REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur khofifah Indar Parawansa bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan melakukan pencanangan pembangunan Bandar Udara Kediri, yang pembangunannya resmi dimulai Rabu (15/4). Pembangunan bandara diperkirakan memakan waktu dua tahun. Adapun nilai investasi yang digelontorkan pada tahap I pembangunan sebesar Rp 9 triliun.
"Meskipun tengah darurat Covid-19, namun pembangunan bandara ini tetap dimulai sesuai jadwal," kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (15/4).
Khofifah menerangkan, Bandara Kediri merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dan nantinya menjadi pintu gerbang alternatif menuju Jawa Timur selain melalui Bandara Juanda, Surabaya. Kehadiran bandara ini utamanya untuk membuka akses ke wilayah selatan Jawa Timur seperti Tulungagung, Magetan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Madiun, dan lain lain.
"Jadi, konektivitas udara di wilayah Jawa Timur utara dan selatan menjadi lebih seimbang. Selama ini terkesan hanya wilayah utara yang maju dari sisi konektivitas dan akses. Nah, dengan hadirnya bandara ini maka tidak ada lagi dikotomi utara dan selatan. Semua sudah terbuka," ujar Khofifah.
Khofifah berharap, semua sektor mulai dari pariwisata, pertanian, perkebunan, maritim, dan sebagainya dapat semakin berkembang usai Bandara Kediri beroperasi. Khofifah menerangkan, Bandara Dhoho Kediri ini dirancang sangat modern dan mampu didarati oleh pesawat berbadan besar. Karena memiliki landasan pacu sepanjang 3.300 x 45 meter persegi. Pembangunan Bandara dilakukan di atas lahan seluas 450 hektar. "Untuk tahap I pembangunan, Insya Allah bandara ini mampu menampung 1,5 juta penumpang," kata Khofifah.
Proyek pembangunan Bandara Kediri menggunakan skema kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Dimana pembiayaan seluruhnya mulai dari pembebasan lahan sampai ke pembangunan Bandara menggunakan dana dari swasta, yaitu PT Gudang Garam Tbk.