REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Laju inflasi di Kota Purwokerto dan Cilacap selama berlangsung wabah pandemi Covid-19, masih relatif terkendali. Laju inflasi di Kota Purwokerto tercatat sebesar 0,05 persen (mtm), dan Kota Cilacap sebesar 0,06 persen (mtm).
Sedangkan secara tahunan, laju inflasi Kota Purwokerto sebesar 2,81 persen (yoy) dan Cilacap sebesar 2,15 persen (yoy). ''Laju inflasi tahunan hingga Maret 2020 ini, masih relatif terkendali dibawah target laju inflasi yang ditetapkan pemerintah sebesar 3 persen plus minus 1 persen,'' jelas Kepala Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, Samsun Hadi, Jumat (3/4).
Meski demikian, dia mengakui, laju inflasi di kedua kota pada Maret 2020 ini masih lebih tinggi dibanding laju inflasi rata-rata di Jawa Tengah yang tercatat hanya sebesar 0,02 persen. Bahkan Kota Tegal, tercatat deflasi -0,02 persen. ''Namun secara nasional, laju inflasi di Kota Cilacap dan Purwokerto masih dibawahnya, karena laju inflasi nasional tercatat sebesar 0,1 persen,'' katanya.
Dia juga menyebutkan, dibanding bulan sebelumnya, laju inflasi di Purwokerto dan Cilacap, tercatat jauh di bawahnya. Pada Februari 2020, laju inflasi Purwokerto mencapai 0,58 persen, sedangkan Cilacap 0,49 persen.
Samsun menyebutkan, laju inflasi di Kota Purwokerto dan Cilacap, terutama bersumber dari peningkatan harga komoditas pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yang memberikan andil sebesar 0,06 persen. Terutama bersumber dari kenaikan harga perhiasan emas.
Beberapa komoditas lain yang menjadi penyumbang inflasi, antara lain karena adanya kenaikan harga gula pasir, telur ayam ras, dan aneka rokok. "Inflasi tertahan oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau seperti bawang putih, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng, dan daging ayam ras, yang mengalami deflasi.
Samsun menyebutkan, pada bulan-bulan mendatang ada beberapa hal yang berpotensi mendorong laju inflasi. Antara lain akibat kenaikan harga komoditas yang penetapan harganya ditentukan pemerintah seperti cukai rokok, serta kenaikan harga bahan makanan karena faktor musiman (cuaca dan masa tanam). ''Selain itu, tingginya permintaan pada hari besar keagamaan dan periode liburan, juga harus kita perhatikan,'' katanya.
Dari sisi eksternal, Samsun menyebutkan, faktor yang juga berpotensi menyumbang inflasi adalah kemungkinan adanya kenaikan harga komoditas impor sebagai dampak dari fluktuasi nilai tukar rupiah dan kondisi perdagangan dunia. ''Bagaimana pun, mewabahnya Covid-19 telah membatasi aktivitas produksi dan perdagangan yang pasti akan berisiko terhadap pencapaian inflasi pada 2020,'' katanya.
Sebagai upaya pengendalian harga, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Banyumas dan Cilacap, akan terus berada di p[asar untuk melakukan kegiatan antara lain pemantauan harga komoditas pangan strategis seperti beras, daging ayam ras, telur ayam ras, dan komoditas hortikultura.
''Fokus pengendalian inflasi, antara lain dengan meningkatkan pasokan bahan makanan terutama beras, cabai merah, bawang merah, bawang putih, gula pasir, dan minyak goreng, serta koordinasi antar daerah,'' katanya.