REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengingatkan pemerintah agar tidak lengah dan tetap mengantisipasi potensi kebakaran hutan. Peringatan itu muncul karena berdasarkan data yang ada setelah kebakaran hutan masif yang terjadi di 2.611.411 hektare (ha) lahan di Indonesia pada 2015 terjadi tren penurunan beberapa tahun setelahnya.
Meskipun demikian, ujarnya, pada 2019 kembali terjadi karhutla di lahan seluas 1.649.258 ha. Ini naik jauh dibandingkan 628.288 ha pada 2018.
"Jangan sekali-kali berpikir dan mengatakan bisa santai karena memang sekarang rendah performa (kebakarannya), tetapi nanti kita lihat," kata ilmuwan spesialis forensik karhutla, dalam konferensi pers daring yang diadakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Jumat (8/5).
Dia juga menyoroti adanya tren peningkatan luas karhutla di tujuh provinsi yang menjadi target restorasi gambut oleh pemerintah dari 2018 ke 2019. Menurut datanya, dari 115.923 ha lahan gambut di tujuh provinsi, target restorasi yang terbakar pada 2018 naik menjadi 482.674 ha pada 2019 atau meningkat 416 persen.
Bambang Hero mengatakan sebagai bagian dari upaya mengantisipasi karhutla pada 2020. Terutama di lahan gambut, pemerintah harus memastikan sekat kanal dapat berfungsi, sumur bor berfungsi dan terisi air dan sistem peringatan dini bekerja.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat penurunan titik panas (hotspot) dalam periode 1 Januari-7 Mei 2020 dibandingkan tahun lalu. KLHK masih menemukan wilayah yang terus mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dari 2015 sampai saat ini.
Menurut data yang didapat dari pantauan NOAA, dari Januari hingga awal Mei 2020 terdapat 25 hotspot di Indonesia dibandingkan 420 hotspot dalam periode yang sama pada 2019.