REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memprioritaskan warga yang belum terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dalam menyalurkan bantuan sosial (Bansos) presiden. Selain itu, warga yang belum menerima bantuan reguler, seperti Program Keluarga Harapan, Program Sembako, dan bantuan pemerintah provinsi juga akan diutamakan.
"Karena data yang diluar DTKS ini adalah kelompok yang harus mendapat perhatian, terutama mereka yang sebelumnya tidak miskin tiba-tiba menjadi jatuh miskin, sehingga peluang mereka menerima bantuan itu kecil," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/5).
Menurut Muhadjir, sebagian besar DTKS sudah mendapatkan bantuan reguler dari pemerintah. Ia pun mengatakan, pemerintah memerhatikandata yang ada di lapangan dan bantuan akan disalurkan berdasarkan data yang dihimpun RT/RW setempat.
Hal tersebut Muhadjir sampaikan setelah mengecek ketersediaan stok sembako di Marunda, Jakarta Utara dan turun langsung memantau penyaluran bansos di RW 08, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Pada Jumat, RW 08 menerima paket bansos sembako sebanyak 1.133 paket.
Ketika itu, Muhadjir menerima laporan dari RW setempat terkait data yang masih belum mencantumkan masyarakat yang patut menerima bansos. Menanggapi hal tersebut, dia mengatakan, masih ada ruang untuk usulan nama penerima bansos.
Muhadjir meminta agar petugas memastikan mereka adalah betul-betul warga yang terdampak. Selain itu, harus dipastikan pula tidak ada tumpang tindih antara yang menerima bansos dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
"Pemerintah pusat salurkan Bansos Presiden sebanyak 1,3 juta keluarga di DKI dan apabila pemprov akan menyalurkan Bansos dari anggarannya, maka diminta untuk melengkapi guna menjaring yang belum terdaftar. Nanti akan kita benahi persoalan data ini. Saya nanti minta Pak Mensos untuk benahi," jelas dia.
Persoalan tentang data bansos dinilai disebabkan oleh sengkarut pengelolaan data selama ini di Indonesia. Data disebut sering kali diabaikan dalam proses pembuatan kebijakan pemerintah.
"Kondisi ini disebabkan karena sengkarutnya pengelolaan data selama ini di Indonesia," ujar Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research, Arfianto Purbolaksono, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/5).
Arfianto mengatakan, keberadaan data sering diabaikan dalam proses pembuatan kebijakan di Indonesia. Bahkan, menurut dia, data yang dimiliki oleh pemerintah tumpang-tindih antara satu instansi kementerian dengan kementerian lainnya.