Jumat 08 May 2020 14:17 WIB

Kontradiksi PSBB: Menhub Diprotes DPR, Bupati Hingga MUI

Pemerintah diminta konsisten dan fokus pada penanganan Covid-19 terlebih dahulu.

Sejumlah calon penumpang bersiap melakukan lapor diri sebelum terbang di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (7/5/2020). Pemerintah melalui kementerian Perhubungan membuka kembali penerbangan domestik dengan penumpang bersyarat seperti pebisnis, penumpang Repatriasi, perjalanan dinas pejabat negara dan tamu negara dengan wajib menyertakan surat keterangan Negatif COVID-19 dari rumah sakit.
Foto: ANTARA/Muhammad Iqbal
Sejumlah calon penumpang bersiap melakukan lapor diri sebelum terbang di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (7/5/2020). Pemerintah melalui kementerian Perhubungan membuka kembali penerbangan domestik dengan penumpang bersyarat seperti pebisnis, penumpang Repatriasi, perjalanan dinas pejabat negara dan tamu negara dengan wajib menyertakan surat keterangan Negatif COVID-19 dari rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Febrianto Adi Saputro, Nugroho Habibi, Fuji Eka P

Keputusan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang membuka kembali izin operasional moda transportasi secara terbatas pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuai protes sebagian kalangan. Kebijakan Budi dinilai kontradiktif dengan PSBB sebagai upaya mengatasi pandemi Covid-19.

Baca Juga

Anggota Komisi IX DPR RI Nabil Haroen meminta pemerintah konsisten dan fokus pada penanganan Covid-19 terlebih dahulu. Pemerintah harus fokus dalam penurunan kurva kasus orang yang terinfeksi Covid-19.

"Ini yang harus jadi catatan, jangan sampai kebijakan-kebijakan yang ada justru bertentangan dengan penanganan Covid-19 dari sisi medis," ujar Nabil, Jumat (8/5).

Nabil mengakui, pemerintah memang harus memastikan sektor distribusi logistik aman. Sehingga, harus ada kepastian dan dukungan infrastruktur yang jelas agar sektor logistik terjaga.

Terlebih lagi, kata Nabil, saat ini banyak petani dan pengusaha yang kesulitan menjual produknya, karena keterbatasan transportasi. Karena jalur transportasi terhambat, penjualan menurun drastis dan harga jauh di bawah standar.

Sektor transportasi juga terdampak Covid-19, yang sebagian terancam negative cashflow, karena beberapa armada darat, laut dan udara tidak bisa berjalan normal. Namun, Nabil mengingatkan agar pemerintah tidak membuat kebijakan yang tumpang tindih.

Ia meminta seluruh kementerian terkait menyinkronkan kebijakan terkait pemutusan rantai penularan Covid-19 ini.

"Jangan sampai ada overlapping kebijakan, kebijakan pembukaan transportasi umum jangan sampai kontraproduktif dengan kebijakan PSBB misalnya. Jadi, di antara kementerian harus ada sinkronisasi kebijakan," kata Nabil.

Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi mengkritik aturan diizinkannya moda transportasi beroperasi kembali. Menurutnya diperbolehkannya transportasi baik udara, laut maupun udara membuat pelaksanaan PSBB di sejumlah daerah menjadi tidak maksimal.

"Dalih menhub bahwa tidak ada perubahan aturan hanya penjabaran aturan, hanyalah retorika belaka sebab substansinya sama bahwa perjalanan orang diperbolehkan," kata Baidowi, Jumat (8/5).

Sekretaris Fraksi PPP itu menilai kebijakan yang kerap berubah tersebut membuat masyarakat bingung dan terkesan tidak tegas dalam menerapkan sejumlah aturan. Selain itu dirinya juga mengkritik aturan yang memberi pengecualian terhadap pejabat dan pebisnis.

"Jika alasannya untuk pebisnis, atau pejabat, seberapa banyak mereka tersebut? Bukankah bisa diklaster perjalanan pada waktu-waktu tertentu, tidak dibebaskan waktunya seperti sekarang," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Awiek tersebut mengingatkan potensi terjadinya penyebaran virus Covid-19 gelombang kedua jika akses transportasi dilonggarkan. Jika ini terjadi, maka menurutnya yang paling disalahkan yaitu pemerintah, bukan masyarakatnya.

"Maka dengan kembalinya mobilitas warga dari satu kota ke kota lain membuat himbauan physical distancing maupun social distancing yang dilakukan selama ini menjadi tak terlalu bermakna," ungkapnya.

Selain itu dirinya juga mengingatkan masuknya virus tersebut ke Indonesia dari seorang WNA yang sama sekali tidak terdeteksi di bandara. Ia memandang pengalaman tersebut harus menjadi pembelajaran.

"Terlebih perjalanan darat yang kontrol pemeriksaannya sedikit longgar," ujarnya.

Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin bahkan menilai keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebagai sebuah blunder.

