Jumat 03 Apr 2020 00:58 WIB

Benarkah Tetap di Rumah Pilihan Tepat Hadapi Covid-19?

Covid-19 tak hanya isu kesehatan, berdampak ke banyak lini termasuk ekonomi.

Tetap produktif saat bekerja di rumah.
Foto:

Beberapa alternatif kebijakan ekonomi yang dapat diambil pemerintah antara lain pemberian cash transfer kepada masyarakat untuk meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya dalam menghadapi kenaikan harga bahan makanan pokok yang melonjak di pasar. Selain itu, pemerintah juga dapat mengirimkan bantuan berupa in-kind incentives, yaitu subsidi dalam bentuk barang, seperti bahan makanan pokok, suplemen penguat daya tahan tubuh, dan alat kebersihan, seperti sabun cuci tangan atau hand sanitizer yang digunakan sebagai upaya preventif penularan virus covid-19.

Untuk mengantisipasi masyarakat yang masih beraktivitas di luar rumah, penambahan jumlah barang publik yang diperuntukkan menjaga kebersihan, seperti pemberian disinfektan dan infrastruktur yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mencuci tangan. Kebijakan fiskal ekspansif juga perlu dipertimbangkan, seperti meniadakan pajak UMKM selama beberapa bulan dan menggratiskan atau mensubsidi listrik rumah tangga miskin (450VA dan 900VA).

Bagi pengusaha, mengedepankan ethics business adalah pilihan paling bijak. Bagi perusahaan yang tidak dapat melakukan work from home dapat membuat standard operational procedure (SOP) pencegahan covid-19 dan social distancing di lingkungan kerja. Kemudian, untuk perusahaan yang dapat melakukan work from home, kondisi ini menjadi waktu yang paling tepat untuk melakukan inovasi budaya kerja.

 

Menurut DeMers (2020), work from home terbukti dapat menekan stress 82 persen lebih rendah dan meningkatkan 24persen probabilitas kebahagiaan dalam bekeja. Lebih jauh, kebahagiaan pekerja ini dapat meningkatkan produktivitas pekerja sebesar 77 persen.

Untuk pengusaha bidang farmasi dan kebutuhan pokok lainnya, hendaknya menjual dengan harga wajar karena dengan seperti itu oknum-oknum yang melakukan overpricing dapat dibuat jera. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pemilik Ali Baba sekaligus salah satu orang terkaya di China yaitu Jack Ma turut ikut andil memerangi covid-19, salah satunya di Indonesia. Perusahaan besar sejatinya dapat mengambil peran dengan mengubah pendekatan corporate social responsibility (CSR) yang dilakukannya menjadi proactive approach, yaitu dengan menggelontorkan CSR secara masal kepada orang miskin dan rentan untuk membantu pada demand side.

Selain itu, praktik gotong royong di tengah masyarakat menjadi kunci untuk meredam dampak COVID-19. Selain kesadaran diri untuk menerapkan pola hidup sehat sampai melaksanakan protap terkait pencegahan dan pengobatan COVID-19. Mengoptimalkan potensi kepedulian orang Indonesia menjadi poin penting untuk saat ini mengingat Indonesia merupakan negara dengan world giving index tertinggi di dunia menurut Charities Aid Foundation (2018) dengan 59 persen skor total, khususnya 78 persen dalam skor pemberian donasi uang.

Potensi juga dapat dilihat dari 171,17 juta dari 264 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen yang sudah terhubung ke internet. Hal ini berarti bahwasocial media dan para influencer di dalamnya potensial untuk dikerahkan dalam penggalangan donasi dan edukasi masyarakat secara umum terkait covid-19.

Ditinjau dari lini masa, Ramadhan yang semakin dekat dapat dimaknai sebagai adanya peningkatan potensi zakat, infak, dan wakaf yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Karena itu, bukan tidak mungkin gerakan akar rumput ini dapat menjadi alternatif untuk menurunkan beban masyarakat dan pemerintah.

Artinya, kasus wabah covid-19 ini bukan merupakan isu kesehatan saja. Banyak lini kehidupan yang terdampak, termasuk ekonomi. Maka, diperlukan upaya yang serius dari berbagai elemen untuk mempertahankan ekonomi masyarakat di tengah vulnerabilitas yang ada. Kesadaran bersama akan wabah ini menjadi kunci agar bangsa ini bisa tetap bertahan.

Potensi krisis ekonomi dan konflik horizontal kemungkinan membayangi. Tetapi, dengan adanya pemerintah yang mulai memprioritaskan kepentingan kesehatan, pengusaha yang mulai mengambil peranan, dan masyarakat yang tersadarkan. Tentu, Indonesia mampu bertahan dan melewati masa masa sulit ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement