Senin 04 May 2020 21:10 WIB

Perppu Pilkada Belum Terbit, Nasib Pilkada Dipertanyakan

Perppu sebagai landasan hukum penundaan pemungutan suara menjadi 9 Desember.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mempertanyakan nasib penundaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 karena Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pilkada belum ditetapkan. Sedangkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mensyaratkan Perppu terbit paling lambat akhir April sebagai landasan hukum penundaan pemungutan suara menjadi 9 Desember.

"Tidak begitu jelas, apa sesugguhnya alasan presiden, sehingga belum juga menerbitkan Perppu yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah ini," ujar Manajer Program Perludem, Fadli Ramadhanil melalui keterangan tertulisnya, Senin (4/5).

Baca Juga

Padahal, jika dilihat kondisi ihwal kegentingan memaksa yang menjadi latar belakang presiden mengeluarkan Perppu sudah sangat terpenuhi. Pertama, ada kebutuhan hukum yang sangat mendesak di level undang-undang, untuk mengatur sistem penundaan Pilkada 2020 akibat pandemi Covid-19. 

Kedua, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada saat ini belum cukup mengatur pelaksanaan pemilihan di tengah bencana nasional. Apalagi pelaksanaan pemungutan suara Pilkada 2020 tidak bisa sesuai dengan jadwal yang diatur di dalam undang-undang yakni September 2020.

Ketiga, jika proses pembahasan dilakukan dengan mekanisme legislasi di DPR, akan memakan waktu yang lama. Sementara tahapan pilkada sudah berjalan dan perlu regulasi yang cukup untuk mengatasi kondisi ditengah pandemi Covid-19. 

Selain itu, lanjut Fadli, ada beberapa materi muatan penting yang diperlukan di dalam Perppu Pilkada. Materi untuk menjawab persoalan pelaksanaan pilkada yang saat ini masih menggantung. 

Pertama, kewenangan melakukan penundaan pilkada di seluruh daerah pemilihan dilakukan KPU RI. Sebab, dalam UU Pilkada yang berlaku saat ini, tidak ada ketentuan pemilihan lanjutan maupun susulan secara nasional karena hampir seluruh daerah pemilihan terdampak pandemi Covid-19. 

Menurut dia, kondisi pandemi Covid-19 memerlukan penundaan yang bersifat masif dan seragam. Dengan demikian, mesti ada pengaturan yang tegas dan eksplisit terkait kondisi-kondisi yang bisa membuat KPU RI dapat menerbitkan penudaan pilkada di seluruh daerah pemilihan.

Kedua, Perppu sangat penting dikeluarkan untuk merevisi jadwal pelaksanaan Pilkada 2020 yang diperintahkan pada September 2020. Amanat penyelenggaraan Pilkada sesuai jadwal itu, hampir pasti tidak dapat dilaksanakan sebagai akibat pandemi Covid-19. 

Fadli mengatakan, perlu ada sebab yang jelas dan alasan hukum yang terukur, sehingga pelaksanaan pilkada dapat ditunda. Ketiga, adalah terkait dengan alokasi anggaran pilkada di masing-masing daerah.

Di 270 daerah yang akan melaksanakan Pilkada 2020, masing-masing sudah mengalokasikan anggaran melalu Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan pemerintah daerah masing-masing. Dengan kondisi pilkada yang hampir pasti ditunda, tentu akan berakibat pada waktu pertanggungjwaban anggaran.

Selain itu, lanjut Fadli, kemungkinan terjadi kekurangan anggaran karena inflasi dan alasan-alasan fiskal lainnya. Dengan demikian, perlu diatur secara eksplisit di dalam Perppu Pilkada terkait dengan konsekuensi anggaran pilkada sebagai akibat dari pandemi Covid-19.

"Presiden Jokowi perlu segera merespons dengan positif dan segera dorongan untuk menerbitkan Perppu ini. Kepastian hukum adalah salah satu ciri dari pelaksanaan pilkada yang demokratis. Mengeluarkan Perpu adalah langkah untuk dapat mewujudkan kepastian hukum tersebut," kata Fadli. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement