Selasa 28 Apr 2020 01:37 WIB

Ibnu Sina Menghadapi Corona

Ibnu Sina mempraktikkan social distancing, pysical distancing dan no social panic.

Metode yang diambil Ibnu Sina menghadapi virus.
Foto:

Sebagaimana dikisahkan, pada saat muridnya bertanya kepada Ibnu Sina, apa yang harus dilakukan menghadapi virus tersebut? Sang guru menjawab,  “kamu harus menghadapi virus dengan percaya diri dan katakan padanya jangan mendekatinya”. Seraya muridnya berkata, “wahai virus, apabila engkau mendekatiku, katahuilah bahwa saya akan mencukur jengotmu yang tipis itu. Saya bersumpah tidak takut kepadamu, wahai virus."

Metode psikologi medis Ibnu Sina ini dilakukan agar masyarakat jangan terlalu cemas menghadapi kondisi ini. Karena kalau kecemasan menghantuinya maka ia akan meninggal dunia sebelum virus itu menghampirinya.

Ibnu Sina menjunjung tinggi profesinya sebagai dokter, ia sering menemui orang yang sangat terpandang pada saat itu, ia adalah Abu Raihan Al-Biruni (873-1048 M) yang kemudian menjadi sahabat-karibnya. Dikisahkan sebelum komunikasi dengan Al-Biruni, Ibnu Sina meminta sanitizer dan pakaian bersih serta seember air dicampur cuka untuk mencuci tangan dan wajahnya. Lalu Al-Biruni bertanya kepadanya, “kebiasaan ini berasal dari bangsa mana dan dari negeri mana?” Ibnu Sina menjawab, “cara ini harus dilakukan oleh seluruh masyarakat negeri Khawarizmi agar dapat menghalau virus”.

Selanjutnya Al-Biruni mempersilakan tamunya masuk ke rumahnya seraya bertanya, apakah virus ini bisa dilawan? Ibnu Sina menjawab, “sangat mungkin sekali, kita harus mengedukasi masyarakat agar jangan terlalu takut terhadap virus”. Bahwa virus ini menular dari satu orang ke orang lain, lewat tangan, wajah bahkan virus bisa ditularkan lewat udara. Untuk itu disarankan agar manusia tidak berkumpul, pasar diliburkan dan masjid harus segera dikunci untuk sementara waktu hingga wabah yang mematikan habis di muka bumi, dan masyarakat cukup beribadah di rumahnya sahaja”.

Pada zaman Ibnu Sina, edukasi perlawanan masif masyarakat terhadap virus dilakukan oleh pejabat pemerintah dengan turun ke jalan-jalan dan disampaikan kepada mereka agar melakukan social distancing, fysical distancing karena virus dapat menular dari orang ke orang. Guna menghindari virus misalkan uang yang merupakan alat tukar harus diseterilkan ke dalam air yang sudah dicampur dengan cuka.

Ibnu Sina berkata “janganlah kalian terlalu takut pada virus, stay at home dan bersenang-senanglah karena virus akan lari ketika melihat kalian bahagia. Dan ketahuilah wahai manusia satu orang sakit bisa menularkan kepada ratusan orang yang sehat”.  “Tinggalkan masjid, stay at home dan beribadah di rumah masing-masing apabila ingin terjauh dari wabah,” imbuh Ibnu Sina.   

Kepiawaian Ibnu Sina yang memadukan teori, praktik kedokteran dan keikhlasan pengabdian kepada masyarakat sudah dilakukan sejak ia berusia 16 tahun. Sejak beliau sudah memperoleh status penuh sebagai dokter yang berkualitas dan bahwa "Kedokteran adalah ilmu yang sulit ataupun berduri, seperti matematika dan metafisika, sehingga segera membuat kemajuan besar, saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat pasien, menggunakan obat yang disetujui".

Ketenaran Ibnu Sina menyebar dengan cepat dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran. Kita dapat mengambil pelajaran dari keteladanan Ibnu Sina karena ia sebagai seorang filosof Muslim ia juga adalah dokter yang dermawan dan ketika terjadi wabah virus di negerinya yang jumlah dokter sangat sedikit kala itu, ia senantiasa berkunjung ke pasien miskin yang tidak memiliki kemampuan untuk berobat.

Kesungguhan dan pengabdian Ibnu Sina dalam bidang kedokteran terbukti, di mana ia senantiasa berguru dan bersilaturahmi kepada para dokter senior seperti Al-Husein Bin Nuh Al-Qomari dan Abi Sahal Al-Musayyab. Ia tidak hanya belajar teori kedokteran, namun ia selalu mempraktekkan kepada pasen yang menjadi tangung-jawabnya. Dan hal itu ia lakukan tanpa pamrih.

Hampir satu bulan Indonesia dirundung wabah virus Corona atau Covid-19. Tidak hanya Indonesia, bahkan seluruh negara sedang bersusah payah untuk memutus rantai persebaran virus berbahaya ini. Ketentuan-ketentuan seperti physical distancing, di rumah saja – jaga jarak, tidak ada kepanikan sosial – no social panic dan tidak boleh mudik, hal ini akan menimbulkan karakter baru di masyarakat. Tentunya masyarakat harus memilih agar menjaga solidaritas dan keguyuban yang sebelumnya dijalin, bukan semakin membuat jarak dengan masyarakat lain.

Pascavirus ini usai, dengan ketenangan dan kesabarannya kita bisa berpikir dengan baik untuk melanjutkan aktivitas positif sehari-hari. Kita tetap bersolidaritas dan tidak untuk memilih jalan perpecahan.

Di akhir artikel ini, penulis mengutip pesan tokoh kedokteran dunia ini yang dikenal juga dengan sebutan Sheikh al-Rayees menyatakan, “Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaraan adalah permulaan kesembuhan”.

*) Dekan Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Tazkia (Institut Tazkia), Sentul-Bogor, Wakil Ketua Himpunan Alumni Maroko di Indonesia (HIMAMI), dan Wakil Ketua Jaringan Alumni Timur Tengah di Indonesia (JATTI).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement