REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Adinda Pryanka, Novita Intan
Resesi ekonomi pada tingkat global dan regional tampaknya tak bisa dihindarkan. Pandemi corona (Covid-19) membuat aktivitas ekonomi berkurang drastis dan perputaran uang menyusut.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan pada level regional, ekonomi Indonesia akan tumbuh 0,5 persen pada 2020. Pertumbuhan ini dinilai IMF relatif baik di kawasan Asia, terutama negara berkembang.
Thailand yang sama-sama masuk dalam ASEAN-5 diprediksi kontraksi 6,7 persen. Sementara itu, Malaysia tumbuh negatif hingga 1,7 persen.
IMF menyampaikan hal ini melalui laporannya bertajuk World Economic Outlook (WEO) April 2020 yang dirilis pada Selasa (14/4). IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini lebih buruk dibandingkan krisis keuangan 2008-2009, yaitu kontraksi tiga persen. Penyebabnya, pandemi virus corona menekan aktivitas ekonomi di sektor riil maupun keuangan.
IMF menyebutkan ekonomi akan rebound pada tahun depan. Ekonomi Indonesia diprediksi bisa tumbuh hingga 8,2 persen, sementara tingkat global sebesar 5,8 persen.
Namun, menurut IMF, hal ini dengan catatan skenario pandemi sudah usai pada paruh kedua 2020 dan aktivitas ekonomi kembali normal. IMF mengapresiasi respons fiskal di Indonesia. Lembaga donor tersebut menyebutkan, Pemerintah Indonesia sudah menyediakan dukungan fiskal yang sesuai target.
"Banyak pasar dan negara berkembang (seperti China, Indonesia, dan Afrika Selatan) sudah mengumumkan dukungan fiskal dengan jumlah signifikan untuk sektor dan pekerja terkena dampak," tulis IMF dalam laporannya.
IMF meminta agar langkah-langkah fiskal tersebut ditingkatkan, khususnya jika pembatasan kegiatan ekonomi terus berlangsung atau pick-up aktivitas ekonomi terlalu lemah. Stimulus fiskal dengan basis yang luas bisa mencegah penurunan kepercayaan diri, mendorong kenaikan permintaan, dan mencegah perlambatan ekonomi lebih dalam.
Kebijakan fiskal harus diarahkan pada dua hal, yaitu melindungi rumah tangga maupun bisnis yang paling terpapar dan menjaga hubungan ekonomi setelah krisis ini terlewati. Dalam melakukannya, kebijakan spesifik patut dibuat secara masif, tepat waktu, bersifat sementara, dan memiliki target.
Untuk negara-negara berkembang Asia, IMF memproyeksikan ekonominya mampu tumbuh satu persen pada 2020. Meski lebih rendah lima poin persentase dibandingkan rata-rata dalam satu dekade terakhir, kawasan ini menjadi satu-satunya wilayah dengan tingkat pertumbuhan positif sepanjang 2020.
Kawasan zona euro diprediksi kontraksi 7,5 persen, negara berkembang di Eropa juga kontraksi 5,2 persen. Sementara itu, Sub-Sahara Afrika tumbuh negatif 1,6 persen.
Ekonom yang juga menteri keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri menyebutkan ekonomi Indonesia tahun ini mampu tumbuh dalam rentang 0,3 persen hingga 2,2 persen. Skenario ini berdasarkan perhitungan dari Australian National University dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 dalam skala global.
Dalam skenario tersebut, Chatib menjelaskan, pandemi Covid-19 mampu menarik ekonomi Indonesia kontraksi 2,8 persen dari baseline. Artinya, merujuk pada realisasi pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 5,02 persen, ekonomi Indonesia tahun ini bisa melambat menjadi 2,2 persen.
"Setidaknya tiga persen. Ini skenario medium," ujarnya dalam sesi diskusi daring bersama Foreign Policy Community Indonesia (FPCI), Senin (13/4).
Namun, dengan skenario high severity atau dampak pandemi Covid-19 sangat signifikan terhadap global, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi lebih dalam. Chatib mengatakan, penurunannya bisa mencapai 4,7 persen sehingga diprediksi ekonomi hanya tumbuh 0,3 persen sepanjang 2020.
Chatib menggambarkan, dampak tersebut terbilang signifikan. Pasalnya, China yang menjadi negara awal terjadi wabah Covid-19 merupakan pusat produksi dunia. Misalnya, untuk produk komputer, elektronik, dan produk optik, kontribusi ekspor China terhadap produksi komoditas tersebut mencapai 30 persen.
Kepala Ekonom dan Riset UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja lebih optimistis. Ia memprediksi ekonomi Indonesia pada 2020 mampu tumbuh 2,5 persen dan rebound pada 2021 dengan pertumbuhan mencapai 3,7 persen.
Enrico menyebutkan, dari beberapa komponen produk domestik bruto (PDB), pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami pukulan paling keras sepanjang 2020. Pertumbuhannya hanya mampu di kisaran tiga persen, turun dua basis poin dibandingkan dua tahun terakhir, yaitu lima persen.
Kinerja ekspor dan impor tidak jauh berbeda. Tahun ini keduanya masing-masing diprediksi tumbuh nol persen dan kontraksi satu persen. Pada tahun lalu, realisasi ekspor tumbuh negatif 1,0 persen, sedangkan impor kontraksi hingga 7,7 persen.
Saran IMF Agar Ekonomi Pulih
IMF menyebutkan saat ini terjadi ketidakpastian ekstrem terkait perkiraan pertumbuhan ekonmi. Situasi ekonomi bergantung pada berbagai faktor yang sulit diprediksi. Di antaranya adalah perkembangan pandemi Covid-19, intensitas dan keberhasilan upaya penanganan virus, gangguan rantai pasok yang luas, hingga pergeseran pola konsumsi masyarakat. Banyak negara menghadapi krisis multi-layered yang terdiri atas krisis kesehatan, gangguan ekonomi domestik, anjloknya permintaan eksternal, sampai capital outflow.
IMF menekankan, kebijakan yang efektif sangat penting untuk mencegah risiko lebih buruk. Dibutuhkan berbagai langkah untuk mengurangi penularan dan melindungi jiwa manusia.
Meski mengganggu kegiatan ekonomi untuk jangka pendek, dua langkah itu dapat dilihat sebagai investasi jangka panjang dalam pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur kesehatan. Prioritas yang harus dilakukan sekarang adalah meminimalkan dampak Covid-19, terutama dengan meningkatkan pengeluaran untuk sektor kesehatan.
Kebijakan ekonomi juga harus melindungi dampak dari penurunan aktivitas manusia, perusahaan, dan sistem keuangan. Selain itu, kebijakan tersebut mesti memastikan pemulihan ekonomi dapat berlangsung dengan cepat begitu pandemi menghilang.
Dari Resesi Ekonomi Menuju Pemulihan
Bank Indonesia (BI) menyebut pandemi virus corona yang meluas ke seluruh dunia telah berdampak pada meningkatnya risiko resesi perekonomian global pada tahun ini. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya permintaan serta terganggunya proses produksi seperti pembatasan mobilitas manusia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan ekonomi negara maju seperti Amerika Serikat dan negara di Eropa akan mengalami kontraksi pada tahun ini. Meskipun, berbagai kebijakan ultra-akomodatif dari kebijakan fiskal dan moneter telah ditempuh.
“Risiko resesi ekonomi dunia akan terjadi pada triwulan dua dan triwulan tiga 2020, sesuai dengan pola pandemi Covid-19. Namun, pada triwulan empat 2020 diperkirakan kondisi ekonomi dunia akan kembali membaik,” ujarnya saat konferensi video di Jakarta, Selasa (14/4).
Menurut dia, pemulihan kondisi ekonomi dunia pada kuartal empat 2020 akan tecermin berkurangnya kepanikan pasar keuangan dunia pada April 2020. Perry menekankan, berkurangnya kepanikan didukung oleh sentimen positif atas berbagai respons kebijakan yang ditempuh banyak negara.
"Risiko pasar keuangan dunia yang berkurang seperti tecermin pada penurunan volatility index (VIX) dari 85,4 pada 18 Maret 2020 menjadi 41,2 pada 14 April 2020," kata Perry.
Atas hal tersebut, Perry menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan mengalami penurunan signifikan pada triwulan dua dan triwulan tiga 2020. Hal ini sejalan dengan prospek kontraksi ekonomi global dan juga dampak ekonomi dari upaya pencegahan peyebaran virus corona.
“Perekonomian nasional diperkirakan kembali membaik mulai triwulan empat 2020 dan secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi 2020 diperkirakan dapat menuju 2,3 persen dan akan meningkat lebih tinggi pada 2021,” katanya.