cheopis, Stavalius cognatus, dan Neopsylla sondaica. Memasuki bulan September 1910 kelembaban udara di Malang semakin bertambah walaupun belum memasuki musim penghujan. Hal ini dikarenakan datangnya angin barat yang bertiup dari wilayah Asia Tenggara dengan membawa komponen air yang lebih banyak. Oleh sebab itu, sekitar bulan September tingkat kelembaban udara di Malang mencapai 82%-83% dengan suhu udara 22°C.
Dengan suhu dan kelembapan yang dimiliki oleh Malang, kutu-kutu tikus bereproduksi 25% lebih banyak. Hal ini memperlihatkan bahwa berjangkitnya wabah pes di Malang salah satunya dikarenakan karena geografi wilayah yang dikelilingi gunung. Selain karena faktor geografis, penyebaran bibit penyakit pes bisa disebabkan karena faktor pergaulan antarmanusia.
Pes merupakan jenis penyakit baru bagi masyarakat Jawa sehingga ketika status pes diumumkan, masyarakat Pribumi masih melakukan aktivitas seperti biasa. Kewaspadaan terhadap penularan penyakit tersebut sangat kurang. Terbukti dengan masih ramainya orang yang berbelanja di hari pasar, berkumpul dalam suatu perayaan tertentu, ataupun mengunjungi orang sakit.