Senin 04 May 2020 13:46 WIB

PSBB Catat Perlambatan Penyebaran Wabah Covid-19

PSBB disarankan tidak dikendurkan hingga kurva Covid-19 benar-benar turun.

Pengendara sepeda motor melintas di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Ahad (3/5/2020). Polda Metro Jaya mencatat sebanyak 39.999 pengendara melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta sejak 13 April dan 2 Mei dengan pelanggar terbanyak pengendara sepeda motor.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Pengendara sepeda motor melintas di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Ahad (3/5/2020). Polda Metro Jaya mencatat sebanyak 39.999 pengendara melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta sejak 13 April dan 2 Mei dengan pelanggar terbanyak pengendara sepeda motor.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Desy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro, Antara

Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB masih berlanjut di beberapa kota atau bahkan baru dimulai di kota lainnya. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat sejumlah provinsi mengalami perlambatan dalam penyebaran wabah Covid-19 pasca-penerapan kebijakan PSBB.

Baca Juga

Kepala BNPB sekaligus Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letnan Jenderal TNI Doni Monardo setelah rapat terbatas secara virtual yang dipimpin Presiden Jokowi dari Istana Kepresidenan Bogor, Senin (4/5), mengatakan Presiden telah memimpin rapat terbatas yang berhubungan dengan evaluasi PSBB.

“Dapat kami sampaikan telah terjadi perlambatan di beberapa provinsi terkait PSBB,” kata Doni Monardo. Namun, ia menambahkan bahwa Presiden meminta agar perlambatan tidak menjadikan penerapan kebijakan penanganan Covid-19 kendor.

"Laju kasus baru menurun sampai 11 persen tapi hal ini bukan berarti kita boleh lengah,” kata Doni. Ia mengingatkan potensi penularan masih terbuka. Pemerintah sudah memetakan beberapa klaster yang menjadi sumber penularan virus corona dalam beberapa waktu terakhir.

Seluruh pihak tetap diminta untuk patuh kepada protokol kesehatan baik social distancing, physical distancing, cuci tangan menggunakan sabun, menjaga jarak, dan segala upaya agar tidak terpapar Covid-19. “Hal itu sebagaimana kebiasaan menyentuh mata, hidung, mulut harus diingatkan jangan sentuh bagian sensitif wajah, harus tahu alasan kenapa tidak cuci tangan, menggunakan masker, ada anggota keluarga yang memiliki mobilitas tinggi,” katanya.

Doni menambahkan sejumlah daerah yang menerapkan PSBB pun telah memberikan peringatan berupa teguran sebagai sanksi. Sanksi diberikan kepada mereka yang tidak patuh terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Ia mencontohkan, Pemprov DKI misalnya telah menegur 2.673 pabrik, industri, dan kantor serta menyegel sementara 168 pabrik.

Sementara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Riau melakukan langkah hukum bagi pelanggar UU Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan yakni mereka yang berkumpul dan sesuai ketentuan diperiksa dan diproses masuk ke pengadilan. “Dan hal ini dapat apresiasi dari Jaksa Agung dalam ratas,” kata Doni.

Hingga Ahad (3/5) siang pemerintah telah melakukan pemeriksaan usapan rongga mulut dengan berbagai spesimen mencapai 112.965 spesimen terhadap 83.012 orang. Dari pemeriksaan tersebut 11.192 orang dinyatakan positif Covid-19 sedangkan 71.820 orang dinyatakan negatif.

Dalam rapat tersebut, Doni mengatakan Presiden RI Joko Widodo menyinggung pula mengenai libur Lebaran di tengah pandemi. Presiden meminta jajarannya mengkaji dua opsi waktu pengganti cuti Lebaran 2020, yakni pada akhir Juli bertepatan Idul Adha atau pada akhir tahun 2020.

"Bapak Presiden minta dipertimbangkan mana yang lebih baik apakah waktu Idul Adha akhir Juli atau tetap akhir tahun," ujar Doni.

Doni mengatakan pada awalnya cuti Lebaran diproyeksikan untuk diberlakukan pada akhir tahun 2020. Namun ada usulan agar dapat dilaksanakan pada akhir Juli atau bertepatan Idul Adha.

