REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendapatan perajin makanan olahan di Kabupaten Lebak, Banten, meningkat saat pandemi wabah COVID-19. Situasi seperti saat ini memberikan berkah tersendiri bagi pengusaha kecil dan menengah.
"Kami saat ini pendapatan keuntungan naik dari Rp500 ribu menjadi Rp1,5 juta per pekan," kata Naya (45) seorang perajin makanan tradisional di Cibeureum Kalanganyar Kabupaten Lebak, Ahad (26/4).
Kerajinan makanan olahan itu kini banyak pesanan, terlebih bulan suci Ramadhan 1441 H, namun permintaan tersebut dibatasi sehubungan merebaknya pandemi COVID-19. Kebanyakan pesanan tersebut adalah warga Kabupaten Lebak dan sekitarnya dan mereka makanan itu untuk persiapan makanan Lebaran.
Biasanya, kata dia, pengalaman tahun-tahun lalu permintaan konsumen dari Tangerang dan Jakarta, tetapi daerah itu kini menjadi "zona merah" penyebaran viruss Corona. "Kami tidak terdampak COVID-19, bahkan keuntungan naik tiga kali lipat dari Rp500 ribu menjadi Rp1,5 juta per pekan," katanya menjelaskan.
Uni (55) seorang perajin warga Sentral Rangkasbitung Kabupaten Lebak mengaku dirinya selama penyebaran COVID-19 diuntungkan karena pendapatan makanan olahan meningkat.
Produki makanan olahan itu antara lain rangginang dan peuyem ketan dan kue cincin.
Biasanya, kata dia, di hari biasa mendapatkan penghasilan Rp500 ribu, namun kini banyak pesanan konsumen.
"Kami saat ini bisa meraup keuntungan bersih dari Rp250 ribu bisa menjadi Rp500 ribu per hari," katanya.
Kepala Seksi Aneka Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Sutisna mengatakan industri aneka makanan olahan itu dilakukan kaum perempuan untuk membantu pendapatan kepala keluarga dengan alasan penghasilannya kecil.
Kaum perempuan tersebut memproduksi aneka kerajinan makanan olahan di antaranya kerupuk udang, emping, nasi buras, pais pisang, keripik singkong, bugis, peuyeum ketan merah, gipang, kue cincin, opak, timbel, rangginang, bolu dan lainnya.
Pemasaran aneka makanan olahan dijual di sekitar lingkungan juga berkeliling antarkampung di daerah itu.
Para penjual makanan olahan diperkirakan ratusan kaum perempuan dan bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. "Kami mendorong kerajinan makanan olahan itu dipastikan kesejahteraan masyarakat meningkat," kata Sutisna.