REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Ferry K Rizkiyansyah, mengatakan Pemilihan Umum (Pemilu) termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses demokrasi yang segala prosedurnya sudah jelas sejak awal. Akan tetapi, ia menyangsikan pelaksanaan pemungutan suara pada Pilkada 2020 pada 9 Desember setelah ditunda akibat pandemi Covid-19.
"Election is predictable procedure, but election is unpredictable result, segala sesuatu yang memang ada dalam Pemilu itu sesuai dengan prosedurnya, ada prosedurnya, jelas prosedurnya di awal," ujar Ferry dalam diskusi virtual, Ahad (19/4).
Ia mengatakan, tahapan-tahapan pemilihan harus sudah dipastikan terlebih dahulu. Namun, ia menilai, kesimpulan rapat dengar pendapat sehingga Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah menunda Pilkada 2020 hingga hari pencoblosan dilaksanakan 9 Desember, bergeser tiga bulan dari jadwal semula, 23 September tidak membawa kepastian pelaksanaan.
Menurut dia, sebelum menyelenggarakan Pilkada, harus ada kepastian hukum, sehingga susunan tahapan pemilihan, sumber daya manusia, anggaran pilkada, hingga nasib penyelenggara pemilihan yang jelas. Sementara, kapan berakhirnya pandemi virus corona juga belum jelas.
Padahal, pemerintah harus memastikan juga keselamatan para penyelenggara pemilihan hingga ke tingkat bawah, termasuk masyarakat dan peserta Pilkada. Sebab, pelaksanaan tahapan Pilkada melibatkan interaksi sosial bahkan melibatkan banyak orang.
Ferry menuturkan, pemerintah juga belum memastikan kapan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai dasar hukum menunda Pilkada 2020. Sedangkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mensyaratkan Perppu Pilkada sudah keluar akhir April agar segera disusun Peraturan KPU (PKPU) sebagai pengaturan teknisnya yang harus ditetapkan akhir Mei.
Sehingga, KPU Provinsi maupun Kabupaten/Kota dapat memulai kembali tahapan Pilkada yang ditunda pada 31 Mei atau awal Juni 2020. Namun, KPU, pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, Komisi II DPR RI, serta penyelenggara pemilu lainnya akan kembali menggelar rapat.
Pelaksanaan tahapan lanjutan ini akan dibahas menyusul keputusan pemerintah terkait masa status darurat bencana Covid-19, apakah dihentikan atau justru diperpanjang. Saat ini, pemerintah melalui Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menetapkan masa status darurat hingga 29 Mei.
Hal itulah yang membuat Ferry ragu ketika pilkada dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Menurut dia, pengambilan keputusan di tengah situasi yang tidak menentu ini jangan sampai mengancam kualitas penyelenggaraan Pilkada
"Saya tidak membayangkan kalau misalnya nanti KPU sudah membuat tahapan per 9 Desember 2020 tapi ternyata Covid-19 belum selesai apakah nanti akan dibuat terus tahapan-tahapan lagi, ini perlu menjadi catatan," kata Ferry.
Sementara itu dalam diskusi yang sama, Tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) juga belum bisa memastikan kapan berakhirnya wabah virus corona. Pandemi Covid-19 bisa diatasi dengan komitmen kuat pemerintah menekan angka kasus terpapar virus corona dengan sejumlah kebijakan yang signifikan.
Staf Pengajar FKM UI dokter Pandu Riono mengatakan, pandemi virus corona dikatakan berakhir secara mudah ketika orang terpapar virus corona yang masuk ke rumah sakit terus menurun. Angka kasus orang yang positif Covid-19 dan kasus meninggal akibat Covid-19 terus menurun drastis.
"Masih ada orang yang sakit, tapi kelipatannya makin lama makin panjang, jadi tidak menjadi problem lagi," kata Pandu.