Kamis 02 Apr 2020 00:25 WIB

Aturan PSBB Harus Jadi Pijakan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Dampak dari mewabahnya Covid-19 telah dirasakan oleh masyarakat.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam
Foto: Republika TV/Muhamad Rifani Wibisono
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasal 4 (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 disebut harus dimaknai sebagai pijakan kebijakan penetapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk memastikan dan memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Itu perlu dilakukan meskipun frasa yang digunakan adalah "memperhatikan".

"Pasal 4 (3) diatur tentang pemenuhan kebutuhan pokok penduduk walau digunakan frasa kata 'memperhatikan'. Ini harus dimaknai sebagai pijakan kebijakan usulan dan penetapan PSBB guna  memastikan dan memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat," jelas Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/4).

Dia mengatakan, dampak dari mewabahnya Covid-19 telah dirasakan oleh masyarakat, terutama dampak secara ekonomi. Jika PSBB tidak dapat memenuhi jaminan kebutuhan pokok masyarakat, maka dikhawatirkan kebijakan tersebut tidak akan maksimal pada proses pelaksanaannya.

"Kami berharap, walaupun digunakan frasa 'memperhatikan' dalam PP tersebut, namun dimaknai sebagai jaminan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat," kata dia.

Choirul berharap, pemenuhan kebutuhan pokok menjadi salah satu substansi penyeimbang utama oleh pemerintah daerah dan Menteri Kesehatan dalam mengajukan dan menetapkan status PSBB. Tentu, hal utama yang terkait dengan kesehatan harus diperhatikan.

"Salah satu cara yang bisa digunakan adalah bantuan langsung kebutuhan pokok. Seperti salah satu rekomendasi dari 18 rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden," ujar dia.

Di samping itu, Menteri Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan, dengan penerapan PSBB maka pemerintah tidak wajib memenuhi kebutuhan dasar masyarakat beserta hewan peliharannya. Opsi pemerintah terkait hal itu menjadi lebih longgar melalui skema jejaring pengamanan sosial (JPS) atau bantuan sosial (Bansos).

"Kalau karantina (wilayah) pemerintah wajib memenuhi kebutuhan itu, ternasuk kebutuhan makanan hewan peliharaan. Kalau PSBB tidak. Pemerintah memiliki opsi yang lebih longgar yaitu lewat skema JPS atau Bansos," ujar Muhadjir melalui aplikasi pesan singkat, Rabu (1/4).

Dia menjelaskan, berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB, pemerintah bukan harus memenuhi kebutuhan dasar penduduk yang kegiatannya di tempat atau fasilitas umumnya dibatasi, melainkan menjamin ketersediaannya saja. Menurut Muhadjir, yang bertanggung jawab atas terjaminnya ketersediaan kebutuhan itu ialah pemerintah.

"Pemerintah (yang bertanggung jawab menjamin ketersediaan). Bisa salah satu (pemerintah pusat atau daerah) atau bersama-sama," kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

Muhadjir juga memastikan, dengan adanya aturan itu bukan berarti pemerintah pusat lepas tangan akan kebutuhan dasar masyarakat. Menurutnya, pemerintah pusat akan menangani persoalan Covid-19 dengan sangat serius. Pemerintah pusat, kata dia, sudah mengalokasikan dana sebesar Rp 110 triliun untuk program JPS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement