Ahad 10 May 2020 16:47 WIB

Haedar Ingatkan Pemerintah Agar Serius Lindungi TKI

Jangan sampai tenaga asing di dalam negeri justru dimanja bak raja.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.
Foto: Dokumen.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir meminta pemerintah dan DPR benar-benar mengambil langkah tegas dalam menangani kasus ABK WNI di kapal berbendera Cina. Sebab, hal itu menyangkut warga negara Indonesia.

Haedar menilai, ketegasan itu turut mencerminkan sikap dalam melindungi TKI dan warga negara Indonesia lain di luar negeri yang mengalami masalah. Termasuk, mereka yang terdampak Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Baca Juga

"Rakyat berharap pemerintah tegas dalam melindungi jiwa warga negaranya di manapun berada. Terlebih, Warga Negara Indonesia (WNI) itu tengah mengadu nasib di negeri orang dengan bertaruh nyawa," kata Haedar, Ahad (10/5).

Ia mengingatkan, jangan sampai muncul pandangan publik seperti selama ini. Tenaga asing di dalam negeri dimanjakan bagaikan raja, sedangkan tenaga kerja Indonesia di negeri orang sengsara laksana budak.

"Ini masalah serius, bukan soal opini negatif atau positif, tapi menyangkut harga nyawa warga negara yang wajib dilindungi sepenuhnya oleh negara. Ini lebih tinggi nilainya dari urusan ekonomi dan investasi," ujar Haedar.

Haedar meminta Kementerian Tenaga Kerja mengambil langkah tegas, jelas, dan berani melindungi TKI di luar negeri. Selain, memihak penuh ke tenaga kerja dalam negeri agar mereka sejahtera di rumahnya sendiri melebihi tenaga asing.

Jadi, kata Haedar, jangan sampai lagi setengah hati dan hanya menjadikan devisa sebagai pertimbangan. Artinya, berani tegas pula menindak praktik-praktik calo dan mafia yang jelas-jelas mengorbankan TKI.

"Cegah program-program yang kelihatannya untuk kepentingan TKI di dalam dan luar negeri, tapi nyatanya hanya untuk memanfaatkan anggaran kementerian," kata Haedar.

Ia meminta, hentikan ambisi mendatangkan tenaga kerja asing yang bermasalah dan jadi keberatan banyak pihak. Sementara pada saat bersamaan tenaga kerja sendiri bergumul nasib pahit. Apalagi, persoalan ketenagakerjaan itu sangat berat dan kompleks.

Sehingga, lanjut Haedar, memerlukan kebijakan yang terfokus dan serius dengan menyediakan lapangan kerja layak, dan bermartabat untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah dan DPR harus merumuskan kebijakan nasional komprehensif soal TKI.

"Dengan implementasi kewajiban konstitusional melindungi seluruh warga negara Indonesia. Ketimbang, bersikeras memaksakan RUU-RUU yang bermasalah di tengah pandemi yang membawa dampak sangat berat bagi rakyat kecil," ujar Haedar.

Pejabat diuji

Menurut Haedar, pejabat negara diuji komitmen dan kemampuan dalam menghadapi kasus-kasus yang menyangkut hajat hidup rakyat seperti ini. Petinggi negeri harus benar-benar memiliki kemauan politik yang menyangkut nasib rakyat.

Hal itu jauh lebih mulia daripada mementingkan legasi-legasi kekuasaan, politik, ekonomi dan kepentingan fisik belaka. Ini berlaku bagi pejabat-pejabat yang ada di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan institusi pemerintahan lainnya.

"Saatnya para pejabat negara berhenti bagikan bingkisan kepada sebagian warga yang tampak populis meski berguna seketika. Lebih baik bagikan dan jalankan kebijakan yang benar-benar menyejahterakan rakyat dan sepenuhnya pro-rakyat," kata Haedar.

Ia mengingatkan, Allah SWT dalam Surat Al Maidah 32 menegaskan mahalnya nyawa manusia. Di hadapan Allah, bahkan melindungi satu jiwa sama dengan melindungi seluruh manusia, melenyapkan satu nyawa sama dengan membunuh seluruh manusia. "Jadi, harga satu nyawa warga negara itu sungguh lebih dari segalanya," ujar Haedar.

Sebelumnya, Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) TV Korea Selatan melaporkan dugaan pelanggaran HAM kepada ABK asal Indonesia di kapal berbendera Cina. Tiga ABK asal Indonesia meningal dan jasadnya dilarung ke laut. Hal itu diketahui usai kapal tersebut sempat bersandar di Pelabuhan Busan.

Kejadian itu memicu kecaman tidak cuma dari warga Indonesia, Korea Selatan dan dunia. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, mengambil langkah meminta penjelasan Dubes Cina dan memproses pemulangan 14 ABK lain di Korea Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement