Jumat 08 May 2020 18:44 WIB

Soal Jasad ABK, Legislator: Jangan Ada Perbudakan Modern

Membuang jasad ABK Indonesia yang sakit dan meninggal, sungguh perilaku biadab.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum Pagar Nusa NU, Muchammad Nabil Haroen
Foto: Dok Istimewa
Ketua Umum Pagar Nusa NU, Muchammad Nabil Haroen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Nabil Haroen mengecam keras peristiwa pembuangan jasad warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) laut dikapal berbendera di Cina di laut. Nabil mendesak kepada pemerintah untuk segera serius melakukan investigasi berdasar hukum yang berlaku. 

"Jangan sampai ada perbukaan modern (modern slavery) yang kita tidak tahu, dan bahkan ada pembiaran. Membuang jasad ABK Indonesia yang sakit dan meninggal, sungguh perilaku biadab dan pelecehan terhadap Indonesia," kata  Nabil kepada Republika, Jumat (8/5).

Ia juga mendesak agar pemilik kapal, agen dan anak buah kapal diberi sanksi  jika memang ada tindak kriminal dan perbudakan modern. Selain itu ia juga meminta agar Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI) untuk bersikap tegas menyikapi kasus ini.

"Pihak Kemenlu RI telah meminta KBRI Beijing untuk mengkonfirmasi hal ini, dan saya kira perlu ada tindakan progresif dari pemerintah RI," ungkapnya.

Terakhir, dirinya juga mengimbau agar Kementrian Tenaga Kerja dan dinas terkait lebih serius meningkatkan edukasi dan kualitas tenaga kerja, agar tidak terjebak perbudakan modern. Ia memandang, jika pemerintah tidak memberikan perhatian terhadap kasus perbudakan modern yang membahayakan WNI, menurutnya hal itu bentuk pengingkaran kepada Undang-Undang. 

Sebelumnya pemerintah mengeklaim siap mendalami dugaan eksploitasi yang dialami anak buah kapal (ABK) Indonesia yang dilakukan kapal milik perusahaan Cina. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menindaklanjuti soal video pelarungan jenazah ABK Indonesia di kapal yang diduga milik perusahaan asal Cina.                             

"Kami telah berkoordinasi, termasuk mengenai dugaan ada eksploitasi terhadap ABK kita (Indonesia)," kata Menteri Edhy dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (7/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement