Rabu 29 Apr 2020 17:09 WIB

Komisi III Dorong KPK Aktif Awasi Anggaran Penanganan Corona

KPK jangan hanya menindak setelah terjadi kesalahan penggunaan anggaran.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Gedung KPK. Komisi III DPR meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) aktif dalam mengawasi anggaran penanganan pandemi virus Covid-19 atau corona.
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Gedung KPK. Komisi III DPR meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) aktif dalam mengawasi anggaran penanganan pandemi virus Covid-19 atau corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) aktif dalam mengawasi anggaran penanganan pandemi Covid-19 atau virus corona. Pasalnya, gelontoran dana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan sangatlah besar, yaitu Rp 405,1 triliun.

"KPK harus berperan aktif melakukan pengawasan. Seperti kita ketahui jumlah anggaran penanganan Covid-19 yang telah dianggarkan pemerintah sangat besar," ujar Ketua Komisi III Herman Herry dalam rapat dengar pendapat dengan KPK, Selasa (28/4).

Baca Juga

Pada masa pandemi seperti sekarang ini, KPK juga perlu fokus dalam fungsinya sebagai pengawas anggaran. KPK jangan hanya sebagai lembaga penindakan setelah terjadi kesalahan penggunaan anggaran.

"KPK juga harus memetakan dan mengantisipasi titik-titik yang rawan terjadi penyelewengan, korupsi, kolusi, nepotisme, hingga konflik kepentingan terkait penggunaan anggaran penanganan Covid-19," ujar Herman.

Koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah juga perlu diintensifkan oleh KPK. Pasalnya, alokasi dan penggunaan anggaran penanganan virus corona perlu diawasi sejak awal.

KPK juga perlu memperkuat koordinasi dengan lembaga negara lainnya, seperti kepolisian, kejaksaan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan demikian, anggaran bencana ini tak digunakan oleh oknum tak bertanggung jawab.

"Akan lebih baik bila terbangun kerja sama yang kuat dan efektif di antara mereka," ujar Herman.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan bahwa pihaknya telah memetakan titik rawan terjadinya korupsi di tengah pandemi saat ini. Pertama, rawan korupsi ada di tempat pengadaan barang dan jasa. Kedua, sumbangan dalam hal penanggulangan bencana dari pihak ketiga. Selanjutnya, pengalokasian anggaran, baik itu APBN maupun APBD.

"Terakhir adalah pendistribusian program bantuan sosial dalam rangka social safety net. Ini yang ada lakukan analisa kajian. Ada empat titik rawan terjadinya korupsi," ujar Firli.

Ia menyebut, KPK sudah mengawasi empat titik rawan tersebut. Bahkan, komisi antirasuah itu sudah menempatkan seseorang di gugus tugas Covid-19 untuk mengawasi hal tersebut.

"Bansos kita awasi. Penganggaran kita awasi. Bantuan pihak ketiga juga kita awasi. Untuk itu tentu karena kita baca ada kerawanan-kerawanan, lebih khusus lagi terkait pelaksanaan bantuan sosial," ujar Firli.

Ia menegaskan, pidana mati akan berlaku bagi pelaku korupsi dana penanganan bencana di tengah pandemi ini. "Maka bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain. Kita menegakkan hukum, yaitu tuntutannya pidana mati," ujar Firli. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement