Ahad 17 May 2020 03:53 WIB

Penilaian LBH Jakarta Soal Penerapan PSBB di Indonesia

LBH Jakarta memberikan penilaian soal penerapan PSBB di Indonesia.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah kendaraan antre saat pemeriksaan kepatuhan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di pintu keluar gerbang tol Jagorawi, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Satlantas Polresta Bogor Kota mencatat sedikitnya 1
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Sejumlah kendaraan antre saat pemeriksaan kepatuhan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di pintu keluar gerbang tol Jagorawi, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Satlantas Polresta Bogor Kota mencatat sedikitnya 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengacara Publik LBH Jakarta Rasyid Ridha mengatakan kebijakan pemerintah untuk mencegah pandemi virus Corona (Covid-19) dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak berpengaruh di dalam masyarakat saat ini. Sehingga ia ingin jika PSBB ini dilanjutkan, pemerintah harus melengkapi paket kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) terkait PSBB tersebut.

"Pemerintah Indonesia menerbitkan PP nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 sebagai bagian dari pelaksanaan Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Namun, UU tersebut telah mengatur eksplisit kalau kebijakan kekarantinaan mencakup empat hal," katanya dalam video conference LBH Jakarta bertajuk 'Evaluasi PSBB: lanjut atau ganti ?', Sabtu (16/5).

Baca Juga

Kemudian, ia menjelaskan empat hal tersebut adalah Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah dan PSBB. Namun, pemerintah hanya menerapkap PSBB sedangkan tiga hal lainnya diabaikan. Hal ini membuat kebijakan menjadi tidak lengkap. Sehingga penerapan di masyarakat pun tidak maksimal.

"Tampaknya pemerintah Indonesia hendak melakukan manuver dengan menerapkan PSBB saja karena tidak ingin menanggung pemenuhan hak kebutuhan pokok masyarakat dan hewan ternak, yang mana kewajiban pemenuhan hak tersebut ada dalam skema tindakan Karantina Wilayah, Karantina Rumah maupun Karantina Rumah Sakit," kata dia.

Ia menambahkan penetapan PSBB hanyalah membatasi kegiatan masyarakat yang berpotensi menciptakan kerumunan dan interaksi sosial. Secara desain aslinya di UU Kekarantinaan Kesehatan 2018, PSBB tidak mempunyai lingkup wewenang untuk membatasi mobilitas masyarakat baik mobilitas dari satu wilayah ke wilayah yang lain, mobilitas masyarakat dari rumah ke tempat lain maupun mobilitas masyarakat dari rumah sakit ke tempat lain. 

Artinya secara desain kebijakan sebenarnya PSBB tidak bisa mencegah mobilitas warga termasuk juga mobilitas warga yang positif terjangkit virus Covid-19 yaitu PDP (Pasien Dalam Pengawasan) dan ODP (Orang Dalam Pengawasan).

Lalu, terdapat terbitnya Perppu nomor 1 Tahun 2020 tentang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomial Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Pemerintah tampaknya berupaya mengambil langkah untuk mengalihkan penggunaan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan. Dengan melalui berbagai kebijakan relaksasi dan melalui peningkatan belanja di sektor kesehatan untuk jaring pengaman sosial dan juga untuk menyelamatkan perekonomian nasional.

"Namun, jika diperhatikan secara seksama, Perppu No. 1 Tahun 2020 ini menyimpan tendensi otoritarianisme, anti-keterbukaan, evaluasi dan anti-negara hukum. Ini bisa dilihat dari adanya problem fundamental dari segi konteks hukumnya yang mana berpotensi memunculkan moral hazard, fraud dan korupsi," kata dia.

Menurutnya, Pemerintah Pusat dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga tidak bisa melakukan apapun untuk menghadapi pandemi virus Covid-19. Sebab, tidak ada upaya preventif maksimal dan infrastruktur hukum yang mapan serta sistemik oleh pemerintah pusat.

"Kalau pandemi ini mau cepat selesai pemerintah harus lengkapi empat hal yang ada di UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Jangan hanya PSBB saja. PSBB saja sekarang ini tidak berpengaruh. Pemerintah telah bermain dengan hukum dan mengingkari peraturan yang ia buat sendiri untuk masyarakatnya," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement