REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Limbah medis dari perawatan pasien Covid-19 harus diperlakukan secara hati-hati. Di antara caranya melalui pemilahan limbah dan sampah dari sumber, serta pemrosesan dengan autoclave (panci bertekanan tinggi) yang lebih ramah lingkungan
"Kami sudah berbicara dengan orang-orang yang terlibat dalam penanganan manajemen limbah saat SARS, Ebola, flu babi dan sebagainya. Mereka mengatakan hal yang sama. Kita tidak perlu bereaksi berlebihan, bahwa praktik yang baik akan membantu dalam mengurus limbah tersebut," kata pakar kebijakan limbah Ruth Stinger, yang merupakanInternational Science and Policy Coordinator untuk Health Care Without Harm itu dalam diskusi online pada Jumat (3/4).
Menurut dia, manajemen limbah medis yang sudah dilaksanakan dengan baik di rumah sakit sejauh ini harus tetap dilaksanakan. Dimulai dengan melakukan pemilahan dari sumbernya dengan memisahkan limbah berdasarkan jenisnya.
Limbah medis terdapat beberapa kategori seperti limbah benda tajam dalam bentuk jarum suntik, limbah infeksius yang berkaitan dengan pasien yang melakukan isolasi karena penyakit menular seperti Covid-19 saat ini, limbah farmasi dalam bentuk obat dan lain sebagainya. Dia juga menyarankan untuk menggunakan mesin seperti autoclave atau panci bertekanan tinggi untuk melakukan sterilisasi limbah infeksius.
Selain itu, katanya, menghindari penggunaan insinerator secara berlebihan yang tidak ramah lingkungan. Karena, dapat menghasilkan polutan ke udara.
"Karena itu merupakan salah satu cara mengolah limbah yang menyumbang polusi dan paling mahal," kata Ruth dalam diskusi yang diselenggarakan oleh organisasi nirlaba yang bergerak untuk mempromosikan proses medis yang ramah lingkungan tersebut.
Proses insinerasi atau pembakaran limbah material kesehatan yang tidak sesuai akan menghasilkan polutan ke udara dan pembakaran material dengan kandungan logam berat juga dapat menyebabkan penyebaran logam beracun di lingkungan.