Dia menekankan jika seluruh pihak bersungguh-sungguh untuk taat dan patuh mengikuti protokol kesehatan, maka keadaan normal akan semakin cepat kembali terjadi. "Semakin taat, semakin kita cepat normal. Normal namun tetap memakai masker, tetap menjaga jarak dan tetap mengikuti protokol kesehatan," ujar Doni.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta agar penerapan status PSBB di empat provinsi dan 22 kabupaten/kota dievaluasi. Ia menekankan agar PSBB betul-betul diterapkan secara ketat dan efektif.

"Dan saya melihat beberapa kabupaten/kota telah melewati tahap pertama dan akan masuk tahap kedua. Ini perlu evaluasi. Mana yang penerapannya terlalu over, terlalu keblabasan, dan mana yang masih kendor,” kata Jokowi.

Menurut Jokowi, evaluasi penerapan PSBB ini penting sehingga pemerintah dapat melakukan perbaikan-perbaikan. PSBB pun diharapkan dapat berjalan lebih efektif. Selain itu, Jokowi meminta setiap daerah yang melakukan PSBB memiliki target terukur.

Misalnya, berapa banyak jumlah pengujian sampel dan tes PCR yang telah dilakukan, seberapa ketat isolasi yang dilakukan terhadap warga yang positif maupun yang dinyatakan sebagai PDP, dan juga seberapa ketat proteksi terhadap orang tua yang berisiko. “Apakah pelacakan yang agresif telah dikerjakan. Berapa yang telah di-tracing setiap hari betul-betul ini harus dikerjakan,” kata dia.

Lebih lanjut, mantan gubernur DKI itu juga menginstruksikan agar pemerintah terus mengawasi secara cepat potensi penyebaran beberapa klaster. Misalnya klaster pekerja migran, klaster jamaah tabligh, klaster rembesan pemudik, dan klaster industri. “Ini perlu betul-betul dimonitor secara baik,” ucap Jokowi.

Berdasarkan laporan yang diterimanya, jumlah pekerja migran Indonesia yang sudah kembali ke Tanah Air mencapai 89 ribu orang. Angka ini diprediksi masih akan terus bertambah dan diperkirakan masih ada lagi 16 ribu pekerja migran yang akan kembali.

“Ini betul-betul harus ditangani, dikawal secara baik di lapangan sehingga jangan sampai muncul gelombang kedua. Yang lain juga klaster industri. Kita harus memastikan industri-industri yang diizinkan beroperasi yang mana, harus dicek di lapangan, mereka melakukan protokol kesehatan secara ketat atau tidak,” kata dia.

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai kebijakan PSBB perlu diperketat, bukan dilonggarkan atau direlaksasi. Hal itu karena penyebaran dan penularan virus corona baru di Indonesia belum menunjukan adanya tanda-tanda penurunan.

"Pemerintah harus menetapkan skala prioritas. Antara menjaga kesehatan dan keselamatan warga dengan menjaga stabilitas ekonomi. Kalaupun keduanya dinilai penting, tetapi tidak boleh harus mengorbankan keselamatan warga," kata Saleh.

Saleh menilai, aspek keselamatan dan kesehatan warga negara harus diutamakan. Sedangkan persoalan ekonomi dirasa masih bisa ditunda. "Pemerintah harus membicarakan masalah ini dengan para ahli. Hasil pembicaraan itu tentu bisa mengambil suatu rekomendasi yang harus dilaksanakan," ujarnya.

Saleh meminta pemerintah benar-benar memperhitungkan dampak yang akan muncul sebelum melakukan relaksasi PSBB. "Menurut saya, jika pemerintah masih sanggup mengamankan jaring pengaman sosial, relaksasi ini belum diperlukan. Kalaupun mau ada relaksasi, nanti setelah kurva penyebaran virus ini benar-benar turun," ujarnya.

Hingga Ahad (3/5), kasus pasien positif di Indonesia mencapai 11.192 pasien dengan penambahan 349 kasus positif. Dari 11.192 kasus pasien positif, 1.876 di antaranya sudah dinyatakan sembuh, dan 845 pasien meninggal dunia.

Sedangkan 236.369 warga dinyatakan sebagai orang dalam pemantauan (ODP), dan 23.130 warga dinyatakan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP).

photo
Data Covid 19 di Provinsi Jawa Barat - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement