REPUBLIKA.CO.ID, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengaku membalas pesan menggunakan "OK sip" terkait pertemuan Harun Masiku dengan Saeful Bahri dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Namun, Hasto menekankan ia tidak memberi atensi atas hal itu.
"Percakapan pada 13 Desember 2019 terkait laporan yang disampaikan Saeful Bahri bahwa yang bersangkutan sudah bertemu dengan Harun Masiku kan saudara memberikan jawaban 'OK Sip' itu selalu begitu jawabnya?" tanya Ketua Majelis hakim Panji Surono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/4).
"Ya bahwa setelah saya mendengar kabar bahwa adanya permintaan uang dari terdakwa maka singkatnya saya menjawab 'OK sip' artinya saya membaca tapi tidak menaruh atensi karena memang saya menerima begitu banyak Whatsapp sebagai Sekjen PDIP," Hasto di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Jakarta, Kamis.
Hasto menyampaikan hal tersebut menggunakan sarana video conference saat bersaksi untuk terdakwa, Saeful Bahri yang berada di rumah tahanan (rutan) KPK di gedung KPK lama. Sedangkan, jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam perkara ini, Saeful Bahri yang juga merupakan kader PDIP didakwa bersama-sama Harun Masiku ikut menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Tujuannya agar mengupayakan PAW anggota DPR RI daerah Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku.
"Tanggal 23 Desember saudara juga mengatakan 'OK Sip'?" tanya hakim.
"Saya menerima Whatsapp tersebut, saya membaca dan kemudian saya tidak memberikan perintah atau atensi atas hal tersebut termasuk untuk urusan yang tadi, urusan pemecatan pun yang diusulkan terdakwa saya hanya jawab 'OK Sip'," jawab Hasto.
"Jadi 'OK Sip' tidak harus benar semua tapi yang tidak jelas juga 'OK Sip'?" kejar hakim.
"Ya kami menjawab seperti itu 'OK Sip', kalau tidak benar kami tidak jawab 'OK Sip', mohon maaf," jawab Hasto.
"Masalahnya apakah Harun pernah ngasih uang ke saudara baik langsung atau perantara?" tanya hakim.
"Harun Masiku tidak pernah memberikan uang ke saya baik secara langsung maupun lewat perantara," jawab Hasto yakin.
JPU KPK juga menanyakan istilah 'OK Sip' yang dipakai Hasto dalam percakapan.
"Ada komunikasi saudara di BAP No 35 dengan Pak Donny Istiqomah pada 13 November 2019 intinya menyampaikan 'Mas kronologi Harun besok jam 10 pagi saya cocokkan dengan arsip surat yang sudah kita keluarkan, paling telat jam 11, ready. Saya sudah janjian dengan Ratna besok di lantai 1 untuk cek ulang ini', lalu dibalas 'OK sip' maksudnya bagaimana?" tanya jaksa Takdir.
"Jadi di situ saya membaca dan sebagai jawaban saya dan saya membaca dan terhadap apa yang disampaikan Donny Istiqomah ke saya kami minta kronologi karena diperlukan untuk bahan rapat DPP partai yang akan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung," jawab Hasto.
"Komunikasi saksi dengan terdakwa tanggal 3 Desember 2019 di BAP 33 penyampaian terdakwa kepada saksi 'Izin lapor mas, Donny berhasil nekuk kelompoknya tuedi, jagoan kita menang di kongres, izin mas terkait Pak Harun kewenangan pemecatan Riezki kewenangan dan sebagainya ini maksudnya bagaimana?" tanya jaksa Takdir.
"Dari sini terdakwa mengusulkan penetapan Harun bisa dilakukan dengan pemecatan saudara Riezki tapi saya hanya baca dan tidak memberikan atensi, maka saya hanya mengatakan 'OK Sip'," jawab Hasto.
"Apakah pemecatan beda dengan PAW?" tanya jaksa Takdir.
"Beda karena secara teknis memang menjadi kewenangan bidang hukum jadi saya jawab 'OK Sip'," jawab Hasto.
In Picture: Hasto Bantah Terlibat Suap Kasus OTT Komisioner KPU
Terdakwa Saeful Bahri juga diketahui melaporkan lobi yang ia lakukan ke mantan anggota KPU Wahyu Setiawan kepada Hasto agar terjadi PAW anggota DPR bagi Harun Masiku. Hal ini juga ditanyakan JPU kepada Hasto.
"Kami perlihatkan komunikasi via Whatsapp 8 Januari 2020, Saeful menyampaikan 'Saya otw ke DPP, saya jelaskan lisan, semalam kami masih meeting dengan Wahyu, ada Mas Arif juga, intinya Wahyu masih dalam lobi itu, surat sudah terbit tapi masih on going process karena kita dia belum sempat ngedrop ke semua komisioner', apakah pernah disampaikan chat ini dari Saeful ke saksi?" tanya jaksa Takdir Suhan.
"Karena saya di tengah-tengah pertemuan dengan Mendagri, saya kirim surat 7 Januari yang intinya menolak permohonan dari PDIP, setelah surat itu saya kirim ke Donny dan Saeful atas jawaban tersebut saya tidak beri atensi apa-apa karena kejadian OTT yang terjadi kepada saudara terdakwa sehingga tidak memahami pesan tersebut," jawab Hasto.
"Ketika saya kirim surat penolakan dari KPU tujuan saya adalah kira-kira langkah hukum apa untuk dilakukan, tapi sebelum hal itu terjadi sudah dilakukan OTT," tambah Hasto.
"Tapi benar ada chat dari terdakwa?" tanya jaksa Takdir.
"Betul," jawab Hasto.
Dalam dakwaan Saeful disebutkan, bahwa meski Nazaruddin Kiemas sudah meninggal dunia, namun ia tetap mendapat suara tertinggi di dapil Sumsel I yaitu 34.276 suara dalam pileg. Pada Juli 2019 rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas.
Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto lalu meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI. Namun, KPU membalas surat DPP PDIP itu dengan menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Harun Masiku lalu meminta Saeful agar Harun dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apa pun yang kemudian disanggupi Saeful. Saeful bersama Donny Tri Istiqomah lalu menemui Harun Masiku di Restoran di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 13 Desember 2019 dan disepakati biaya operasional untuk Wahyu adalah sebesar Rp1,5 miliar dengan harapan Harun dapat dilantik sebagai anggota DPR pada Januari.
Uang diserahkan pada 17 Desember 2019 dari Harun Masiku kepada Saeful sebesar Rp400 juta. Selanjutnya ditukarkan menjadi 20 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Wahyu sebagai down payment.
Uang diberikan melalui Agustiani sedangkan sisa uang dari Harun dibagi rata Saeful dan Donny masing-masing Rp100 juta. Pada 26 Desember 2019, Harun lalu meminta Saeful mengambil uang Rp850 juta dari Patrick Gerard Masako. Uang itu digunakan untuk operasional Saeful sejumlah Rp230 juta, untuk Donny Tri Istiqomah sebesar Rp170 juga dan kepada Agustiani Tio sejumlah Rp50 juta sedangkan sisanya Rp400 juta ditukarkan menjadi 38.350 dolar Singapura untuk DP kedua kepada Wahyu Setiawan.
Pada 8 Januari 2020, Wahyu Setiawan menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang diterima dari Saeful yaitu sejumlah Rp50 juta ke rekening BNI atas nama Wahyu. Namun, sebelum uang ditransfer, Agustiani dan Wahyu diamankan petugas KPK dengan menyita 38.350 dolar Singapura.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020, Harun Masiku hingga saat ini belum ditemukan dan sudah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron.