REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pidana tambahan mengganti kerugian negara terhadap koruptor belum sebanding dengan angka kerugian negara dalam perkara korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat perkara korupsi sepanjang 2019 yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan baru menghasilkan denda pengganti kerugian negara yang nilainya sebesar Rp 748,1 miliar. Sementara kerugian negara mencapai Rp 12 triliun.
“Pidana tambahan uang pengganti ini masih sangat sedikit sekali. Praktis di bawah 10 persen dari total kerugian keuangan negara,” ujar Peneliti Hukum ICW Kurnia Ramadhana, saat berbincang singkat via seluler, Senin (27/4).
Kesenjangan yang sangat lebar antara kerugian negara dengan hasil pidana ganti kerugian menunjukkan upaya yang belum maksimal dalam pemidanaan para terdakwa korupsi di pengadilan.
“Upaya pemulihan kerugian negara masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan,” kata Kurnia menambahkan.
Padahal, menurut dia, amanah Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 18 menebalkan tentang pemidanaan tambahan terhadap terpidana korupsi, berupa ganti kerugian negara sepadan dengan nilai kerugian negara dari hasil korupsi.
Pemidanaan yang belum maksimal terhadap para koruptor ini, patut menjadi masalah yang serius dalam penegakan hukum. ICW pekan lalu, juga pernah merilis rentang hukuman yang ringan diberikan para koruptor yang sudah terbukti bersalah di pengadilan.
Dalam catatan ICW sepanjang 2019 tercatat ada 1.019 perkara korupsi yang ditangani KPK dan Kejaksaan, dengan jumlah terdakwa sebanyak 1.125 orang.
Namun dalam penerapan hukuman, rerata hukuman para terdakwa cuma sekitar 2 tahun 7 bulan. Spesifik Kurnia menerangkan, ada sekitar 842 terdakwa korupsi yang diberikan vonis ringan. Pun ICW mencatat, penuntutan yang belum maksimal terhadap pelaku korupsi. Rerata penuntutan terhadap terdakwa korupsi, sepanjang 2019 hanya 3 tahun 7 bulan.
Padahal, menurut Kurnia, UU Tipikor memberikan rentang hukuman yang berat terhadap pelaku korupsi yang dapat dipidana maksimal selama 20 tahun penjara. Bahkan dalam beberapa praktik korupsi yang melibatkan bantuan kemasyarakatan dan sosial, maupun korupsi yang masif, dapat dikenakan penjara seumur hidup, pun bisa hukuman mati.
“Tentu ini menggambarkan bahwa aparat penegak hukum, baik kejaksaan maupun KPK belum memandang isu pemidanaan berat koruptor, dan pemiskinan terhadap koruptor sebagai cara yang ideal dalam memberantasan korupsi,” terang Kurnia.
ICW mengharapkan, regulasi yang mapan dalam pemidanaan korupsi di Tanah Air, dapat diterapkan dengan konsisten oleh KPK maupun Kejaksaan, terutama Pengadilan dalam pemberantasan, dan pemiskinan korupsi.