"Semua moda angkutan, termasuk bus dimungkinkan kembali beroperasi dengan catatan harus mentaati protokol kesehatan. Kami menilai, keputusan ini blunder dan bisa membuat aparat di daerah makin kerepotan," tegas Ade Yasin dalam pesan singkatnya, Kamis (8/5) malam.

Ade menyatakan, kebijakan membuka transportasi ke luar daerah hanya membuat persebaran Covid-19 kian meluas. Sehingga, secara ekonomi kerugian akan lebih besar karena akan semakin sulit pula memprediksi pandemi Covid-19 berkahir.

"Awak angkutan logistik punya potensi menularkan virus corona kalau tidak dilakukan kontrol secara ketat. Apalagi untuk angkutan penumpang," kata dia.

Jika kebijakan telah dijalankan, Ade meminta, pemerintah pusat dapat menjelaskan upaya untuk mengontrol perjalanan penumpang maupun pengguna moda tranportasi tersebut. Ade mempertanyakan, skema yang akan diambil pemerintah pusat.

"Kalau itu (pengecekan) dilakukan di pool-pool bus, apakah pool-pool bus atau terminal memiliki alat rapid test untuk mendeteksi calon penumpangnya? Oke, mungkin pas berangkat tidak kena, tapi di jalan mungkin lain lagi ceritanya," kata Ade.

Belum lagi, sambung Ade, mempersiapkan daerah yang akan menjadi tujuan para penumpang. Bila pemeritah pusat belum mampu menjelaskan skema yang akan diambil, Ade berpendapat, daerah tersebut hanya akan menjadi sasaran persebaran Covid-19.

Padahal, lima kepala daerah dari Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Bekasi serta Kota dan Kabupaten Bekasi (Bodebek) telah meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menghentikan sementara operasional KRL Jabodetabek.

Bukannya dihentikan, Ade mengatakan, Kemenhub malah menolak dan mengeluarkan kebijakan untuk mengoperasikan moda transportasi umum. Karena itu, Ade menilai pemerintah pusat khususnya Kemenhub tidak mendukung penuh penerapan PSBB di daerah.

"PSBB tentunya akan menjadi sia-sia. Mengingat regulasi yang terus berubah-ubah. Kami minta pemerintah pusat mendukung apa yang sedang kami lakukan," tegasnya.

Ade mendesak, pemeritah pusat segera menyelaraskan regulasi dengan aturan PSBB di daerah. Sebab, regulasi yang tidak selaras hanya mempersulit upaya daerah mengurangi persebaran Covid-19.

Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi se-Indonesia pun ikut menyampaikan pernyataan sikap kepada pemerintah Indonesia yang telah mengeluarkan kebijakan kontradiktif dengan peraturan pemerintah sendiri dan imbauan para tokoh agama. Pernyataan sikap ini merupakan hasil keputusan bersama 32 Dewan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia.

Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Provinsi Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar menyampaikan, pernyataan sikap ini sudah melalui pembicaraan sejak malam sampai sekarang. Artinya pernyataan sikap ini bukan keputusan tiba-tiba.

MUI juga mempunyai Satuan Tugas Covid-19 MUI. Mereka mengikuti perkembangan dan kebijakan pemerintah sejak wabah Covid-19 melanda Indonesia.

"Yang dilihat dan dirasakan di daerah itulah (pernyataan sikap 32 MUI Provinsi) kesimpulan yang harus disampaikan demi kepentingan bangsa dan umat," kata Buya Gusrizal saat dihubungi Republika, Jumat (8/5).

Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Provinsi DKI Jakarta, KH Munahar Muchtar menambahkan, pernyataan sikap MUI Provinsi se-Indonesia ini hasil diskusi. Kondisi bangsa dan negara sekarang tidak bisa ditutup-tutupi lagi karena ada di berita dan media sosial.

"Lagi melawan virus tiba-tiba pemerintah membuka dan melonggarkan moda transportasi, ulama sudah mengajak umat mematuhi Fatwa MUI, tapi mau dimentahkan lagi (oleh pemerintah), masyarakat jadi bingung," kata KH Munahar saat dihubungi Republika, Jumat (8/5).

Seluruh moda transportasi telah dibuka kembali mulai Kamis (7/5). Menhub Budi Karya dalam Rapat Kerja virtual dengan Komisi V DPR di Jakarta, Rabu (6/7), menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan salah satu penjabaran dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

"Intinya penjabaran artinya dimungkinkan semua moda angkutan udara, kereta api, laut, bus kembali beroperasi dengan catatan harus menaati protokol kesehatan," kata Budi.

Untuk kriterianya, dia menuturkan, saat ini tengah dirumuskan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Salah satu kriteria yang diperbolehkan untuk bepergian adalah untuk kepentingan tugas negara atau kepemerintahan bagi para pejabat negara dan anggota DPR.

photo
Ketentuan Bepergian Selama Pandemi Covid-19 - (republika/kurnia fakhrini)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement