Senin 04 May 2020 15:34 WIB

Gugus Tugas: Tes Covid-19 Terkendala Jumlah SDM

Masalah untuk meningkatkan tes covid-19 adalah jumlah SDM yang terbatas

Petugas medis menunjukkan hasil sampel saat tes swab di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (27/4/2020). PT KCI bersama Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Dishub dan Labkesda Provinsi Jawa Barat serta Dinkes Kota Bogor melakukan tes swab untuk 350 warga yang terdiri dari petugas PT KCI dan penumpang KRL Commuter Line yang dilakukan secara massal dan random dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan sebagai salah satu metode untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di moda transportasi KRL Commuter Line
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Petugas medis menunjukkan hasil sampel saat tes swab di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (27/4/2020). PT KCI bersama Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Dishub dan Labkesda Provinsi Jawa Barat serta Dinkes Kota Bogor melakukan tes swab untuk 350 warga yang terdiri dari petugas PT KCI dan penumpang KRL Commuter Line yang dilakukan secara massal dan random dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan sebagai salah satu metode untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di moda transportasi KRL Commuter Line

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengakui masalah untuk meningkatkan tes Covid-19 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) terdapat pada jumlah sumber daya manusia yang terbatas.

"Petugas laboratorium jumlahnya terbatas, mereka diharapkan bisa kerja 24 jam tapi saat ini cuma bisa 8 jam saja, kalau bisa tingkatkan sumber daya manusia di laboratorium melalui bantuan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) di daerah-daerah kita harapkan lab bisa bekerja selama 16 jam," kata Doni Monardo, Senin (4/5).

Metode PCR yang sering disebut dengan 'swab test' yang menggunakan sampel cairan dari saluran pernapasan bawah sebagai bahan pemeriksaan. Ketika sampel cairan dari saluran pernapasan bawah tiba di lab, para peneliti mengesktrak asam nukleat di dalamnya. Asam nukleat tersebut mengandung genom virus yang dapat menentukan adanya infeksi atau tidak dalam tubuh.

"Kalau sudah bisa beroperasi 16 jam berarti sudah di atas 12 ribu spesimen per hari yang diperiksa karena 'reagen' tersedia termasuk juga komponen-komponen lain untuk mendukung swab juga tersedia," ungkap Doni.

Reagen adalah zat atau senyawa yang digunakan ke sistem saat pengetesan yang menyebabkan reaksi kimia untuk melihat apakah terjadi reaksi.

Komponen lain yang dibutuhkan untuk PCR adalah viral transport medium (VTM) atau media pembawa virus dan ekstrak RNA atau pemurnian asam nukleat rantai tunggal yang merupakan hasil translasi dari DNA.

"Presiden sejak 2 minggu lalu meminta supaya setiap hari kita mampu melakukan 10 ribu pengambilan spesimen tapi kenyataannya data riil sampai sekarang ini baru berkisar 6.000-7.000 spesimen saja, faktornya bukan hanya reagen saja, reagen sudah terdistribusi hingga minggu ini 1 juta reagen, termasuk juga sudah VTM dan esktrasii RNA," ungkap Doni.

Menurut Doni, pemerintah sudah mendatangkan lebih dari 420 ribu reagen PCR dan bahkan pada Ahad (3/5) malam sudah tiba lagi 500 ribu VTM dan ekstraksi RNA.

"Sehingga diharapkan minggu ini kita punya 1 juta reagen, VTM dan ekstraksi RNA, jadi tes masif di 59 laboratorium bisa dioptimalkan lagi, kendalanya adalah sumber daya di tiap laboratorium belum optimal, masih terbatas tenaga personil," tambah Doni.

Untuk itulah Gugus Tugas Pusat meminta ke IDI Pusat maupun IDI wilayah untuk dapat membantu sehingga tesmasif bisa optimal.

"Kita tunggu beberapa hari ke depan setelah laboratorium berfungsi lebih optimal dengan pemeriksaan hingga lebih dari 10 ribu dengan waktu kerja bisa kurang lebih dari 16 jam mungkin bisa kita ketahui lebih pasti lagi daerah mana yang menurun, mendatar dan mana yang meningkat penyebaran Covid-19," jelas Doni.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement