REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wacana mudik kembali bergulir mengingat bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri sudah dekat. Tetapi, wacana itu kali ini menjadi lebih perhatian serius karena Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang merebak.
Pemerintah tidak melarang mudik, tapi mengimbau agar masyarakat tidak mudik. Walau sudah diimbau physical distancing dan isolasi, mayoritas pemudik yang menggunakan angkutan umum membuat peringatan itu akan sulit dilaksanakan.
Untuk itu, Guru Besar Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Ahmad Munawar mengimbau pemerintah mempertegas larangan mudik. Hal itu berdasarkan analisis penyebaran Covid-19 yang tidak bisa dihindari selama proses mudik.
"Meski masyarakat menggunakan kendaraan pribadi juga penyebaran akan terjadi di rest area," kata Munawar, Senin (6/4).
Soal penerapan isolasi 14 hari di kampung halaman, ia melihat itu tidak akan berjalan lancar karena pemudik mencapai jutaan. Isolasi ini meminta pemda sasaran mudik mempersiapkan ratusan bahkan ribuan peralatan dan fasilitas.
"Hal ini malah akan memberatkan pemerintah daerah, jika tidak siap malah akan menyebabkan pandemik ini menyebar di daerah mereka," ujar Munawar.
Untuk itu, ia menekankan, jika memungkinkan pemerintah harus tegas melarang mudik dengan membatasi. Lalu, setop angkutan umum bus antar kota, KA jarak jauh, pesawat, dan menutup jalan arteri dan jalan tol penghubung provinsi.
Terkait kerugian masyarakat yang bekerja di sektor transportasi, utamanya jika mudik dilarang, Munawar mengingatkan hari ini dampaknya sudah terasa. Karenanya, negosiasi dengan pemerintah soal kompensasi terus dilakukan.
Ia berharap, pemerintah segera memberikan bantuan sosial atau bantuan langsung tunai kepada mereka yang terdampak. Artinya, tidak cuma pekerja angkutan umum, tapi mereka pekerja harian dan mereka yang memerlukannya.
Kemudian, Munawar meminta pemerintah menghentikan sementara proyek-proyek besar infrastruktur, diganti dengan bantuan sosial. Lalu, berikan keringanan cicilan bank, dan jika memungkinkan ada penundaan cicilan kepada yang perlu.
Lalu, soal ekonomi yang jadi pertimbangan pemerintah tidak melarang mudik, ia menegaskan memang tidak bisa dihindari. Munawar menyatakan, kondisi ini perekonomian jelas akan terpuruk, tapi nyawa rakyat lebih penting dari itu.
Munawar turut mengutip pernyataan Presiden Ghana, Nana Akufo-Addo, ketika menyampaikan pidato soal penerapan lockdown di negaranya. Yang mana, Nana menegaskan kalau nyawa rakyat sangat jauh lebih penting dari ekonomi.
"Ekonomi bisa diperbaiki kembali, tapi rakyat yang meninggal tidak bisa dihidupkan kembali," kata Munawar, mengutip pidao Nana.
Munawar turut berpesan agar masyarakat tidak mudik, mementingkan kesehatan dan keselamatan keluarga, terutama orang tua. Munawar mencontohkan, di RS Adam Malik, Medan, ada anak yang mudik, kelihatan sehat tapi membawa virus.
"Akhirnya, berdampak kepada orang tua yang dikunjungi. Rindu untuk sementara dapat diobati via video call, ini juga yang saya lakukan ke kedua anak saya yang ada di Surabaya dan Australia," ujar Munawar.
Pemerintah pada pekan lalu telah meyatakan bahwa tidak ada larangan mudik pada masa libur Lebaran tahun ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun meminta pengawasan kedatangan warga dari zona merah penyebaran Covid-19 diperketat, khususnya di level RT/RW.
Alasannya, warga yang baru saja pulang dari zona merah, misalnya Jakarta, berstatus sebagai orang dalam pemantauan (ODP). Artinya, siapapun warga yang baru pulang dari ibu kota harus melakukan isolasi mandiri selama 14 hari setibanya di kampung halaman.
"Saya ingin mendorong agar ada partispasi di tingkat komunitas baik itu RW ataupun RT, sehingga pemudik yang pulang dari Jabodetabek bisa diberlakukan sebagai orang dalam pemantauan. Sehingga harus melaksanakan isolasi mandiri," ujar Jokowi.