Selasa 05 May 2020 12:56 WIB

Rasio Tes Indonesia Rendah, Wiku: Tidak Bisa Dibandingkan

Tim Pakar menyebut, rasio tes Indonesia per jumlah penduduk tidak bisa dibandingkan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Prof. drh. Wiku Adisasmito.
Foto: Istimewa
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Prof. drh. Wiku Adisasmito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Prof. drh. Wiku Adisasmito mengatakan rasio tes Indonesia per jumlah penduduk tidak bisa dibandingkan secara serta merta dengan negara-negara lain yang memiliki letak geografis dan kekuatan ekonomi yang berbeda-beda. "Indonesia negara keempat dengan populasi terbesar di dunia. Tidak bisa serta merta dibandingkan dengan negara yang ekonominya tinggi dan penduduknya rendah," kata Wiku dalam keterangannya pada konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Jakarta, Selasa (5/5).

Berdasarkan data di www.worldometers.info, yang dilihat Republika, Indonesia termasuk negara terbawah di dunia dengan jumlah tes terendah dibandingkan populasi penduduk, yaitu rata-rata 427 tes per satu juta penduduk. Indonesia masih di bawah Uganda dengan 907 tes, Kambodja 745 tes, Bangladesh dengan 532 tes, Zimbabwe 514 tes, serta Timor Leste 504 tes.

Menurut Wiku, kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan diperlukan adalah memperkuat sistem untuk proses pengujian sampel guna mengetahui kasus Covid-19. Pemerintah terus berupaya mempersiapkan laboratorium dan mendata jumlah sumber daya manusia laboran atau petugas laboratorium yang dimiliki.

Sehingga SDM yang ada bisa memenuhi kebutuhan petugas laboratorium yang dibutuhkan di seluruh wilayah Indonesia. Sampai dengan Senin 4 Mei 2020, secara akumulatif telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 116.861 spesimen dari 86.061 orang yang diperiksa di seluruh Indonesia.

Wiku menyebutkan pengetesan sampel menjadi hal yang sangat penting agar bisa mendeteksi keberadaan virus di suatu wilayah. "Untuk mengetahui virus ada di mana kita perlu melakukan testing menggunakan alat dan proses tertentu, diambil sampelnya dari manusia yang terpapar," kata Wiku.

Dengan ditemukan kasusnya dengan cepat, kemudian dilanjutkan dengan perawatan pasien dan pelacakan riwayat kontak orang-orang yang kontak dekat dengan pasien positif Covid-19 untuk mencegah penyebaran terjadi lebih luas.

Wiku menjelaskan, saat ini ada tiga metode pemeriksaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, yaitu pemeriksaan Real Time-PCR yang merupakan standar utama dengan sensitivitas dan spesifisitas hingga 95 persen, tes cepat molekuler yang juga memiliki sensitivitas dan spesifisitas 95 persen, serta rapid test berbasis antibodi dengan sensitivitas dan spesifitas 60-80 persen.

Untuk tes RT-PCR, pemerintah Indonesia sudah menunjuk 46 laboratorium di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kapasitas tes dengan target 10 ribu pengujian sampel per hari. Wiku menyebut pemeriksaan tes cepat molekuler sebenarnya sudah bisa dilakukan di seluruh Indonesia, namun terkendala pada ketersediaan cartridge khusus Covid-19 yang saat ini sulit didapat karena seluruh dunia membutuhkan.

Sedangkan yang banyak dikenal oleh masyarakat adalah tes cepat berbasis antibodi yang digunakan sebagai skrining status Covid-19 pada masyarakat yang diduga terpapar virus. Tes cepat berbasis antibodi ini perlu diikuti oleh pemeriksaan RT-PCR untuk mengonfirmasi apabila seseorang diketahui positif terjangkit Covid-19.

Tes cepat berbasis antibodi memiliki keunggulan yang dapat mengetahui hasil dalam kurun waktu 15-20 menit, namun memiliki kelemahan dari sisi sensitivitas dan spesifitasnya yang rendah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement