REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rusli Cahyadi menilai tidak ada hal baru dalam aturan larangan mudik yang dirombak Menteri Perhubungan (Menhub) terkait pandemi COVID-19.
Menurut Rusli, pelonggaran dalam aturan larangan mudik tersebut sesungguhnya sudah tercakup dalam pengecualian pada pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan larangan mudik selama ini.
"Sebenarnya tanpa Menhub mengeluarkan aturan yang spesifik semacam itu, kan pergerakan-pergerakan orang yang dicakup dalam kebijakan Menhub itu sebenarnya sudah tercakup dalam kebijakan PSBB," kata Rusli di Jakarta, Senin.
Sebetulnya tanpa secara spesifik mengeluarkan kebijakan pelonggaran kebijakan PSBB, karantina sekalipun tetap memberikan pengecualian-pengecualian. "Jadi sebenarnya kebijakan Menhub tidak mengubah apa-apa," tutur Rusli.
Dia mengatakan dalam implementasi PSBB, aturan mudik dan karantina yang selama ini sudah diterapkan sebenarnya di dalam pelaksanaannya tetap ada pengecualian-pengecualian dalam hal pergerakan barang dan orang.
"Ketika kita mempersoalkan aturan Menhub, memangnya di dalam aturan PSBB itu tidak dicakup tentang pergerakan-pergerakan orang yang disebut di dalam aturan Menhub itu? Itu dicakup kok, cuma memang perlu aturan-aturan turunan yang lebih spesifik," tuturnya.
Kebijakan PSBB dan pelarangan mudik yang dikeluarkan pemerintah Indonesia semata-mata bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Semua prosedur untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19 tetap dijalankan selama ada pergerakan orang dan barang.
"Itu adalah rangkaian mekanisme prosedur untuk memastikan bahwa tujuan karantina, tujuan pelarangan mudik, dan tujuan dari PSBB itu tercapai," tutur Rusli