Jumat 24 Apr 2020 23:01 WIB

Corona, Menteri KLHK Pastikan Antisipasi Karhutla Berjalan

Berdasarkan analisis BMKG, puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juni-Juli

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya (kanan) menyatakan walaupun pandemi Covid-19 melanda namun tim satgas tetap bekerja keras mengantisipasi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya (kanan) menyatakan walaupun pandemi Covid-19 melanda namun tim satgas tetap bekerja keras mengantisipasi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan, tim satgas tetap bekerja keras mengantisipasi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia meskipun di tengah situasi wabah virus corona.

Berdasarkan analisis BMKG, puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Juni-Juli, terutama pada wilayah Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.

''Karhutla tetap jadi prioritas kerja pemerintah. Sebagaimana arahan presiden, meski kita menghadapi masa sulit karena penyebaran covid-19 Corona, namun pelayanan prioritas tidak boleh terganggu. Kerja lapangan dan koordinasi tim supervisi tetap jalan mengantisipasi karhutla, terutama di wilayah rawan,'' kata Siti dalam keterangannya, Jumat (24/4).

Secara khusus Siti menyampaikan  penghargaan kepada tim lapangan, terutama pada anggota Manggala Agni KLHK, TNI, Polri, BPBD, BNPB, BPPT, BMKG, unsur Pemda lainnya, swasta, Masyarakat Peduli Api (MPA), yang terus menerus masih tetap bekerja di tengah situasi pandemi.

Tim satgas lapangan ini tidak hanya bekerja di titik terdepan saat terjadi karhutla, namun juga rutin turun melakukan sosialisasi bahaya karhutla dan penyebaran covid-19 corona secara door to door (ke rumah warga).

''Untuk Karhutla kita tidak bisa menunggu, harus dari sekarang upaya antisipasi seperti TMC (Tekhnologi Modifikasi Cuaca) dilakukan. Kita sudah menyurati para Kepala Daerah di awal Maret, dan meminta semua pihak termasuk swasta dan pemangku kawasan untuk waspada karhutla,'' tegasnya.

Sementara itu Kepala BMKG, Dwi Korita mengungkapkan bahwa Indonesia pada tahun ini mengalami El Nino Netral dengan tingkat kekeringan pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan normalnya.

“Awan hujan masih tersedia sekitar bulan April-Mei, sehingga ini waktu yang paling tepat untuk menyelenggarakan TMC pada beberapa provinsi rawan karhutla untuk mengisi embung dan membasahi gambut,” kata Korita.

Sedangkan Kepala BPPT, Hammam Riza, mengungkapkan bahwa pelaksanaan TMC akan lebih efisien apabila menggunakan pesawat berkapasitas besar milik TNI.

BPPT sudah melaksanakan TMC di Provinsi Riau dengan pelaksanaan sebanyak 27 sorti, menghasilkan hujan hampir setiap hari dengan volume 97,8 juta meter kubik sehingga titik hotspot di Riau pernah berkurang hingga nihil.

Namun tantangan karhutla di Provinsi ini dinilai masih sangat besar saat nanti datang musim kemarau. Untuk meningkatkan upaya pencegahan karhutla, beberapa langkah prioritas akan dilakukan KLHK.

Diantaranya dengan berkoordinasi kepada Gubernur Provinsi rawan Karhutla sebagai Kepala Satgas Dalkarhutla Provinsi, utamanya dalam hal antisipasi kekeringan pada lahan gambut.

Selain itu mengupayakan TMC untuk pembasahan lahan gambut yang rencananya dilaksanakan mulai awal Mei di lokasi yang teridentifikasi berulangkali terjadi karhutla yaitu Riau (Bengkalis, Pelalawan), Sumatera Selatan (Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir), dan Jambi (Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur).

Selanjutnya berkoordinasi dengan para pihak untuk melaksanakan TMC, mengaktifkan sektor swasta, dan melakukam sosialisasi kepada masyarakat tani hutan untuk upaya pencegahan pembukaan lahan tanpa membakar.

Hal terpenting lainnya, memberikan peringatan yang lebih tegas kepada pemegang izin yang lokasinya secara berulang terjadi karhutla.

Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA), hotspot per tanggal 1  Januari hingga 23 April 2020 sebanyak 737 titik. Sedangkan pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 1.177 titik. Artinya, terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 440 titik atau 37,38 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement