REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Haura Hafizhah
Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menyoroti model penindakan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada era kepemimpinan Firli Bahuri. ICW menilai, pemberantasan korupsi pada era Firli benar-benar senyap, minim penindakan, dan bahkan surplus buron.
"Bahkan tak salah jika publik banyak menilai KPK di era Firli Bahuri tidak lagi menjadi Komisi Pemberantasan Korupsi, akan tetapi berubah menjadi Komisi Pembebasan Koruptor," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Kamis (7/5).
Pada era Firli, satu-satunya penindakan berupa operasi tangkap tangan (OTT) digelar pada akhir April 2020 untuk perkara dugaan suap terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.
Aries HB Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim dan Ramlan Suryadi, Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, ditangkap pada Ahad (26/4).
Keduanya diduga menerima fee proyek-proyek di Muara Enim.
Menurut ICW, pada era Firli, banyak juga tersangka yang melarikan diri dari jerat hukum. Terhitung sejak Firli dilantik sebagai Ketua KPK saja setidaknya ada lima tersangka yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), yakni Harun Masiku, Nurhadi, Rezky Herbiyono, Hiendra Saputra, dan Samin Tan.
ICW, lanjut Kurnia, meragukan lima buron ini akan dapat ditemukan oleh KPK. Sebab, selama ini memang tidak terlihat adanya komitmen serius dari Pimpinan KPK terhadap sektor penindakan.
"Buktinya Harun Masiku yang sudah jelas-jelas berada di Indonesia saja tidak mampu diringkus oleh KPK," ucapnya.
Akan tetapi, sambung Kurnia, ICW tidak lagi kaget melihat kondisi KPK hari ini. Sebab, sejak Firli Bahuri beserta empat Pimpinan KPK lainnya dilantik kami sudah menurunkan ekspektasi kepada lembaga anti rasuah ini.
"Kami yakin mereka tidak akan berbuat banyak untuk menguatkan kelembagaan KPK. Hasilnya, sesuai dengan prediksi, KPK saat ini hanya dijadikan bulan-bulanan oleh para pelaku korupsi," ujarnya.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengungkapkan kendala lembaganya menangkap buronan kasus tindak pidana korupsi. Lebih lanjut, Nawawi menjelaskan bahwa kendala yang dihadapi adalah empat orang tersebut, kecuali Harun Masiku, diumumkan terlebih dahulu penetapannya sebagai tersangka. Nawawi menyebutkan dari kelima DPO, terkecuali si Harun Masiku, merupakan hasil OTT.
Menurut Nawawi, sejak pengumuman status tersangka tersebut, terkadang memakan waktu yang lama baru tahapan pemanggilan terhadap mereka. Hal tersebut, kata dia, yang menjadi "ruang" bagi para tersangka tersebut untuk melarikan diri.
"Jadi, praktik seperti itu yang potensi memberi 'ruang' para tersangka melarikan diri," ungkap Nawawi.
"Kalau soal keseriusan menangkap para buron, kami sangat-sangat serius. Akan tetapi, persoalannya bukan hanya pada tataran itu. Ini yang sedang kami evaluasi, praktik yang membuat para tersangka potensi melarikan diri," kata Nawawi menambahkan.
KPK pun menurutnya, sedang mengevaluasi praktik bidang penindakan agar tak ada lagi tersangka yang melarikan diri. Salah satu yang sedang dipertimbangkan, yakni menangkap tersangka sebelum statusnya diumumkan.
"Ini yang coba kami evaluasi dan benahi, dengan memulai model, saat pengumuman tersangka, tersangka sudah ditangkap terlebih dahulu. Saat diumumkan statusnya, langsung dimulai dengan tindakan penahanan. Ini model yang mulai coba dilakukan untuk meminimalisir banyaknya tersangka yang melarikan diri dan ujungnya di DPO," kata Nawawi.
Info Harun dan Nurhadi
Belum berhasilnya KPK menangkap buron pada era Firli belakangan dibumbui oleh informasi simpang siur. Harun Masiku bahkan disebut sudah meninggal.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman meyakini Harun Masiku telah meninggal dunia. Ia beralasan keberadaan Harun hingga kini tidak bisa terdeteksi, lain halnya dengan buronan KPK lainnya, Mantan Sekertaris MA, Nurhadi.
"Dasarku adalah untuk kasus Nurhadi hampir tiap minggu datang informan menemui aku dengan informasi-informasi baru, lha Harun Masiku tidak ada kabar apapun sehingga aku yakin sudah meninggal," ujar Boyamin saat dikonfirmasi, Senin (4/5).
Untuk itu, Boyamin berencana akan membuat laporan orang hilang dan meninggal dunia bila dalam waktu dua tahun Harun Masiku juga belum berhasil ditemukan. Begitu pula dengan KPK, kata Boyamin, juga harus mengumumkan pada publik untuk menghentikan penyidikan ( SP3 ) dengan alasan tersangka telah meninggal dunia.
"Ini penting untuk status istri dan anaknya terkait hak boleh menikah lagi bagi istrinya dan juga hak waris bagi istri dan anaknya," ujar Boyamin.
Sebelumnya keyakinan soal Harun Masiku telah meninggal dunia juga diungkapkan Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam rilisnya, Ahad (3/5).
"Sumber lain IPW justru mengkhawatirkan Harun sudah tewas. Tapi sumber itu tidak menjelaskan, apa penyebabnya? Terlepas dari sinyalemen itu, IPW berharap KPK terus memburu Harun dan segera menangkapnya," ujar Neta.
Adapun soal Nurhadi, Neta mengungkapkan, bahwa mantan sekjen Mahkamah Agung itu sempat terlacak lima kali saat melakukan shalat dhuha. Namun, buron KPK itu berhasil meloloskan diri saat hendak ditangkap.
“Sumber Indones Police Watch (IPW) menyebutkan, KPK dibantu Polri terus berupaya menangkap Nurhadi. Mantan Sekjen MA itu selalu berpindah pindah masjid saat melakukan shalat dhuha,” ungkap Neta dalam keterangan tertulisnya, Ahad (3/5).
Mabes Polri mengatakan, belum mengetahui informasi tentang Nurhadi yang sempat melakukan lima kali shalat dhuha di masjid yang berbeda-beda. Pihaknya mengaku masih mencari Nurhadi agar ia dapat diproses secara hukum karena kasus suap penyelesaian perkara di MA.
"Belum ada informasi tentang hal tersebut. Perkembangannya saat ini ya kami masih mencari yang bersangkutan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono saat dihubungi Republika, Selasa (5/5).
Ketua KPK Firli Bahuri menghargai kritikan yang menilai lembaga antirasuah di bawah kepemimpinannya belum memberikan torehan prestasi yang membanggakan. Firli mengaku terus bekerja dalam pemberantasan korupsi.
“Kami kerja kerja, terima kasih kritikannya,” ujar Firli kepada Republika, Selasa (28/4).
Menurut Firli, sudah menjadi tugas para aktivis untuk mengkritik. “Kan tugas mereka memang kritik. Justru saya heran kalau mereka memberi pujian dan apresiasi. Siapapun kan dikritik oleh mereka,” ucap Firli.