REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar rapat koordinasi untuk membahas terkait kompensasi korban tindak pidana terorisme serta kelanjutan MoU antara BNPT dan LPSK sebelumnya, Kamis (14/5).
"Pertemuan ini untuk menjalin komunikasi dan koordinasi dalam rangka pemulihan korban terorisme," ujar Kepala BNPT Boy Rafli Amar, Jumat (15/5).
Menurut dia, banyak hal yang tentunya perlu ditindaklanjuti lagi berkaitan dengan memberikan perlindungan kepada saksi dan korban terutama dalam konteks kasus tindak pidana terorisme.
"Dengan adanya UU yang baru Nomor 5 Tahun 2018 perlu kita konkretkan dengan kerja sama menjadi semacam Standar Operasional Prosedur (SOP). Termasuk juga hal yang perlu dilanjutkan yaitu kerja sama (MoU) yang nampaknya sudah harus kita perbarui lagi," katanya.
Boy juga menuturkan bahwa pihaknya akan secara proaktif mendorong Peraturan Pemerintah (PP) tentang perlindungan korban tindak pidana terorisme agar segera disahkan.
"Berkaitan dengan PP Perlindungan, kita upayakan agar segera dapat disahkan dan diterbitkan," katanya.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution berharap di bawah kepemimpinan baru di BNPT, kerjasama itu akan berjalan lebih baik lagi. Menurut dia, MoU BNPT dan LPSK sebenarnya telah berakhir sehingga dibutuhkan ada kesepahaman baru untuk segera ditandatangani.
"Penting lagi kita menyamakan persepsi, apalagi setelah UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme disahkan. Ada beberapa mandat yang diberikan kepada kami, BNPT dan LPSK dan harus segera dirumuskan oleh negara terutama beberapa PP berkaitan dengan hak-hak korban," ujar Maneger.